4;

15 2 0
                                    

Sudah sekitar tiga bulan semenjak pernikahan Om Lukman di Yogyakarta. Hari ini, tepat di hari sabtu ini merupakan hari yang ditunggu tunggu oleh Nadlyne. Bagaimana tidak? Hari ini adalah hari dimana ia harus memindah barang-barangnya menuju apartemen milik Jonas yang juga akan ia tinggali beberapa tahun kedepan.

Semua barang, baik dari yang paling berguna sampai yang tidak telalu berguna sudah ia kemasi sejak kemarin. Terhitung ada beberapa box besar berisi barang barang miliknya.

Kata Jonas, sekitar lima belas menit lagi, sebuah mobil pick up akan sampai di rumah Nadlyne untuk mengangkut semua barang milik mereka berdua. Diikuti dengan Jonas di belakang mengendarai honda civic turbo putihnya.

Nadlyne sudah menurunkan barang barangnya di teras. Kini dia kembali naik ke lantai dua. Memasuki kamarnya yang terlihat masih penuh dengan barang perintilannya. Nadlyne memang tidak membawa semua barangnya. Untuk apa? Toh dia bukan sepenuhnya pindah dan meninggalkan kamar yang menjadi tempat persemayamannya selama ini.

Namun gadis itu memandangi setiap sudut estetik di kamarnya. Berakting sedih seakan-akan ia akan pergi jauh meninggalkan kamarnya yang penuh kenangan itu. Walaupun hatinya sebenarnya senang bukan main akhirnya bisa sedikit terlepas dari kekangan sang bunda.

Bukan bermaksud menjadi anak durhaka. Nadlyne hanya ingin merasakan keluar dari zona nyamannya. Selama delapan belas tahun ia hidup, bundanya tidak pernah memberi kesempatan pada Nadlyne untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Selalu saja yang ia jalani adalah sembilan puluh persen dari kehendak bundanya. Maklum, konsekuensi anak tunggal. Hanya dia lah satu satunya harapan sang bunda. Jadi semua mua ekspektasi sang bunda harus dipikul oleh Nadlyne sendiri.

Namun berbeda dengan ayahnya. Terkadang lelaki paruh baya nan kaya raya itu memberi kebebasan memilih untuk anak semata wayangnya itu. Selalu memberi apapun yang Nadlyne mau. Itulah mengapa, Nadlyne cenderung lebih dekat dengan ayahnya daripada dengan bundanya.

"Nadlyne, turun nak!! Jonas udah sampai!!" teriak sang bunda dari bawah. Membuyarkan lamunan Nadlyne.

"Oke bundaa!! Nad turunn!!"

Cepat cepat ia mematikan ac lalu menutup pintu kamarnya. Bergegaslah ia turun kebawah menemui sang sepupu yang akan menjadi housemate nya beberapa tahun kedepan.

"Ini udah semua Nad?" tanya Jonas yang sedang membantu supir pick up menaikkan barang barang Nadlyne.

Nadlyne mengangguk. "Udah Jo."

"Sedikit banget?" tanya Jonas yang sudah selesai menaikkan barang.

"Ya ngapain semuanya dibawa Jo? Lagian kan sabtu minggu gue pulang kerumah."

Keduanya tertawa, sambil berjalan menuju teras rumah Nadlyne. Disana sudah berdiri ayah dan bunda Nadlyne. Seolah akan melepas anak semata wayangnya yang akan pergi jauh.

Padahal jaraknya juga tidak terlalu jauh. Dari Jakarta Pusat, ke Jakarta Selatan. Hanya sedekat itu. Bukan seperti dari Sabang ke Merauke.

"Ayah, bunda, Nadlyne pamit ke apartemen Jonas ya." Nadlyne memeluk ayah dan bundanya secara bersamaan.

"Iya nak. Jaga diri kamu, jangan sampai sakit. Sekolah yang pinter ya Nad. Jangan keluyuran malem terus. Selalu ingat peraturan malam dirumah. Bunda sayang kamu, Nadlyne. Yang rajin belajarnya ya anak bunda."

Nadlyne mengangguk. "Iya bunda pasti!! Nadlyne lebih sayang bunda!"

"Tos dulu princessnya ayah! Jaga diri ya. Kalo suntuk belajar terus, ajaklah Jonas nongkrong buat healing. Jangan sakit ya anak ayah, love you."

"Love you more ayah!! Nadlyne pamit yaa!!" Gadis itu mencium singkat pipi sang ayah juga sang bunda kemudian berlari ke mobil Jonas, mendahului Jonas yang baru akan berpamitan kepada ayah dan bundanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

secuil asmaraloka || Johnny NCTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang