Hari Pertama

50 7 2
                                    

PERINGATAN

Unsur-unsur yang ada pada cerita ini adalah murni karangan penulis tanpa berniat menyinggung siapapun juga agama dan kepercayaan manapun.

Dimohon kebijakan dalam membaca. Terima kasih ^^

***

Dua hari setelah Taehyun pulang dari rumah sakit, dirinya memutuskan untuk kembali bersekolah. Sebenarnya ini juga atas saran Yeonjun yang tidak sabaran ingin menyelesaikan misi balas dendam Taehyun.

Hal ini membuat Jihye cemas bukan main, sebab setelah mengetahui putra semata wayangnya diperlakukan semena-mena seperti itu, ia berencana memindahkan Taehyun ke sekolah lain. Namun, belum kesampaian karena masalah biaya.

"Kamu yakin, Nak, masih ingin bersekolah disana? Tidak apa jika kamu ingin pindah. Ibu akan carikan sekolah lain yang bagus untukmu." Jihye mengerutkan alisnya. Raut khawatir tercetak jelas di wajah wanita yang hampir menginjak setengah abad itu. Ikan makarel asap dan sup rumput laut yang terhidang, kini tak membuatnya berselera lagi.

Taehyun tersenyum simpul. Pipinya memanas, jadi seperti ini ya rasanya dikhawatirkan oleh ibu?

"Aku yakin seratus persen, Bu. Semuanya akan baik-baik saja," Taehyun menggenggam pergelangan tangan ibunya. "Lagipula, jika pindah sekolah, bukannya itu akan memakan banyak biaya? Aku tidak mau merepotkan ibu. Semuanya akan baik-baik saja, Bu."

Jihye menatap mata Taehyun—yang walaupun terhalang poni— tampak berkilau, menampakkan semangat yang selama ini tak pernah ia lihat. Kemana saja aku selama ini?

Terdengar helaan napas panjang di meja makan malam itu, "Baiklah. Lakukanlah apa yang menjadi keinginanmu." kata Jihye. Ia tak mau lagi seperti dulu. Ia ingin mendukung Taehyun apapun keputusannya. Maka dengan begitu, bagaimanapun rintangan yang akan dihadapi oleh putranya nanti, dia akan menjadi garda terdepan untuk melindungi putranya.

Mau tak mau Taehyun terenyuh. Baru kali ini dirinya merasakan dukungan moral sehangat ini. "Terima kasih, Bu."

***

"Hyung-nim?" Taehyun terperanjat saat melihat Yeonjun duduk bersila di atas ranjangnya.

"Oh! Hai rakyatku." sapa Yeonjun sambil tersenyum lebar hingga matanya menyipit. Taehyun hanya mengerutkan hidungnya dan berjalan ke ranjang untuk mengibaskan kasur. Kebiasaannya jika ingin tidur.

Yeonjun merasa tersinggung karena rasanya seperti diusir, "Hei, bocah! Kau mengusirku, ya?"

"Oh, maaf, Hyung-nim," kata Taehyun saat ia sadar bahwa kebasannya mengenai badan Yeonjun. "Aku hanya mengibas sedikit karena sepertinya sepatumu mengotori spreiku." Lagian, dia juga heran, si dewa ini tidak pernah melepas sepatunya dimanapun. Apa tidak risih ya?

Yeonjun berdecih dan akhirnya berdiri. "Kalau bukan karena misi, aku sudah mengutukmu jadi sol sepatuku."

Taehyun meringis, agak sedikit takut juga. Karena bisa saja, kan, dewa narsis ini melakukan sesuatu yang ghaib kepadanya? Ih, dia, sih, tidak mau cari gara-gara.

"Aku sudah menyelidiki beberapa hal tentang Jang Manho, orang yang membuatmu sekarat. Ternyata liciknya manusia tidak memandang usia, ya?" Yeonjun mendengus lalu melanjutkan ocehannya. "Anak-anak harusnya fokus pada sekolah saja, bukannya terlibat pada pekerjaan kotor."

Taehyun terkejut, Manho terlibat pekerjaan kotor? Apa maksudnya? "Apa maksudmu, Hyung-nim?"

"Memangnya, sejauh apa informasi yang kau dapat?" tanya Taehyun polos. Ia memang tidak tahu banyak dengan rumor kebobrokan Jang Manho. Hal yang dia tahu hanya Manho adalah anak dari salah satu komisaris perusahaan teknologi terbesar di Seoul dan memiliki cabang di luar negeri, tapi selebihnya dia tidak tahu dan tak mau ikut campur. Terlebih, semenjak dirundung, Taehyun tak pernah peduli lagi pada apapun selain bagaimana caranya bisa pulang dengan selamat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MengasamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang