Bab 1

41 13 16
                                    


Nb : Kalau ada tulisan dan kata yang kurang tepat mohon tandai. Makacii 🤗

"Sudah puas jadi anak pembangkang!"

Teriak Mas Dipta sambil berkacak pinggang. Wajahnya yang biasa terlihat ketus kini semakin ketus saat beberapa urat lehernya terlihat menonjol dengan wajah memerah.

"Dip, udah!" lerai Mas Tama sambil meminta Mas Dipta duduk.

"Mas, masalah anak ini sudah terlalu fatal. Sudah bikin malu keluarga, dan kamu masih saja tetap membela. Ndak ngerti lagi aku sama jalan pikiranmu Mas!"  protes Mas Dipta yang kemudian memilih beranjak ke arah dapur sambil medumal tidak jelas.

Mas Tama menatapku dengan senyuman tipis, sangat tipis. Aku tahu raut wajahnya menunjukkan hal berbeda. Laki-laki ini berusaha menyembunyikan kecewanya di balik senyuman palsu itu. Mungkin niatnya ingin menenangkan. Namun, aku malah berpikir dia hanya iba terhadapku.

"Percuma juga sih kamu baik sama dia Mas, buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Sekali lonte yo tetep lonte!" ujar Mas Yoga dengan penuh penekanan.

Satu isakan kecil lolos dari bibirku yang sejak tadi terkunci rapat. Jika Mas Dipta adalah sosok kakak yang terang-terangan membenciku. Maka Mas Yoga adalah sosok pendiam yang sekalinya berbicara mampu membuat lawan bicaranya terluka.

"Yog, jaga bicaramu!" seru ibu dari balik pintu kamar. Wajahnya yang pucat serta kantung matanya yang terlihat lelah jelas saja membuatku merasa bersalah.

Mas Tama segera mendekat, mendekap tubuh kurus ibu dengan penuh kasih sayang.

"Loh, memang kenyataan kan buk! Dia ini cuman anak selingkuhan bapak yang mendapatkan kemurahan hati dari wanita yang di hianati selama bertahun-tahun."

Nada tinggi yang keluar dari bibir Mas Yoga berhasil menamparku hingga membuatku mual. Berlari memasuki kamar mandi, aku pun memuntahkan seluruh isi perutku pagi ini sambil meremas dadaku yang sudah babak belur akibat cacian dari kedua kakakku.

"Kenapa, hamil kamu Sa?" tuduh Mas Dipta yang kini tengah berdiri di depan kamar mandi sambil menyilangkan kedua lengannya. Semirik senyumnya membuatku tertunduk dengan senyuman masam.

"Makanya jangan sering gonta-ganti om, om, gini kan jadinyaaa!" ejek Mas Dipta dengan pandangan mengintimidasi.

"Sa!" panggil ibu dari arah ruang tamu.

Senyumnya yang begitu hangat membuatku tersenyum tipis. Berjalan mendekat, aku bersimpuh di bawah kaki ibu sambil terisak.

"Bu, maafkan Sasa," bisikku sambil mencengkram daster lusuh milik ibu dengan begitu erat. "Sasa ndak tahu, bahwa Andre akan senekat ini. Bukan mau membela diri, hanya saja tolong maafkan atas kenakalan masa remaja Sasa."

Mungkin telat untuk mengakui semuanya. Namun, aku tahu bahwa apa yang telah kuperbuat jelas saja membuat Ibu dan Mas Tama malu. Aku bukan orang suci yang akan membela diri jika Mas Dipta dan Mas Yoga menuduhku anak nakal. Kenakalan masa remaja serta kehidupan bebasku jelas menjadi bumerang untuk kehihidupanku saat ini.

Menjadi seorang model dan brand BA dari beberapa produk kecantikan, jelas saja membuatku menjadi sorotan akhir-akhir ini. Dengan segala pemberitaan miring tentunya membuat keluarga besarku malu, terutama ibu.

Depresi karena sering menjadi anak yang tersisihkan membuatku lupa akan siapa diriku dan darimana diriku berasal. Bertahun-tahun hidup dengan penuh ketakutan akan ancaman Andre membuatku memilih membiarkan mantan kekasihku itu menyebar luaskan beberapa video kenakalanku dulu.

"Terima pinangan Mas Dana ya Sa?" pinta ibu dengan nada pelan.

"Ini jalan satu-satunya agar permasalahan ini cepat selesai." Mendengar penuturan ibu, aku hanya bisa terdiam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langit KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang