22. Perhatian

3.7K 296 24
                                    







malam tak pernah damai

bagi mereka yang terluka

berperang dengan isi kepala

lupa terlelap barang sekejap








"Yesus cintaku, kucinta kau, kau cinta dia. Yesus cintaku, kucinta kau, kau cinta dia." Berdiri diantara kedua kaki ibunya, Eila melantunkan sebuah lagu. Sementara Nada yang menyisiri rambut ikal anaknya turut menyumbang suara. "Yesus pokok dan kita lah calang-Nya, tinggalah di dalamnya. Yesus pokok dan kita lah calang-Nya, tinggalah di dalamnya. Pastilah kau akan berbuah."

"Pinter banget anak Mama," puji Nada.

Memancing senyum malu-malu Eila. Gadis kecil itu melompat naik ke kasur, bergerak ke tengah-tengah untuk mengambil ponsel ibunya yang semalam ia banting. Benda itu tidak lagi tertolong, selain benturan yang cukup keras, usianya juga sudah cukup lama. Perlu dilem biru alias dilempar ganti yang baru.

"Mama, mau lihat youtube," rengek Eila.

Nada menghela napas, lalu dibuang perlahan. Ia tatap putrinya selagi tangannya mengambil alih ponsel tersebut. "Hape Mama perlu diservice dulu," katanya. "Nanti ya kalau udah beres. Sekarang Eila sarapan sama Titi, Mama mau siap-siap."

Dengan bibir mengerucut kecewa, Eila berangsur turun. Melenggang keluar, kakinya diayun menuju sang tante yang duduk anteng di meja makan sambil mesam-mesem. Atensi remaja cantik itu terpusat pada layar ponsel berlogo gigitan apel. Eila menarik kursi kosong-dekat bangku yang didudukki Nara, kemudian beranjak naik, duduk di sana dan menatap tantenya dengan serius.

Nara mendekatkan bibir ke layar ponsel, berujar manja. "Ya udah, jemput sekarang!"

Setelah mengatakan itu, Nara melenggak-lenggokkan badan dan menggenggam benda pipih tersebut dengan kedua tangan, menunjukkan ekspresi gemas sekaligus salah tingkah. Buat Eila yang kerap menyaksikan tingkah aneh Titi-nya cuma bisa geleng-geleng kepala.

Tak berselang lama, ponsel Nara berdenting singkat. Dengan semangat, penggemar oppa oppa dari negeri gingseng itu membuka chat yang baru saja masuk, menekan tombol mic untuk mendengar voice note dari Yogas. Sedang Eila yang kepo sedikit melongokkan kepala ke arah ponsel sang tante-walau tak sampai.

"Iya, Hun. Aku ke sana sekarang. Udah dong, jangan ngambekan."

Nara menganga, tertawa tanpa suara, kemudian ia simpan ponselnya ke dalam tas. Menoleh ke sisi, ia parkirkan kecupan sayang di pipi chubby Eila. "Bye-bye, Bocil! Hari ini ai mau kencan, you berangkat sama bapak you ya. Daaaah!"

Bibir Eila melengkung turun, ekspresinya berubah mendung.

Tepat ketika figur Nara lenyap dari pandangan, Nada muncul dengan celana jins hitam panjang dipadu baju seragam batik. Menguncir surai hitam sepunggungnya dengan gaya jedai, wanita itu mendekati si kecil. "Loh, Titi mana?"

"Pelgi, Ma," jawab Eila, sedih.

"La, sarapan dulu," celetuk Nimaz yang tahu-tahu nongol sambil membawa piring. Eila cemberut begitu Uti-nya duduk di sampingnya dan bisa ia lihat sarapan legendaris yang selalu ia telan setiap pagi. "Nanti berangkat sama Uti. Mamamu masuk shift pagi soalnya."

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang