satu : rindunya yang tertahan

80 8 3
                                    

• - •

Levi duduk disana.

Tak ada yang aneh.

Hanya dirinya dan secangkir teh hangat, juga sebuah buku yang baru saja ia tutup halaman terakhirnya.

Helaan nafas terdengar berat. Diatas kursi rodanya yang menghadap langsung ke jendela besar, pemandangan pinggiran kota Liberio tersaji apik di depannya. Kota ini dahulu kala, menjadi saksi bisu bagaimana dahsyatnya kekuatan luluh lantak karena Titan dan pasukannya. Mengingatkannya atas segala kejadian mengerikan di masa lalu. Sekutu, musuh, Titan, rumbling, penyerangan, dan kehilangan.

Segalanya akan terus tercetak jelas dalam memorinya. Kini, nanti, dan selamanya. Takkan pernah bisa dilupakan.

"Paman Levi! Astaga, astaga! Kau harus tau apa yang Falco lakukan hari ini!"

Ia yang semula duduk tenang di kursi rodanya dan menikmati teh hangat, kontan menoleh begitu mendengar suara heboh yang datang begitu saja ke ruangannya, seolah tak ada hari esok untuk bisa bersuara. Siapa lagi pelakunya jika bukan sepupu Reiner, Gabi Braun. Dan tak lama, langkah kaki lain terdengar buru-buru mengikuti, sudah jelas itu adalah si pengagum gadis bodoh ini, Falco. Ia berlari dengan wajah yang memerah.

Siap-siap saja, setelah ini kebisingan akan terjadi, dan untuk itu Levi segera meletakkan cangkir tehnya. Jangan harap ia mendapatkan waktu minum teh yang damai setelah ini.

"Falco hari ini-"

"Tidak, paman! A-aku tidak melakukan apapun! Sungguh! Jangan dengarkan Gabi!" Wajahnya kian memerah bak tomat ceri.

"Tidak, tidak! Kau harus-"

"Gabi, cukup! Jangan beritahu paman!"

"Kenapa? Kau malu?"

"Tentu saja! Lagipula-"

"Kalian sudah besar dan tetap membuatku pusing. Diamlah."

Dan akhirnya, di tengah cekcok tak berujung itu, Levi mengangkat suaranya, hanya beberapa kata namun membuat dua orang di depannya terdiam sesaat. Pria itu memilih acuh pada dua orang yang menginjak usia dua dasawarsa, keduanya terdiam saling melempar tatap.

Namun agaknya, memang kedamaian tak selalu berjalan lama. Kehebohan kembali tersulut.

"Paman, bagaimana pendapatmu jika seseorang mencium temannya diam-diam?"

"Gabi!"

Levi tak menanggapi lebih, namun setidaknya ia mengerti apa yang baru saja terjadi diantara dua anak yang sekarang ini selalu berada di sisinya.

Sudah bukan rahasia jika Falco terang-terangan mengatakan dan menunjukkan afeksi lebih pada sepupu si Reiner berotot itu. Namun, Gabi masih saja menyangkal perasaannya, dan mengatakan mereka hanya berteman. Entah terbuat dari apa isi pikirannya itu. Banyak orang tak mengerti hubungan mereka, namun sejauh ini Gabi tak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia tak menyukai Falco. Selama semuanya berjalan baik, Falco bilang ia tak apa, asalkan masih berada di dekat Gabi.

Levi jadi ingat, tentang bagaimana perasaannya dahulu.

"Daripada kalian mengoceh setiap hari, menikah saja sana."

After [LEVIHAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang