Pagi ini Adara cukup disibukkan dengan persiapan fashion show yang akan diselenggarakan pekan depan disebuah hotel bintang lima di jakarta pusat. Beberapa karya rancangannya akan di tampilkan bersama para perancang busana muslimah lainnya. setelah rapat persiapan bersama teamnya, ia kembali keruang kerjanya, di belakangnya menyusul Rina, sang asisten.
Setelah Adara duduk di kursi kerjanya, Rina mengulurkan sebuah map hitam tebal kehadapan Adara, lalu mengambil duduk di kursi depan meja sang Bos.
" ini ada beberapa sampel kain batik yang akan kita ajukan pada Ibu Handoko ", kata Rina mulai menjelaskan. " hari ia mengajukan janji temu untuk menyepakati motif kain dan rancangan yang akan di pakai nanti ". Adara membuka map yang tadi Rina ajukan, setidaknya ada sepuluh motif kain batik yang di pandang cocok untuk acara formal pertunangan putri bungsu Bu Handoko. Bu Handoko, adalah isteri seorang konglomerat yang akan mengadakan pesta pertunangan untuk putri bungsunya, dan dalam acara tersebut, seluruh keluarga Handoko yang hadir akan mengenakan seragam batik, mereka mempercayakan butik Adara collection untuk menangani. Tentu, ini merupakan salah satu prestasi besar bagi adara, karena selain akan menghasailkan pemasukan yang besar, juga akan membuat Adara semakin dikenal oleh kalangan elit negeri ini sehingga kedepannya rancangannya akan semakin dikenal luas.
Adara mengeluarkan buku dari laci mejanya yang berisi gambar-gambar rancangan yang akan ia tawarkan pada sang klien.
" kamu sudah menentukan waktu dan tempatnya ?", tanya Adara sambil mengamati kembali beberapa sketsa busana dalam buku rancangannya
" Dia punya waktu kosong siang ini, kalau tempat, saya menunggu persetujuan Mbak Adara dulu ". Rina dan Adara sudah kenal lama, bahkan sebelum Adara merintis usaha butiknya. Rina adalah anak dari salah satu asisten rumah tangga keluarga Adara beberapa tahun lalu, saat ibu Rina meninggal dunia, orangtua adara memutuskan untuk membiayai sekolah Rina sampai selesai, saat sekolah dan kuliah, Rina tinggal di kos-kosan dekat dengan tempat ia menimba ilmu, setelah lulus iapun memutuskan untuk bergabung di butik Adara dan menjadi orang kepercayaan dan bisa di andalkan oleh Adara, karena itu mereka sangat dekat dekat, Adara lebih nyaman di panggil Mbak dari pada Ibu oleh Rina.
" Kalau gitu di kafenya kak Ares saja "
" baik Mbak, saya akan hubungi bu Handoko ".
" kamu ikut kan Rin..."
" tidak Mbak, saya sudah ada janji ketemu dengan salah satu pegawai dari pabrik tekstil yang rencananya akan bekerjasama dengan kita".
" oh.. oke, saya akan keluar sebentar lagi ". setelah pamit Rina pun meninggalkan ruangan Adara.
Pukul duabelas lewat beberapa menit Adara sampai di kafe, setelah masuk iapun memilih meja di sisi jendela, tempat paling paforit baginya kalau bertandang ke sini. seorang waiter laki-laki datang dengan senyum ramah
" Assalamu alaikum Mbak Adara ", sapanya dengan suara lembut melambai, _agak lain dia memang_
" wa alaikum salam jeng kelin ", balasnya dengan suara yang dimirip-miripkan dengan sang pelayan, laki-laki gemulai itu cemberut, adara terkekeh pelan.
" mau pesan moccacino ?".
" ih ko tau ? ", Adara tersenyum lebar sampai membuat kedua sudut matanya menyipit.
" terbaca ko lewat outfitnya Mbak hari ini ", waiter itu penunjuk busana Adara hari ini dari kepala sampai sepatu. ya... hari ini Adara memakai jilbab dengan warna mocca dipadukan dengan bros gold, gamis lebar hitam memancarkan aura keanggunan di padukan dengan sneakers putih, di tambah lagi dengan paras yang anggun rupawan, kulitnya putih bersih, wajah glowing tanpa jerawat, impian semua wanita indonesia, menyejukkan setiap mata yang memandang.
" ia deh, secangkir moccacino ", kata Adara kemudian.
Tanpa Adara sadari, sejak beberapa waktu lalu, tepatnya saat mulai masuk ke kafe ini, ada beberapa pasang mata yang terus mengawasinya, menjadikannya pusat perbincangan dalam kumpulan mereka, hingga satu diantaranya beranjak meninggalkan yang lain kearah objek yang sejak tadi mereka ributkan
" Hei... Adara ". yang di panggil menoleh
" eh, pak dokter ". Adara berdiri dari duduknya sebagai bentuk keramah tamahan
" duduk aja ". cegahnya sebelum adara benar-benar berdiri
" duduk dok.., ko' kebetulan ya ? ".
" ia, terimakasih ". laki-laki itupun menarik kursi yang berada tepat di hadapan Adara. " kebetulan teman-teman ngajakin keluar, ngajakin ngopi, jadi saya rekomendasikan tempat ini ". Adarapun mangut-mangut. " kamu ada janji ketemu ?", tanyanya kemudian.
" ada klien, mungkin dalam perjalanan".
" boleh saya temani sampai klienmu datang ?".
" bileh saja, tapi bagaimana dengan teman-teman pak dokter ?".
" aman, mereka pada lagi sibuk berbagi cerita seputar dunia perbapakan, maklum mereka semua sudah bapak-bapak ", katanya sambil tersenyum, mengingat tadi ia tinggalkan mejanya tanpa satupun yang menyadari. itu yang di sangka gilman, padahal faktanya tidak, di belakang dokter muda itu mereka mereka menggibahinya. " tapi ngomong-ngomong, jangan panggil dokter dong kalau tidak lagi dirumah sakit, kita kaya' orang tidak saling kenal saja sebelumnya ". Adara mengulum senyum dan menagngguk-ngangguk.
" baiklah... kak gilaman, the most wantednya SMA tunas bangsa ", katanya dengan senyum yang semakin lebar. Kecantikannya bertambah berkali-kali lipat dimata gilman sampai ia salting. Adara dan Gilman pernah belajar di SMA yang sama, saat Gilman sudah kelas duabelas Adara baru kelas sepuluh, tidak ada yang tidak mengenal Gilaman, pria tinggi, tampan, ketua osis, juara kelas, anak orang kaya, pemilik rumah sakit swasta terbesar di jakarta, dan berderet kelebihan lainnya, namun ia bukan orang yang mudah didekati, dingin dan datar, namun entah mengapa predikat dingin dan datar itu kini hilang di mata Adara sejak pertemuan pertama mereka kembali setelah kurang lebih delapan tahun, setelah lulus SMA, kabarnya gilman melanjutkan pendidikan keluar negeri, percayalah Adara bukan salah satu dari penggemar rahasianya, hanya saja laki-laki itu terlau famous, sehingga akan selau menjadi topik hangat dalam perbincangan para gadis-gadis di sekolahnya.
Gilman tergelak mendengar julukan yang Adara sematkan padanya, dan wow... Adara terkesima dengan senyum yang dulu tidak pernah ia lihat dari sosok Gilman remaja.
" sepertinya dulu Aku tidak cukup peka dengan lingkungan sekitar ", katanya, masih dengan senyum menawan tersungging disudut bibirnya. " tapi Aku cukup peka dengan keberadan kamu lho", lanjutnya lagi. Adara membolakan matanya dengan ekspresi tak percaya " sungguh...", Gilman meyakinkan. " kamu sejak masuk sebagai siswa baru pada saat ospek sudah menarik perhatianku, kamu beda, terlihat bersinar dari yang lain". blushh... Adara salting, wajahnya bersemu merah, di bingung sendiri bagaimana menanggapi Gilman." Adara...". itu bukan panggilan dari Gilman. Gilman dan Adara menoleh bersamaan ke sumber suara.
" eh... Bu Handoko ", Adara pernafas lega, merasa terselamatkan dari pujian Gilman yang terdengar seperti gombalan receh anak remaja, setidaknya itu menurut Adara.
Adara berdiri menyambut kliennya, mengulurkan tangan dan mempersilahkan duduk.
" Tante Tere..."
" eh... man kamu disini juga?".
" ia lagi ngumpul bareng teman, tuh ada Nathan juga", tunjuknya kearah meja dimana teman-temannya lagi asik bercengkrama.
" pantas aja, tadi mama telfon Nathan suruh antar mama tapi katanya lagi ada reunian, ternyata ini toh, eh... Adara kenal gilman juga?, atau kalian....". goda bu handoko dengan kerlingan satu mata. mereka masih dalam posisi berdiri.
" kebetulan saja ketemu disini, dan pak dokter ini dulu satu sekolah dengan saya di SMA", adara mencoba meluruskan. mendengar itu Bu Handoko hanya ber oh dan menagngguk. Adara dan bu handoko kemudian duduk, sementara Gilaman hendak pamit.
" Gilman pamit ya, mau kembali ke meja sana, tadi cuma nyapa Adara sambil nunggu kliennya yang ternyata itu Tante, dari pada Adara gabut sendian menunggu ". Iapun terkekeh setelah mengatakan itu, sementara adara mencebik mendengar kata _gabut_."Gilman itu anak dari sahabat tante", katanya sesaat setelah gilaman meninggalkan mereka. Adara hanya mengangguk-ngangguk, bingung mau jawab apa, apalagi tadi di buat salting dengan perkataan Gilman.
Dimenit berikutnya hingga tiga puluh menit selanjutnya mereka mereka lewati dengan membahas apa yang menjadi tujuan pertemuan mereka, di temani secangkir moccacino dan latte, semakin menambah kehangatan dan keakraban lebih dari sekedar klien.Setelah Bu Handoko Meninggalkan kafe, Adarapun bersiap-siap untuk keluar dan terlebih dahulu membenahi barang-barangnya yang berserakan di meja, namun ada yang sedari tadi mengganggu pikarannya, bahkan sejak beberapa menit ia masuk kedalam kafe ini, ia merasa ada yang mengawasi, sesekali ekor matanya menagkap satu sosok yang duduk diantara teman-teman Gilman memandang kearahnya secara intens, Adara merasa tidak mengenal orang tersebut, sehingga sesekali ekor matanya mencuri pandang pada sosok tersebut, ia tidak berani terang-terangan memandang kearah orang tersebut, selain karena merasa tidak mengenal, ia juga merasa tidak nyaman dengan lawan bicaranya, yaitu Gilman dan Bu Handoko, yang sepertinya mereka saling mengenal, bahkan tadi sebelum Bu Handoko meninggalkan kafe, ia sempat berhenti di depan meja tersebut beberapa saat sebelum berlalu. Namun karena rasa penasaran cukup mengganggu pikiran Adara iapun mengangkat wajah dan pandangannya dari perlengkapan kerja yang berserakan di diantara sisa makan siang mereka yang belum di bereskan oleh waiter kearah meja yang letaknya tidak jauh dari pintu masuk. 'degg' Orang itu masih di sana, pandangan mereka bersirobok, laki-laki itu tersenyum dan memberikan anggukan, mungkin semacam sapaan, setelah itu ia berdiri, berlalu, meninggalkan kafe dan Adara yang masih merangkai ingatan tentang siapa Dia, seperti tidak asing, bahkan sampai akhir, ia meninggalkan kafe, belum ada jawaban yang melintas di kepalanya, mungkin Adara harus mengakui kalau ia memang payah dalam hal mengenali dan mengingat orang-orang baru di lingkungannya, kecuali pada orang yang sudah berinteraksi lama dengannya, atau orang yang telah memberikan kesan mendalam di pertemuan singkatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A&K
General Fictionkamal jayendra, seorang duda sukses yang bercerai Karena istrinya berselingkuh dan hamil anak selingkuhannya secara tidak sengaja bertemu dengan Adara, beberapa kali bertemu secara kebetulan membiaskan rasa dihati Kamal. hingga satu fakta menarik te...