Dalam keheningan malam yang menyelimuti kota yang terluka, terdapat seorang manusia yang tenggelam dalam kesendirian. Jiwanya terperangkap dalam belenggu keputusasaan yang tiada henti, dan langkah-langkahnya terdengar seperti desahan yang terhempas oleh deru angin. Di matanya yang suram, terpantul bayangan penderitaan dan kekecewaan yang menghuni hatinya. Kehidupan telah membelitnya dengan kekerasan, merenggut harapan dan menghancurkan mimpi-mimpi yang pernah ia anut dengan penuh semangat. Dalam langkah-langkah terakhirnya menuju jurang keputusasaan, ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah ada sinar harapan yang tersisa di dunia ini, ataukah ia hanya terhukum untuk berkelana dalam kesedihan yang tak berujung?
~~vaillant coeur rien d'impossible~~
Pagi ini, Amelia berlari dengan kecepatan penuh menuju kampus yang telah menjadi tempat tujuannya setiap hari. Tidak pernah ada kata terburu-buru dalam kamus Amelia, kecuali jika ada sesuatu yang sangat mendesak.
Seperti saat ini, akibat semalaman menangis tanpa henti, Amelia terbangun melewati jam bangun tidur rutinnya. Amelia terguncang oleh surat pemberitahuan yang dikirim khusus untuknya dari Kementerian pendidikan. Surat tersebut, seakan pedang yang tajam, mengumumkan dengan dinginnya pencabutan beasiswa dan subsidi biaya atas pendidikan Amelia.
Amelia, yang biasa dipanggil Lia, merasa seperti dunianya runtuh dalam sekejap mata.
Pemerintah memutuskan untuk mencabut beasiswa Amelia karena ia telah melanggar perjanjian yang ia tanda tangani sendiri. Perjanjian itu menuntut Amelia untuk menjaga nilai rata-rata di atas 3.6. Namun, dalam situasi keuangan yang sulit, Amelia terpaksa mencari pekerjaan sambil kuliah, membagi waktu dan upayanya di antara dua tugas yang berat. Hasilnya, Amelia tidak dapat mempertahankan nilai di atas batas yang ditetapkan, dan sekarang beasiswa yang telah menjadi harapannya diambil seketika.
Dalam keadaan kebingungan dan keputusasaan, Amelia melaju melalui jalanan dengan hati yang hancur. Langkah-langkahnya terasa berat, tetapi dia tidak bisa menyerah. Ia menggerakkan tubuhnya dengan tekad yang membara, mengikuti keinginannya untuk memperjuangkan impian dan masa depannya yang tak terduga. Dalam setiap hembusan nafasnya, ia berjanji untuk menemukan jalan keluar, meskipun membutuhkan usaha yang lebih berat kedepannya.
Setelah sampai di lorong kampus, Lia yang hendak berjalan memasuki kelas dibuat keheranan karena banyaknya mahasiswa yang berkumpul di depan papan pengumuman kampus.
Saat ingin melihat apa yang terjadi Lia dikejutkan dengan seseorang yang menepuk pundaknya dengan keras.
"Baru datang ya?" Tanya Dinda, salah satu teman sekelas Lia.
Tanpa perlu menunggu jawaban dari lia, dinda sudah tahu hanya dengan melihat buliran keringat yang menutupi wajah kecil Lia.
"Sudah lihat pengumumannya?" Tanya Dinda lagi. "Tidak perlu lihat, kujelaskan saja sambil kita ke kelas" ucap Dinda saat melihat dosen mereka yang sudah keluar dari ruangan dan berjalan menuju kelas mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lady In Charge
General FictionThe Great Madame of Hertford Sebuah novel bergenre romance-comedy-saga yang berlatarkan Georgian era ini merupakan novel garapan penulis favoritku. Novel ini menceritakan tentang seorang pemeran utama wanita yang melamar Letnan Jendral berstatus dud...