41

139 27 3
                                    

Sana mengerutkan dahi saat mendapat sebuah pesan singkat dari nomor yang tak dikenal. Pesan itu berisi kode-kode yang bahkan tak dia mengerti. Namun, dia memilih untuk mengabaikannya dan berpikir pesan itu hanya pesan iseng yang dikirim kepadanya.

Suara benda jatuh dari luar membuat Sana buru-buru menyingkap selimutnya. Perlahan dia membuka pintu kamar dan mengintip apa yang sebenarnya terjadi di sana. Dia kemudian mencoba menahan tawa saat tahu apa yang sebenarnya terjadi saat ini.

Seorang pria dengan jas yang sudah sebagian berwarna putih karena tepung itu benar-benar memberikan sedikit hiburan pada Sana. Selama beberapa hari ini, mereka memang seperti lebih menjaga jarak dan Sana cukup merindukan suaminya itu.

Setiap hari Taehyung memang mencoba memasak makanan untuknya. Namun, pria itu akan pergi lebih dulu dan pulang larut untuk memberi kenyamanan pada Sana. Namun, itu malah membuat Sana lebih tersiksa karena rasa rindu.

Sana tahu, seharusnya dia membenci Taehyung karena mau bagaimana pun, pria itu sudah pasti terlibat dalam kematian sang kakak. Dari yang pernah dia lihat, Taehyung bahkan lebih dari mampu untuk melakukannya. Namun, satu fakta yang dia temukan membuat dirinya berpikir Taehyung sebenarnya tidak membunuh sang kakak. Fakta mengenai pesan terakhir yang ada di ponsel Taehyung. Pesan yang berisi sang kakak yang bersikeras ingin menyelamatkannya dari penyekapan.

Sana masih memerhatikan Taehyung yang asyik menyampurkan satu demi satu bahan dengan bermodalkan video yang dia tonton. Sesekali Taehyung juga membuat kesalahan yang lagi-lagi harus membuat Sana menahan tawanya agar tak ketahuan sedang mengintip.

"Aku akan tidur lagi," gumam Sana kemudian menutup pintu kamar itu secara perlahan.

"Kenapa rasanya seperti ini?" gumam Taehyung saat mencoba adonannya. Dahinya berkerut mencari kesalahan yang membuat adonannya terasa kurang enak. "Apa garamnya terlalu banyak? Apa yang harus kulakukan?"

Taehyung merogoh sakunya kemudian mencari nomor seseorang dan menghubunginya. Beberapa saat memang belum ada jawaban hingga Taehyung harus meneleponnya 3 kali.

"Yak! Kenapa lama sekali?"

Orang dari seberang sana terdengar menguap. "Tuan, ini jam berapa? Kau tahu? Aku baru tidur setelah 2 hari mengurus beberapa hal. Tolong biarkan aku tidur."

"Hakyung, kau sudah berjanji akan membantuku kapan pun."

"Baiklah, kali apa?" tanya Hakyung yang malah terdengar seperti putus asa. Namun, mau tak mau dia harus membantu karena sudah telanjur berjanji pada Taehyung juga Yeojun.

"Kau ... Tau soal membuat kue?"

"Astaga, kau meneleponku karena itu?"

"Masalahnya, aku sudah berusaha dan hasilnya buruk."

"Beli saja."

Taehyung berdecak karena jawaban Hakyung. Memang benar itu akan lebih baik. Namun, dia ingin membuat sesuatu yang spesial. Dia tahu Sana paling suka dengan makanan manis. Jadi, dia berusaha untuk membuatkannya.

"Baiklah, aku akan kirim resepnya. Tapi jangan meneleponku lagi."

"Baiklah. Tapi aku tidak bisa jamin itu."

***

Aku tau rasanya tidak terlalu baik. Tapi tolong cicipi^^

Sana tersenyum saat menemukan sebuah catatan kecil dekat kue yang disajikan Taehyung. Dari tampilannya memang tidak terlalu meyakinkan. Namun, dia akan mencoba percaya pada rasanya.

Namun, sebelum mencicipi, Sana lebih dulu mencari keberadaan pria yang sudah membuat kue itu semalaman. Dia mencari ke setiap ruangan yang ada di apartemen itu, tetapi Taehyung tak bisa ditemukan di mana pun.

Hingga akhirnya dia menemukan Taehyung tertidur pulas di gudang penyimpanan sambil sesekali menggaruk rahangnya.

"Oppa, kau akan terus tidur di sini?" tanya Sana sembari menepuk halus bahu Taehyung agar terbangun. Namun, Taehyung malah semakin pulas. Hingga akhirnya Sana memilih untuk membiarkan Taehyung tetap tidur. Lagipula Taehyung menggunakan alas tidur serta selimut di sana.

Sana kembali melangkah menuju meja makan. Namun, langkahnya harus terhenti kala nomor yang kemarin mengirimkan pesan padanya, kembali mengirim pesan. Kodenya sama dan Sana berpikir mungkin saja ada maksud tertentu dari pesan itu.

"Apa maksudnya?" gumam Sana saat menemukan beberapa angka serta huruf yang digabungkan. Terlalu abstrak hingga Sana tak bisa menarik kesimpulan apa-apa.

Namun, semenjak kejadian yang hampir merenggut nyawanya, dia berpikir ini mungkin dikirim oleh musuh suaminya.

"Ini terlalu pagi untuk berpikir," gumam Sana kemudian menyantap kue yang ada. Rasanya tidak terlalu buruk. Hanya terdapat kekurangan kecil. Dia yakin Taehyung tidak memasukan pengembang yang cukup.









"Hyung?" Hakyung yang tadi sedang bicara dengan seseorang, segera teralihkan pada seorang pria yang terbaring di atas tempat tidur. Pria itu nampak bingung dan mengedarkan pandangannya.

"Di mana Sana?"

Hakyung mengangguk dan meminta pria yang tadi ada bersamanya di sana, keluar. Dia lantas memastikan pria yang tadi terbaring, sudah baik-baik saja.

"Dia baik-baik saja."

***

Menikmati angin malam dan melihat pemandangan yang dibentuk lampu-lampu itu adalah hal yang selalu Sana lakukan beberapa hari ini. Dia merasa ini cukup menenangkan. Dia sudah lupa kapan terakhir kali dirinya hidup bebas. Rasanya benar-benar menyesakan harus tinggal di apartemen tanpa pergi ke mana pun.

"Bisa temani aku?"

Pertanyaan itu cukup membuat Taehyung yang diam-diam berdiri di belakang Sana, terkejut. Padahal dia hanya diam-diam ada di sana.

"A-aku harus pergi," jawabnya dengan panik.

"Aku tahu kau berbohong."

Taehyung menghela napas kemudian memilih duduk di samping Sana. Dia tahu tindakannya terlihat seperti seorag pecundang. Dia terlalu pengecut untuk menghadapi tatapan Sana.

"Ada yang ingin kau katakan?"

"Apa kita bisa tidak membahasnya?" tanya Taehyung yang tentu sudah tahu arah pembicaraan Sana.

Sana memberikan ponselnya pada Taehyung. "Kode itu, apa benar?"

Taehyung membulatkan mata kemudian menatap Sana tak percaya. Kode itu jelas dikirim oleh Yeojun karena selama ini memang hanya Yeojun yang menggunakannya.

"Kenapa tidak bilang dan malah memintaku menembakmu?"

Taehyung meletakan ponsel itu di atas meja kemudian menatap ke depan. Dia tentu tahu Sana suatu saat mungkin akan tahu. Namun, menurutnya ini bukan waktu yang tepat. Apalagi dia belum menerima kabar baik.

"Aku hanya takut kehilangan seseorang yang kusayang. Jadi ... Menurutku lebih baik seperti ini. Kau bisa pura-pura tidak tahu 'kan?" Suara Taehyung terdengar gemetar seperti menahan tangis. Hal ini seketika membuat Sana beranjak. Dia kemudian mengusap halus bahu Taehyung. Dia merasa bersalah karena malah semakin menambah beban yang harus dipikul oleh Taehyung.

"Maaf, karena aku malah jadi kelemahan terbesarmu."

Taehyung tersenyum. "Tidak. Kau malah jadi kekuatan terbesarku. Aku selalu berpikir apa pun yang kusukai pasti akan menghilang, tapi kau malah tetap bersamaku bahkan saat berpikir aku adalah pembunuh."

"Wah ... Apa hanya aku yang melihat pemimpin Phi menangis?"

Taehyung terkekeh sembari menyeka air matanya. "Anggap saja kau beruntung, nona."

DominantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang