Epilog : Akhir

382 31 2
                                    

Cuaca sedikit mendung akibat dari awan yang menutupi matahari. Angin pun bertiup kencang, menerbangkan dedaunan yang gugur. Bukan hanya hari itu angin bertiup keras, hari lain pun sama.

Pertengahan 2023 nampaknya akan dipenuhi oleh hujan deras. Tanda-tanda itu sudah terlihat dari betapa sejuknya udara yang bertiup. Angin itu begitu sejuk sampai-sampai berhasil membuat beberapa orang menggigil.

Tak berbeda dari Seungcheol dan Jisoo yang kini sedang berhenti di suatu toko bunga. Seungcheol melarang keras Jisoo untuk turun dari mobil karena angin yang dingin. "Jangan turun dari mobil!" larang Seungcheol sambil melepas sabuk pengamannya.

"Aku mau milih bunganya, Cheol!" rajuk Jisoo seperti anak kecil. Tangannya menarik-narik kecil lengan baju Seungcheol. "Boleh, ya, ya?" Jisoo memelas, mencoba menggunakan semua jurusnya supaya dia dibolehkan untuk ikut memilih bunga.

Bunga yang dimaksud adalah bunga yang akan dibawa ke suatu makam. Hari ini, salah satu dari mereka akan mengenang indahnya masa lalu. Hari ini juga merupakan tanggal yang sama ketika salah satu dari mereka ditinggal mati oleh sang mantan kekasih 7 tahun lalu.

"Aku udah tau mau pilih bunga apa, kamu diem disini aja," balas Seungcheol, tak terjebak dalam tipu muslihat Jisoo. Tangannya meraih ponsel serta dompetnya, bersiap untuk keluar dari mobil. "Tunggu, jangan kemana-mana. Aku nggak lama," pesan Seungcheol. Mau tak mau Jisoo angguki.

Kaki panjang Seungcheol dibawa melangkah, menyusuri jalanan sebelum akhirnya memasuki suatu toko bunga. Walau terlihat seperti remaja badung, Jisoo mengikuti suruhan Seungcheol.

Jisoo tetap diam di dalam mobil seperti yang dibilang Seungcheol. Untuk melepas kebosanan, Jisoo mainkan kaca spion dalam, gantungan yang merupakan sun catcher, serta berulang kali melepas dan memasang sabuk pengamannya.

"Kamu pilih bunga apa, Cheol?" Itu yang pertama kali Jisoo tanyakan ketika Seungcheol baru saja mendaratkan tubuhnya di atas seat mobil. "Ih, iya, anginnya kenceng banget. Tadi jaketmu melayang-layang kayak mau terbang," komentar Jisoo mengenai cuaca yang baru terjadi.

"Bunga tulip warna putih," jawab Seungcheol. Sebuket bunga tulip itu dia berikan pada Jisoo yang diterima dengan baik. Menanggapi komentar Jisoo terhadap cuaca tadi, Seungcheol pun membalas, "Ya, makanya aku larang keluar. Kalau kamu keluar bisa-bisa kamu terbang."

Seungcheol mulai mengendarai kembali mobilnya, berputar arah menuju ke pemakaman. "Aku udah bilang, kah, tentang bunga yang aku mau ke kamu?" tanya Jisoo. Dia bingung karena Seungcheol bisa tahu dengan persis bunga yang dia mau.

Seungcheol menggeleng jujur, "Dipilihin sama florist-nya." Ujung matanya melirik wajah Jisoo yang terpampang senyuman. "Kamu kok mau minta maaf sama Seokmin?" Seungcheol memilih untuk bertanya sesuai dengan makna bunga itu.

Ada suara dengungan yang Jisoo buat sebelum menjawab, "Aku cuma mau minta maaf karena ninggalin dia sendiri." Seungcheol tahu betul apa yang sudah pasangannya lalui selama 7 tahun. Dia pun tahu betul betapa lelahnya mencintai seseorang yang tak bisa lepas dari masa lalu.

Tak mau suasana bertambah murung, Seungcheol memutuskan untuk mengeluarkan candaan. "Malas, ah, kamu kayak gitu terus. Aku jadi sedih," gurau Seungcheol.

"Ih, jangan gitu, Cheol!" ucap Jisoo dengan bibir yang murung ke bawah. Jisoo berusaha untuk tidak membuat Seungcheol sedih. "Itu, kan, dulu! Aku sekarangnya sayang sama kamu aja!" sanggah Jisoo, berusaha membuat Seungcheol percaya.

Seungcheol menaikkan satu alisnya, "Oh, iya? Tapi, kamu cuma cium pipiku pas aku tidur doang." Skak, Jisoo mematung. Pipinya pun memerah seperti diberi cabai. "Buktiin dong," tantang Seungcheol. Badannya dia dekatkan ke arah Jisoo.

[✓] Lost Memories: Before That Day | CheolSooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang