🏘️Komplek Bumi : Nol🌏

426 72 20
                                    

Komplek Bumi : Nol
Selamat Membaca
.
.

Pagi yang tenang. Begitulah pikir pemuda yang baru saja berdiri di teras rumahnya. Teh hangat ditangan, sarung yang digunakan untuk menutup kepala dan sebagian tubuhnya, dan mata yang sayup-sayup karena kurang tidur nampaknya. Dia menguap kecil, duduk di pagar keramik rumah sambil menyeruput teh nya.

"BOCAH GENDENG!!! BALIKIN SENDAL GUEE!!!"

Baru saja ingin menikmati subuh yang tenang sambil mendengarkan bacaan-bacaan doa dari pengeras Masjid, pemuda bernetra merah itu menggerutu sebal mendengar teriakan yang familiar sekali di telinga dibarengi tawa bocah-bocah setan yang sangat dia tau.

Benar saja, terlihat 6 bocah sarungan yang berlari-larian membawa beberapa pasang sandal disertai 3 orang pemuda seusia nya yang berlari mengejar mereka. Pemuda itu hanya memerhatikan sambil kembali menyeruput teh nya, "Untung gue gak Shalat ke Masjid."

Ketenangan kembali, membuat pemuda itu kembali bersyukur dalam hati. Namun itu tidak sebentar, kala kini 3 pemuda itulah yang dikejar balik oleh 6 bocah kematian barusan. Dengan 3 orang bocah membawa ketapel.

"UPAAANN!!! INI KENAPA JADI KITA YANG DIKEJAR, ANJING?!!

"MANA GUE TAU!!!"

Pemuda bernetra merah sudah tidak heran dengan pemandangan itu disekitar komplek, namun dia selalu tidak habis pikir dengan tingkah 6 anak yang selalu mengganggu ketenangan orang-orang sekitar, lalu berlindung di balik kata, "Maap ya, kami janji gak gitu lagi."

Pemuda bernetra merah kembali menatap cangkir yang sudah habis isinya dan akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Namun baru diambang pintu, Halilintar tersentak kaget kala mendengar desisan kucing peliharaannya yang selalu dia tau. Segera berbalik badan, mendapati 6 bocah yang sudah ada di pekarangan rumahnya mencoba membawa kabur kucing hitam kesayangannya. "WOI!"

"AAAA LARII!!!"

.
.
Bentar yak
.
.

"Ribut sama siapa lagi tadi?" Halilintar dengan wajah merengut menatap seorang pria sarungan yang sedang duduk di sofa ruang tengah sambil membaca koran. Mendengus kecil, Halilintar membuka sarung merahnya yang melipatnya.

"Bocah-bocah. Kucing ku mau dibawa kabur."

"Elah kucing doang. Bagus lagi kasih mereka, jadi gak usah pelihara lagi." ucap pria itu santai, kembali membaca berita di koran.

"Halah, kemarin si Hitam kabur kawin aja ayah yang nyariin setengah mati sampe jaga di pos ronda seminggu." Ungkit Halilintar dengan nada datar. Pria itu hanya berdeham kecil, memilih diam dan malas untuk mengakui itu. Halilintar menghela nafas kecil, berjalan ke counter dapur untuk membuat teh baru dan membuatkan segelas kopi untuk si ayah.

KIta prolog kembali. Pagi yang cerah, sinar mentari perlahan timbul dari ufuk Timur mencerahkan sebagian besar dari Bumi. Begitu juga komplek yang asri dan bersih, Komplek Bumi. Beberapa orang nampak mulai keluar dari rumah masing-masing untuk melakukan aktifitas seperti biasa di pagi Minggu yang cerah ini.

Halilintar, pemuda 20 tahun yang tinggal bersama ayahnya untuk menemani pria yang sudah tinggal sendiri karena perceraiannya dengan istri. Voltra, sang ayah, setuju akan menghidupi Halilintar 100% sampai pemuda itu bisa dapat pekerjaan tetap. Biarkan si anak kuliah semaunya dulu dengan jurusan Manajemen Bisnis.

"Kamu gak ada kelas hari ini?" tanya Voltra.

Halilintar nampak dibuat berpikir sejenak, "Minggu loh ini, Yah."

"Oh lupa."

"Makanya jangan nganggur."

"Cangkem mu itu! Ayah kerja online!" ucap Voltra kesal. Halilintar mendengus kecil, meletakkan cangkir kopi di meja. Setelahnya, pemuda itu berjalan menuju kamarnya untuk segera mandi.

Voltra menggeleng kecil, pemuda itu benar-benar menuruni sikapnya. Namun, yasudahlah. Meraih cangkir kopinya, Voltra melirik ke arah pintu depan saat mendengar cekikikan beberapa anak kecil. Curiga anak-anak itu kembali mengganggu si Hitam, Voltra berjalan ke arah pintu dan mengintip sedikit di jendela.

Si Hita aman saja bergolek di atas pagar keramik, namun dia benar-benar melihat 6 bocah dengan baju warna-warni itu tengah berada di pekarangan rumahnya. Dan apa yang mereka bawa itu, panci dan centong?

Yang bermata jingga kemerahan mengangkat panci juga centong nya lalu mulai mengetuk-ngetuk centong stainless ke bagian pantat panci. "BANG HALI! BANG HALI!!"

Voltra menahan tawanya saat dia mendengar keluhan keras dari arah kamar anak tunggal nya. Voltra mengerjapkan mata saat tidak sadar bahwa Halilintar sudah berjalan keluar dengan sapu ditangannya, "PERGI LO!"

Keenam bocah itu dengan santainya berlari pergi, namun yang membuat mata Halilintar melebar adalah saat anak bernetra hijau kekuningan membawa sepatu kuliahnya.

"BOCAH KAMPRETT!"

Dan yah, selamat datang di Komplek Bumi. Dengan 6 bocah iblis kesayangan kita.

.
.
Udah. Garing? Baru opening

Komplek Bumi [Boboiboy Local AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang