"Aku terserah padamu saja. Tapi yang jelas, aku tak suka di atur, aku ingin menjadi prioritas pasanganku, aku ingin perhatian yang melimpah darinya, bukan hanya sekedar ucapan tapi tindakan. Jika aku suka, aku tak akan berkomentar apapun. Namun jika tidak, aku akan mengatakan tidak. Aku ingin pasanganku selalu jujur, sekalipun itu akan menyakitkan, namun aku akan sangat menghargai kejujuran itu." jelas Krist.
Singto menghela nafas panjang, "Mari umumkan pertunangan kita setelah peresmian kantor cabangku di Chiang Mai bulan depan. Untuk pernikahan kita bisa melangsungkan--"
"Pernikahan? Kau yakin? Aku masih berkuliah."
"Lalu?"
"Ayo bertunangan dulu dan memikirkan pernikahan ketika sama-sama siap!"
"Tidak, aku tidak bisa menunggumu hingga lulus!"
"Aku tidak memintamu menunggu aku hingga lulus, aku hanya mengatakan untuk memikirkannya saat kita sama-sama siap. Setidaknya, hingga kita jatuh cinta." Ujar Krist tegas sebelum mengalihkan muka di akhir kalimat.
Singto tersenyum, ia mengerti jika Krist tengah malu saat ini.
Ponsel Krist kembali bergetar, membuat ia mengeluarkan benda persegi itu dari saku celananya. Earth menghubunginya, ia melirik ke arah Singto untuk meminta ijin menerima panggilan.
Lelaki itu mengangguk sebagai jawaban.
Krist segera menerima panggilan itu yang berakhir dengan umpatan.
"Ada apa?" Tanya Singto saat melihat Krist memasukkan kembali ponselnya.
Krist menghela nafas panjang, "Aku harus kembali ke kampus."
"Ada masalah?"
"Eung, yah, begitulah..." Krist tak tau bagaimana menjelaskannya.
"Kau kemari dengan kendaraan?"
Krist menggeleng, "Mobilku masih di bengkel. Sebaiknya aku memesan taksi sekarang."
Singto menahan tangan Krist yang tengah membuka ponsel, "Aku antar, makanlah dulu."
Krist menggeleng, "Aku harus kembali sekarang..."
"Krist, makanlah dulu. Aku antar nanti kembali ke kampus."
Krist menghela nafas panjang, sepertinya Singto adalah sosok yang suka mengatur. Akan jadi masalah jika hubungan mereka berlanjut. Pasti akan selalu ada perdebatan. Sepintas, pemikiran itu muncul.
Setelah selesai makan, Singto mengantar Krist di depan fakultas. Earth sudah terlihat masam menunggunya.
"Berikan ponselmu!" Ujar Singto saat Krist akan turun dari mobil.
Krist mengerutkan keningnya menatap Singto tak mengerti, "Kenapa?"
"Aku rasa kau belum mendapatkan nomor ponselku?"
"Ah!" Krist mengerti, ia menyodorkan ponselnya pada Singto.
Sembari memasukkan nomornya, Singto mengatakan, "Aku akan pergi ke Jepang besok. Mari bertemu minggu depan!"
Krist menerima ponselnya kembali, "Kau yakin kita perlu bertemu minggu depan?"
"Kenapa tidak? Bukankah kita sepasang kekasih?"
Krist mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil, ia benarkan duduknya hingga menghadap Singto, "Rekan. Kita masih rekan yang saling menguntungkan, sehingga memutuskan untuk bertunangan."
Aroma Singto sesaat menggoda Krist, sudah hampir dua tahun ia tak memiliki perasaan seperti ini. Aroma berbeda yang tak pernah ia temui. Ini berbeda dari semua lelaki yang pernah menjadi kekasihnya, aroma kuat mirip Joss, namun manis di waktu yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Purple Hyacinth (SK) (END)
FanfictionPenyesalan itu selalu datang terlambat, jangan sampai kau menjadi penyesalanku nantinya. Mari biarkan waktu yang menjawab siapa aku untukmu.