Malam yang gelap ini, hujan turun dengan deras. Denis, seorang laki-laki yang baru pindah ke kos-kosan barunya sedang berkemas di temani dua temannya, Arga dan Sapta. Mereka datang untuk membantu Denis menyusun barang-barangnya.
"Den, kok gue ngerasa agak serem ya sama kosan ini," kata Sapta sambil melihat seisi ruangan.
"Halah, lo aja yang penakut, nyet," kata Arga dan disetujui oleh Denis.
Sapta pun memilih diam, agar tak diejek terus oleh dua temannya itu. Ia pergi ke kamar mandi, mencuci tangannya dan menatap dirinya di kaca. "Widih, gue ganteng juga ternyata," memuji diri sendiri terasa menyenangkan baginya.
Lalu hawa dingin mulai menerpa kulitnya. Pletak! Suara benda jatuh yang berasal dari belakangnya membuat Sapta terkejut. Ia memberanikan diri untuk menoleh ke belakang.
1.. 2.. 3.. Sapta menoleh. Huft, untung tak ada apa-apa. Sapta pun mengambil tempat sabun yang terjatuh dan menaruh di tempatnya. Saat Sapta ingin pergi dari kamar mandi, ia pun mendengar suara keran air yang menyala.
Ia sangat ingat kalau tadi ia sudah mematikan keran air. Kini bulu kuduknya pun berdiri. Sungguh ia sangat merinding. Sesaat kemudian Sapta pun lari meninggalkan kamar mandi.
"Huft, astaga. Lo berdua tau g.." Sapta melihat ke sekeliling ruangan, tak ada dua temannya itu. Lalu terdengar suara dua orang yang sangat ia kenal tengah tertawa terbahak-bahak dari arah kamar mandi.
Sapta pun berjalan menuju kamar mandi, seketika bulu kuduknya berdiri lagi. Ia masuk ke kamar mandi, suara itu sangat jelas. Ia sangat tau kalau itu suara dua temannya.
Ia melihat ke balik pintu kamar mandi, dan.. "Ahahaaha. Sap.. Sap. Ngakak banget kita liat lo. Ahahhaa," ucap Denis masih dengan tawanya dan Arga pun hanya tertawa.
Mereka pun kembali ke ruang tengah kos-kosan Denis. Sebenarnya kos-kosan Denis cukup luas ada ruang tengah yang pisah dengan kamar tidur.
"Anj.. sialan lo berdua! Ga asik," Sapta sangat kesal mengetahui kalau ternyata kedua temannya itu yang mengerjainya tadi.
"Lagian lo dari tadi bilang kalau kos-kosan ini serem. Yaudah kita kerjain aja," kata Arga masih dengan tawa kecilnya.
"Emang sialan lo pada. Lo berdua juga kan yang jatuhin tempat sabun tadi?"
"Hah? Tempat sabun?" Denis dan Arga pun saling melihat.
"Kenapa? Bener kan." Arga menjawab Sapta dengan ragu, "Tapi, Sap. Kita ga ada jatuhin tempat sabun sama sekali." Sapta menatap mereka berdua dengan bingung.
Lalu ia pun tertawa, "Ahahaha.. udah deh, lo berdua ga usah kerjain gue lagi. Itu ulah kalian kan? Lo pikir gue bakal ketipu lagi?" kata Sapta.
"Lo yakin ada tempat sabun yang jatuh?" tanya Arga.
"Ya yakin lah. Orang gue taruh lagi tu tempat sabunnya. Jugaan lo berdua kan yang jatuhin itu," jawab Sapta dengan yakin.
"Tapi kan.. ga mungkin ada tempat sabun, Sap. Gue belum taruh barang apapun di kamar mandi," kata Denis sambil menatap Sapta.
"L.. lo.. yakin, Den?" Denis mengangguk yakin.
"Nih liat, alat mandi gue masih di sini." Melihat kotak berisi alat mandi yang ditunjukkan oleh Denis, Sapta pun mau tak mau harus percaya.
Suara gemuruh petir dan hujan yang semakin deras pun membuat suasana di ruangan itu menjadi semakin seram. Kemudian, mereka bertiga mendengar suara tangisan dari luar kos-kosan itu.
Mereka saling menatap satu sama lain, ragu untuk melihat keluar. Tapi, makin lama suara itu makin keras terdengar. "Yaudah yuk liat. Cek aja, siapa tau tu cewek abis diputusin pacarnya," kata Arga dan akhirnya mereka bertiga pun pergi untuk melihat keluar.
Kos-kosan sangat sepi. Orang-orang di kamar sebelah pun tampak tak ada yang bergeming. Padahal suara tangis itu sangat keras dan jelas terdengar. Apa mungkin mereka sudah tidur? Entahlah.
Sesampainya mereka bertiga di luar kos-kosan, suara itu masih terdengar, tapi semakin pelan. Mereka melihat sekeliling tapi tak ada tanda-tanda adanya orang lain di sana. Ditambah keadaan hujan dan sudah tengah malam.
"Apa kita biarin aja? Kayanya ga ada orang deh," kata Sapta, tapi tak didengar oleh Denis dan Arga. Sapta pun terpaksa ikut diam di sana, karena ingin kembali ke kamar Denis pun ia takut.
"Coba deh hidupin senter hp," saran Arga. Mereka pun menghidupkan senter hp masing-masing. Sambil menyenteri sekeliling halaman.
Tapi nihil. Tak ada siapapun yang terlihat. Sampai pada akhirnya.. "Liat tuh! Ada cewe di sana," kata Sapta sambil menunjuk ke arah pohon. Tapi Arga dan Denis saling menatap bingung.
"Eh, lo mau kemana?" tanya Arga yang melihat Sapta ingin pergi.
"Ya mau nyamperin cewe itu lah. Kasian bego kehujanan," Sapta sudah berlari ke arah pohon tua dengan daun lebat.
Denis dan Arga pun tak bisa mencegah Sapta. Karena hujan yang sangat deras dan jalan yang licin.
"Lo juga ga liat siapa-siapa kan di sana?" tanya Denis kepada Arga dan di balas anggukan olehnya. Lalu siapa yang dilihat oleh Sapta?
Saat Denis dan Arga melihat kembali ke arah pohon tua tersebut, Sapta menghilang. Entah kemana dia pergi. Baru persekian detik mereka melihat Arga berlari ke arah pohon tua itu, lalu kemana ia sekarang? Jika ia menuju tempat lain pasti akan masih bisa terlihat oleh dua kawannya itu.
Hawa dingin pun mulai menyelimuti kawasan kos-kosan baru Denis. "Ar.. kemana Sapta?" tanya Denis pada Arga dan di balas gelengan seolah menjawab 'tidak tau'. Mereka berdua menyenteri sekitar pohon dan halaman kos-kosan, tapi tak ada tanda-tanda keberadaan Sapta.
"Kita periksa ke pohon itu aja yuk, Den," ajak Arga.
Lalu mereka pun menelusuri sekitar pohon tua itu, tapi nihil. Tak ada Sapta di sana. Mereka mulai berteriak dengan menyebutkan nama Sapta, berharap temannya itu menyahuti mereka. Di sana tidak ada hutan atau semacamnya. Jadi tidak ada kemungkinan kalau Sapta tersesat. Dia penakut, tak mungkin pergi jauh-jauh sendirian.
Setelah sekitar 15 menit berteriak dan berkeliling, tapi mereka tak menemukan petunjuk apa pun. Sapta seakan hilang ditelan bumi. Mereka istirahat sejenak dengan duduk di teras. Berteriak dan keliling selama 15 menit cukup melelahkan. Lalu ada satu penghuni kos yang kamarnya paling dekat teras menghampiri Denis dan Arga.
"Kalian ngapain tengah malem teriak-teriak?" tanya Andin-penghuni kos dekat teras. Denis dan Arga pun terkejut. Lalu menoleh ke arah Andin.
"Kita lagi nyari teman kita, namanya Sapta. Eh, maaf ya kalau kita ganggu," ucap Arga.
Andin pun mengedarkan pandangannya ke sekitar. Ia melihat satu ranting pohon tua patah. Ia pun terkejut, dan mulai mengerti apa yang terjadi.
"Em, gue Arga. Ini temen gue Denis, dia baru pindah di kamar nomer 5," perkataan Arga hanya dibalas anggukan oleh Andin. "Nama lo?" tanya Denis.
"Andin. Gue tau apa yang terjadi. Temen lo 'diambil'," kata Andin dengan santai.
"Hah!?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan di Malam Hari
Horror"Em, gue Arga. Ini temen gue Denis, dia baru pindah di kamar nomer 5," perkataan Arga hanya dibalas anggukan oleh Andin. "Nama lo?" tanya Denis. "Andin. Gue tau apa yang terjadi. Temen lo 'diambil'," kata Andin dengan santai. "Hah!?"