7. Pelukan

6.6K 457 17
                                    

Menjadi karyawan butik yang kebetulan bosnya tertarik, membuat Nada makin serba salah. Niatnya bekerja di sini hanya untuk mencari nafkah, tidak pernah terbesit dalam benaknya untuk memikat perhatian sang owner, tapiii ... banyak yang salah paham soal ini. Nada Judhitia memang masih muda, didukung paras ayu serta postur tubuhnya—yang meskipun sudah melahirkan, tapi tetap terlihat sempurna. Namun, sumpah demi Tuhan, Nada tidak punya maksud apa pun selain mengais rezeki.

Ia janda anak satu.

Siapa lagi yang akan menanggung hidupnya?

Orang tuanya sudah lanjut usia. Adiknya bekerja freelance juga untuk kebutuhannya sendiri. Kini Nada jadi tulang punggung keluarga. Maka tak heran bila banyak kepala yang berspekulasi bahwa Nada menerima Restu karena harta. Padahal jika bisa—walau kesannya sombong dan sok cantik, Nada ingin bosnya menjauh. Ia lelah dituding macam-macam.

"Kalau gue jadi lo ya, Nad, mending resign." Pita mengompori, melirik kedua temannya yang lain, yang tampak sibuk membenahi letak baju karena beberapa pelanggan yang datang asal menaruhnya ke sembarang tempat. "Toh, semisal lo nikah ama Pak Restu, lo nggak perlu kerja juga, 'kan?"

"Nggak ada yang mau nikah sama Pak Restu," tandas Nada, agak sinis.

"Ngaku aja kali. Semua orang udah tahu kok." Pita tertawa pendek, tawanya seolah merendahkan. Bahkan sorot mata gadis yang usianya tiga tahun di bawah Nada itu kentara sekali bahwa ia sedang berusaha membuat panas situasi. "Dengan Pak Restu nganter lo tiap hari, sampe kemaren unggah foto Eila ke story, jelas banget kalian ada hubungan. Cuma ... ya gue sih sebagai temen aja nih ya, mau ngingetin; lo sama doi kurang cocok."

"Gue sadar diri kok." Nada ingin menangis, sungguh.

Dicaci maki dengan cara halus atau terang-terangan sudah termasuk rutinitasnya, tapi tetap saja; kalimat pedas orang-orang benar-benar menyakiti hatinya. Mereka tidak tahu seberapa keras upaya Nada menghindari para kaum adam yang mencoba masuk ke kehidupannya. Dari Restu yang ia kenal enam bulan silam, Max teman gerejanya sejak umur belasan tahun, dan sederet laki-laki yang menaruh hati padanya. Yang sempat mengutarakan keseriusan mereka tapi Nada memilih untuk tidak menggubrisnya.

Bukan sok jual mahal, karena titik fokusnya cuma satu;

Eila Gauri Adhiyaksa.

Ck, bicara soal Adhiyaksa, Nada kembali teringat sosok Janu.

Amankah putrinya di luar sana?

Mengabaikan Pita yang akhir-akhir ini mendadak menyebalkan, Nada berderap ke tepi, mumpung butik sepi sedang kedua temannya yang lain asyik TikTokan. Ia cari nomor Nara untuk dihubungi dan suara adiknya menyahut, "Kenapa, Kak?"

"Eila udah pulang?"

"Udah."

"Sekarang anaknya mana?"

Terdengar gumaman panjang dari seberang.

Menciptakan kerut di kening Nada. "Ra, you okay?"

"I'm okay, Kak. Cuma agak mules aja, kayaknya mau dateng bulan."

Nada ber-oh-ria. "Kasihin hapenya ke Eila bentar dong, Kakak mau ngo—"

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang