PROLOG
Pada zaman dahulu kala, saat dunia immortal terbentuk dan berbagai makhluk mendiami tanahnya, terjadi peperangan yang sangat besar antara masing-masing jenis makhluk immortal. Mereka saling membunuh makhluk-makhluk tak berdosa demi tujuan memperbesar wilayah mereka. Bangsa Amethyst dengan kekuatan tertinggi berhasil memilki wilayah terluas, disusul oleh Bangsa Falks, Bangsa Fairy, Bangsa Werewolf, dan bangsa dari jenis makhluk lainnya yang menduduki wilayah kecil.
Bangsa Falks kala itu dipimpin oleh lima pemimpin, dimana pimpinan tertinggi di pimpin oleh Walmond Wiltwizzy, mengadakan pertemuan dengan pimpinan tertinggi lainnya dari masing-masing bangsa untuk mengadakan gencatan senjata. Dimana perdamaian dijunjung di atas segalanya yang menuntut hak untuk hidup dan hak untuk tinggal di wilayah yang saat ini masih dikuasai masing-masing bangsa. Dan sejak saat itu, dunia berlangsung damai tanpa ada perebutan wilayah kembali, perang terhenti dan tidak ada lagi yang mati sia-sia.
Namun, tidak dengan yang terjadi pada Bangsa Falks.
Saat para pemimpin mereka ingin membentuk suatu pemerintahan yangkuat dan terstruktur, para pemimpin terpecah menjadi dua kubu di mana dua pemimpin mendukung Walmond Wiltwizzy sebagai raja dari Bangsa Falks, dan seorang lainnya mendukung Bernard Powell sebagai pemimpin Bangsa Falks. Hingga rakyatlah yang harus memilih apakah Walmond Wiltwizzy atau Bernard Powell yang didaulat sebagai raja mereka.
Dan rakyat telah memilih, tatkala delapan puluh persen suara mereka bersorak-sorai mengagungkan nama Walmond Wiltwizzy.
Namun, seorang pemimpin besar adalah yang memiliki jiwa besar hati. Dan hal tersebut tidak terdapat pada jiwa Bernard Powell. Ambisinya dalam menguasai Bangsa Falks masih menggebu dalam jiwanya, hingga dalam sisi jahatnya ia merencanakan untuk mengambil alih kekuasaan dari tangan Walmond Wiltwizzy.
Jika dia tidak bisa, maka seseorang yang menyandang nama Powell harus bisa.
Dan apapun caranya, dia ataupun keturunannya harus memenuhi ambisi terdalamnya.
Menjadi seorang raja dari Bangsa Falks.
---
Gerimis menghujam bumi, menyusup dari dedaunan hutan pinus yang berjajar membentuk suatu koloni tersendiri, menghantarkan nada misterius bagi para penikmat, menyimpan sejuta kata bisu yang tak mampu diucapkan pada tetesan bening yang merajam partikel tanah. Dalam rintiknya, ia menyaksikan, lima makhluk berjubah hitam berjalan menembus rumput liar membentuk jalan setapak dari pijakan sepatu boat mereka, setiap langkahnya terdengar tegas dan beberapa yang tergesa. Mulut mereka terkunci, membiarkan suara rintik hujan bernyanyi sendiri.
Lilin-lilin kecil bercahaya di dalam sebuah gubuk berunsurkan anyaman bambu dan beratapkan anyaman dedaunan yang menjalin sedemikian rupa, terletak di jauh pedalaman hutan, tertutupi oleh rerimbunan dedaunan, jauh tersorot oleh sinar rembulan yang menghiasi kala malam mencekam. Bisik-bisik terdengar tatkala mereka menapaki teras yang terbuat dari rangkaian kayu oak, menghasilnya suara ketukan sepatu boat mereka dan bunyi derik kayu kala beban berat menghantamnya.
Seseorang berjubah hitam keluar dari gubuk tersebut, menyambut beberapa kawan mereka yang baru saja datang. Tudungnya jatuh ke bahunya dan menampilkan mata abu-abunya yang setajam elang, menatap rekannya dengan binar hormat dan tunduk. "Selamat datang, Tuan," ucapnya dengan senyuman tipis khas penghormatan. "Semua sudah menunggu Anda di dalam." Ia sedikit membungkuk dan meyingkir untuk memberi jalan pada rekannya.
Lima makhluk berjubah masuk ke dalam gubuk, disambut oleh sekitar belasan falks yang berdiri dan membungkuk hormat kepada mereka. Seseorang berjubah hitam yang berdiri paling depan mengangkat tangan lalu berkata, "duduklah." Dan mereka seketika mengikuti perintahnya. Dia berjalan, duduk di kursi paling ujung dari meja kayu berbentuk oval tersebut, kedua tangannya terangkat menampilkan jemarinya yang keriput dan menurunkan tudung jubahnya. Mata hitamnya yang segelap malam menyorot masing-masing dari rekannya, berusaha mengambil setitik emosi yang tersirat dari pancaran bola mata mereka. "Istana sudah mengetahui gerak-gerik kita," katanya pelan, namun ketegasan tersirat kental dalam intonasi katanya.
Semua terdiam menunggu perkataan dari pria diujung meja.
"Aku mau semua tetap waspada. Kita kuasai wilayah per wilayah secara pelan-pelan."
Tiba-tiba pintu gubuk tersebut tersentak membuka dengan bunyi benturan yang cukup keras dan menggetarkan dinding dari anyaman bambu dengan cara yang mengkhawatirkan. Seorang pria mengenakan pakaian serba hitam berdiri dengan seringaian angkuh yang tersungging di bibir tipisnya. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celananya dan mata caramelnya menyorot para makhluk di hadapannya dengan tatapan mengandung ancaman yang tak main-main. "Apakah aku mengganggu pertemuan kalian?" suaranya bagaikan desisan ular dan mampu membuat belasan makhluk di hadapannya tanpa sadar bergidik.
"Kau—"
Pria tersebut melangkah ke dalam, berbaur dengan belasan pria berjubah hitam. Ia menyeret kursi yang tersedia di sudut ruangan ke samping pria yang duduk di ujung meja. Duduk sejajar dengan kedua tangan yang dilipat di depan dadanya. "Aku ingin bergabung," katanya seraya tersenyum miring.
"Apa maksudmu? Bukankah kau—"
Pria tersebut menerengkan kepalanya kepada pemimpin kelompok tersebut, membuat kata-katanya lenyap begitu saja mengetahui sebuah ancman yang menguar dari pria tersebut. "Aku tahu kalian akan mengadakan kudeta pada klan Wiltwizzy," tembaknya langsung. "Aku akan memberikan bantuan pasukanku kepada kalian. Tapi aku mau kau memberikan satu hal." Kata-katanya sengaja diucapkan menggantung.
"Apa tujuanmu yang sebenernya?" tanya seseorang yang duduk di seberang meja.
"Menguasai dunia, dan membuatnya semuanya berada dalam genggamanku." Pria tersebut terkekeh sejenak. "Tapi tenang saja, kemungkinan bangsa yang akan kalian kuasai akan menjadi bangsa emasku, di mana pemimpinnya akan menjadi tangan kananku." Matanya berkilat licik. Bukankah selama ini kelemahan kalian terletak pada prajurit kalian yang masih tak berani melawan prajurit kerajaan?" pria tersebut tertawa licik. "Sejak dulu kau tidak akan pernah bisa menjatuhkan Wiltwizzy, Powell. Wiltwizzy adalah darah pejuang. Untuk menguasai Falks, kau harus menghancurkan yang terkuat. Semua makhluk tahu siapa yang terkuat di antara Wiltwizzy."
"Aiden Wiltwizzy," gumam semua makhluk berjubah.
"Mustahil kita membunuhnya," seru salah seorang yang lainnya.
"Prajuritku akan membantu kalian membunuhnya. Dengan sihir, dan setelah dia terbunuh jalan yang akan kau tempuh selanjutnya akan semakin mudah. Arthur Wiltwizzy hanya menyiapkan putra pertamanya untuk menjadi penggantinya, tidak dengan putra lainnya. Saat pewaris terkuat tiada, maka kau akan semakin mudah memberantas induknya."
"Apa yang kau minta sebagai imbalannya?" tanya pemimpin kelompok tersebut.
"Setelah kau bunuh sang pewaris, bawa Ratu Amethyst padaku."
"Ratu Amethyst ada dibalik sang pewaris."
"Satu-satunya yang menjadi kelemahan amethyst adalah sihir, Rekanku." Kemudian pria tersebut tersenyum licik. "Dan untuk sihirnya," jeda sejenak. "Aku lebih menguasai sihirnya dibandingkan dirinya sendiri, karena apa yang terdapat dalam tubuhnya pernah menjadi milikku," desisnya keji membuat semua makhluk di hadapannya berjengit ngeri. "Bagaimana? Aku hanya meminta Ratu Amethyst dan aku akan membantumu menguasai kerajaan."
Pemimpin kelompok tersebut menyeringai penuh makna, matanya berkilat dimana sekumpulan rencana jahat berbaur menjadi satu dalam kepalanya. "Aku bersedia."
---
Jakarta, 10 Februari 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK ROSE
Fantasy[IMMOSENCE SERIES #2] Ikatan yang membuat mereka terpisah dan ikatan pula yang membuat mereka menyatu. Ketika sebuah ikatan menjadi titik awal sebuah pemberontakan. Peringatan: Cerita tengah dalam perbaikan.