Taeyong membenci dunia. Semua hal di dunia ini begitu memuakkan baginya. Ibunya yang meninggalkannya untuk lelaki lain, ayahnya yang kemudian memilih mati. Kakeknya yang mendidiknya dengan keras. Dan teman-teman sekelasnya yang selalu merundungnya. Ingin rasanya ia meludahi wajah mereka semua satu persatu.
"Apa lihat-lihat? Nggak suka?" Bocah yang setahun lebih muda darinya itu melotot sembari menantang dirinya. Bocah itu berusaha menunjukkan kekuasaannya sebagai ketua dari para perundung.
"Ditanyain tuh dijawab, jangan diem aja." Sambung bocah lain yang berada di sebelahnya.
"Bisu kali dia. Udah tolol karena tinggal kelas, eh bisu pula." Tawa kawanan perundung itu pun pecah mendengar celetukan salah satu dari mereka.
Taeyong memang tinggal kelas, seharusnya kini ia menjadi kakak kelas mereka. Tapi karena peristiwa yang terjadi dalam keluarganya, ia menjadi trauma dan menolak untuk berangkat ke sekolah hingga ia harus tinggal kelas. Kakeknya yang murka pun kemudian memaksa Taeyong untuk tetap berangkat sekolah, tak peduli jika cucu satu-satunya itu masih belum sepenuhnya pulih.
Taeyong mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas, berusaha meminta pertolongan pada temannya yang lain. Sialnya, mereka semua malah memalingkan wajahnya dan berusaha menghindari tatapan Taeyong. Mereka menolak untuk membantunya. Taeyong mengeratkan giginya, tangannya terkepal kuat menahan amarah. Ia bersumpah, suatu saat akan membalas mereka semua satu persatu.
Tiba-tiba tubuh Taeyong terdorong dan menabrak loker yang diletakkan di belakang kelas. Punggungnya yang mengenai ujung loker terasa begitu sakit. Tawa anak-anak nakal itu kembali pecah dan memenuhi gendang telinga Taeyong.
"Udah, cukup." Tiba-tiba dari arah pintu terdengar suara seseorang yang berusaha menghentikan para perundung.
"Aku bilang berhenti, atau aku aduin ke kepala sekolah." Ancam orang itu sembari berjalan mendekat kearah Taeyong.
Taeyong mendongak, dan mengenali orang itu. Orang itu adalah Kim Doyoung. Di lengannya tertempel lencana yang menjadi penanda bahwa ia adalah salah satu anggota osis, lebih tepatnya wakil ketua osis. Taeyong jarang melihat Doyoung di kelas, karena kesibukannya berorganisasi.
"Kamu yang harusnya berhenti, Doyoung. Jangan ikut campur atau-" Ucapan si ketua perundung terhenti karena salah satu temannya menghentikannya. Ia membisikkan sesuatu yang dapat Taeyong dengar.
"Jangan sama si Doyoung. Kalau kita ngelawan dia, kakaknya nanti yang turun tangan buat gebukin kita." Ia pun kemudian berdecak kesal. Teman-temannya pun menariknya menjauh dari Taeyong dan Doyoung.
Kini tinggalah Doyoung dan Taeyong berdua saja di belakang kelas.
"Kamu nggak apa-apa?" Tanya Doyoung sembari membantu Taeyong berdiri. Saat Doyoung tak sengaja memegang punggungnya, Taeyong mendesis kesakitan.
"Sakit ya? Ayo aku antar ke klinik sekolah."
Keduanya pun berjalan keluar dari kelas diikuti tatapan dari semua teman sekelas mereka. Taeyong melirik kearah Doyoung yang seakan tak peduli dengan hal itu.
"Taeyong."
"Ya?"
"Katakan saja padaku, jika nanti mereka mengganggumu lagi. Akan kubalas mereka untukmu."
"Akan kubalas mereka untukmu…" Taeyong membeo ucapan Doyoung. Mengundang tawa renyah dari Doyoung. Taeyong terpaku, tawa lebar Doyoung menghipnotisnya.
"Ya, Taeyong. Akan kubalas semua untukmu."
Saat itu juga, entah bagaimana. Taeyong merasa ia mulai memiliki tujuan baru dalam hidupnya.
