Gabriella Marcobello

8 0 0
                                    

Hujan deras menyambut datangnya malam. Suara petir dan angin yang berhembus kencang, perlahan muncul dengan berani. Malam ini seolah akan terjadi perang antara ketiga peristiwa alam hebat ini.

Disebuah kamar bernuansa putih yang cukup luas dan rapi, seorang gadis tengah memandang rintik hujan dari jendela kamar. Raut wajah cemas tergambar jelas di wajah gadis itu. Tak sekali ia menarik berat napasnya. Ia mengkhawatirkan sesuatu.

Suara ketokan pintu kamar mengalihkan pikiran dan pandangannya. Pula terdengar namanya disebut beberapa kali oleh seorang wanita dari balik pintu kamar. "Nak Ella, ada telepon dari Bapak." panggil seorang wanita berusia sekitar 30 tahunan.
Panggil saja Bi Ranti. Asisten rumah tangga disini.

Segeralah Ella menuju ruang tamu untuk mengangkat telepon dari Ayahnya. Ia selalu menantikan telepon dari sang Ayahnya.

"Ayah!!" sapa Ella dengan semangatnya.

Hening. Tidak ada balasan.

"THalo Ayah.." panggil Ella sekali lagi.

"E-Ella.." Ayah Ella akhirnya membuka suara. Namun, suaranya gemetar. Perasaan gugup dapat dirasakan Ella dari nada bicara sang Ayah.

Ella. Gadis cantik berusia 19 tahun yang selalu menantikan kepulangan Ayahnya. Sudah hampir 6 tahun mereka tidak saling bertemu, dikarenakan Ayahnya memiliki kontrak pekerjaan di Kanada. Ayah Ella adalah seorang pengacara.

Selama ini, Ella juga jarang berbicara dengan Ayahnya lewat telepon. Lebih tepatnya telepon rumah. Jika Ayah tidak meneleponnya, maka Ella pun tidak akan bisa berbicara dengannya. Entah apa yang membuat pria itu menjadi sibuk hingga sering melupakan jika ia memiliki seorang putri.

"Ayah tidak apa-apa?" tanya Ella sedikit khawatir.

"Iya, Iya Ayah baik-baik saja."

"Ayah sudah di bandara? Aku dengar dari Pak Bagas, Ayah akan pulang besok."
"Ayah, apakah pesawat Ayah terlambat? Dirumah sedang hujan deras, angin juga sangat kencang diluar."

"Ella sayang. Ayah minta maaf. Ayah tidak jadi pulang besok. Ada klien mendadak yang harus diselesaikan, dan mungkin butuh sekitar beberapa bulan untuk itu."

Senyum Ella pudar seketika. "Klien? Lagi?"

"Maafkan Ayah. Ayah janji akan pulang setelah semuanya selesai."

Ella menunduk. Ia memegang erat telepon itu dengan kedua tangannya. "Janji?"

"Ayah janji."

"Jangan lu---" kalimat Ella terhenti karena suasana ramai yang tiba-tiba saja terdengar dari balik teleponnya. "Halo Ayah?" ucap Ella berniat ingin menanyakan apa yang terjadi disana.

Sesaat mereka tidak ada percakapan diantara mereka. Hanya suara keramaian yang didengar Ella dari balik teleponnya.

"Ella sayang, take care of yourself and I love you. Nanti Ayah telepon lagi. " Ayah Ella mematikan teleponnya.

Keluarga Ella adalah keluarga yang hangat. Walaupun Ella adalah anak tunggal, sekalipun Ella tidak pernah merasa kesepian. Hadirnya Ayah dan Ibu di hidup Ella sangatlah cukup, dan Ella bersyukur untuk itu. Mereka sering menghabiskan hari-hari bersama, walaupun hanya sekedar minum teh dirumah.
Tak jarang Ella merindukan masa-masa ini. Masa sebelum Ibunya pergi menghadap Sang Ilahi.

****

Ella sedang duduk santai beralaskan rumput taman sambil membaca buku. Ella saat ini berada di taman mawar belakang rumahnya. Ia sangat menyukai bunga, terutama mawar merah. Bunga yang melambangkan cinta, kasih sayang dan kekaguman. Ia pun kini adalah seorang florist dan mempunyai toko bunga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Red RosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang