8. Izin

5.5K 408 25
                                    

.

"Mama!" Eila menghambur memeluk ibunya yang duduk di tepi ranjang sementara Nada menyambut tubuh mungil anaknya sambil terkekeh geli. "Mama, Mama." Anak itu berdiri diantara kedua kaki ibunya, mendongak, bibirnya meneruskan, "Tadi Papa sama Kajo ke sini."

Nada sudah tahu setelah mendengar cerita ibunya barusan.

Juga pesan Janu tadi.

"Mmm ... Eila happy ditengokin Papa?" pancing Nada.

"Eya happy ada Kajo," kata Eila, beranjak naik ke pangkuan sang ibu. Setiap kali ditanya perihal Janu dan Kajo-nya, bibir Eila lebih fokus pada nama Kajo ketimbang ayahnya. Mungkin karena sosok yang ditemuinya pertama kali adalah Jovan. Ck, bahkan Eila lebih dulu bertemu Janu—kemarin sore, tapi ... kenapa justru Jovan yang menarik perhatiannya?

Atau karena Jovan lebih humble?

Entahlah.

Nada enggan ambil pusing. "Waktu ketemu Papa ... happy nggak?"

"Iya." Eila mengangguk sekadarnya lalu kembali pada Jovan. "Mama, Mama! Kajo punya sayap lho. Tapi Eya nggak boleh lihat, nanti Eya pinjem." Nada tidak mampu menahan tawanya, wanita itu tergelak. Meski keluarga Janu terkesan dingin—saat ia jadi bagian dari mereka, tapi tidak dengan Jovan.

Remaja SMP—yang mungkin sekarang sudah bertransformasi jadi cowok ganteng itu tidak pernah gagal buat Nada terhibur sepanjang hari. Bahkan ketika dirinya sadar sedang mengandung dan Janu sibuk mengurus surat perceraian, Jovan lah yang menghibur Nada. Saat itu, aplikasi TikTok mulai booming, sampai hampir diblokir kominfo karena platform tersebut dinilai memberi dampak negatif bagi anak-anak.

Kembali pada Jovan. Ia yang kala itu masih duduk di bangku kelas delapan, saben sore—tepatnya pulang sekolah, bukannya langsung mandi malah bikin konten joget-joget. Karena Cindy—ibunya—mengancam; kalau tu anak berani kelayapan, maka wanita itu nggak akan segan-segan memotong uang jajannya sebulan full. Alhasil, sebagai pengalih penat, Jovan membuat konten TikTok.

Dan Nada yang awalnya nggak tahu mendadak tertarik.

Ah, sekarang Nada paham; mungkin karena Jovan selalu menghibur Eila sejak anak itu masih dalam kandungan.

"Eila," panggil Nada, memeluk tubuh mungil anaknya. Eila masih mendongak untuk menatapnya. "Tadi waktu sama Papa, Eila ngobrol apa aja?" pancingnya, ingin tahu.

Eila bergumam sejenak, netra bulatnya tertuju pada kancing kemeja ibunya, lalu ia mainkan seraya menjawab, "Eya ngomongnya sama Kajo. Eya sukanya sama Kajo."

"Papa?" Nada mengerutkan alis.

Anggukkan Eila merespons. "Tapi banyaknya sama Kajo."

"Eila—"

"Kak!" Suara Nara menginterupsi, bersamaan dengan bunyi derit yang dihasilkan pintu kamar. Otomatis Nada menoleh, pun Eila. "Ada Mas Janu di luar." Sontak jantung Nada seakan berhenti berdetak. Ia tidak pandai memulai komunikasi, entah kalimat apa yang harus ia lontarkan untuk menyambut sang mantan.

Ck, bahkan Nada masih kaku menyebut Janu sebagai mantan suaminya.

Bukan. Bukannya Nada tidak ikhlas pisah dengan laki-laki itu, hanya saja ... dengan pernikahan mereka yang terbilang singkat, itupun berlangsung karena simbiosis mutualisme, agaknya terdengar aneh menyebut pria itu sebagai mantan—seakan-akan mereka pernah merajut bahagia, hingga menciptakan mimpi untuk hidup bersama.

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang