Mas - 01

201 22 3
                                    

"Nggak mau, Mah! Ichi juga udah usaha, cuman emang Mamah gak liat aja usahanya Ichi. Udah ah, Ichi capek."

Pintu kamar ditutup kencang, meninggalkan kesunyian di rumah sederhana keluarga Sawamura.

Rambutnya cepak berwarna hitam, tubuhnya tegap berotot berbalut seragam PNS yang khas. Namanya Daichi Sawamura, anak pertama di keluarganya, sekaligus sosok yang masih menjomblo sekian tahun.

Tepat setelah baru pulang kerja tadi, Daichi sudah kenal omel Mamanya yang sudah hampir setiap hari menyuruhnya menikah. Kalau boleh dibilang, Daichi sudah capek, umurnya memang sudah dibilang ideal untuk menikah, Daichi juga secara mental dan finansial terbilang sudah siap untuk menikah. Ya tapi kalau belum ada calonnya, Daichi juga mau gimana?
Makanya, hal itulah yang membuat Daichi kesal tadi.

Katanya, 'kamu sudah cukup umur, Ichi'

'kamu mau nunggu sampai kapan?'

'teman temanmu sudah banyak yang menikah, loh!'

Halahhh, Daichi mah enggak peduli! Biarlah kalau teman-temannya sudah banyak yang menikah, toh itu urusan masing-masing. Lagipula, jalan hidup setiap orang juga beda-beda. Enggak bisa dipukul sama rata bahwa setiap orang pada akhirnya akan menikah. Mungkin Daichi salah satu dari banyaknya orang yang memutuskan untuk mengikuti arus saja, nemu yang cocok ya syukur, enggak juga ya enggak apa-apa. Tapi keyakinannya itu berlainan sama Mamanya, dan yang pasti ditentang habis-habisan.

'mau nimang cucu.' katanya

Padahal, Daichi punya adik yang baru masuk SMA juga, kan Mamanya masih bisa nimang adiknya tuh. Miris.

Daichi buru-buru ganti baju pakai kaos oblong sama celana pendek warna krem. Niatnya mau pergi nongkrong sama kawan-kawan seperjuangannya sejak dulu (halah) biar Daichi enggak stress terus-terusan di rumah karena mikirin perkataan Mamah. Mujur, Daichi yang saat itu berusaha menghindari Mamah untuk berdebat lagi tidak menemui Mamanya saat keluar dari kamar. Daichi buru-buru ke teras depan rumah buat nyalain motor dan melaju ke arah rumah temannya, Bokuto.

Saat sampai di sana, Daichi disambut teman-temannya yang sedang main gapleh sambil ngemil gorengan dan ngopi-ngopi santai di saung kecil depan rumahnya Bokuto Koutaro. Setelah memarkirkan sepeda motornya, Daichi pun duduk di antara teman-temannya sambil kini ikut main gapleh.

"Kenapa, chi? Muka keliatan kusut bener." Komentar Kuroo Tetsuro.

"Biasa, Mamah nyuruh cari pasangan sama nyuruh buat cepet nikah. Mumet, tiap hari dibilangin gitu mulu." Jawab Daichi sambil melemparkan kartu.

Sontak beberapa laki-laki di tongkrongan tersebut mengangguk mengiyakan. "Iya nih, gue juga disuruh nikah mulu sama Bapak. Padahal, gandengannya aja belum punya. Lagian, gue juga pusing kalo udah nikah sementara mental gue belum siap untuk itu." Ini yang komentar namanya Yuji Terushima. Anaknya petakilan, paling bar-bar, juga terkenal playboy.

"Biaya hidup juga gak murah. Kadang, ngidupin diri sendiri aja udah berat, belum lagi kalo udah punya pasangan. Gue takut ntar bini gue gak bisa gue kasih makan dan kehidupan yang layak. Gue gak mau itu, makanya udah sering bilang ke Bapak bahwa gue belum siap. Cuman yah.....emang dasar pemikiran kolot. Yang dipikirin omongan tetangga mulu." Lanjutnya.

"Setuju sih. Selain itu, buat nikah juga modalnya gak cuma duit doang, tapi juga mental. Belum lagi kalau mutusin buat punya anak." Sahut Kuroo yang disahuti anggukan setuju dari Daichi.

Hajime Iwaizumi, yang lagi makan gorengan, diam-diam nyimak temen-temennya itu. "Kalian ngomongin beginian ada yang gak paham tuh." Ucapnya yang mengarah pada Bokuto yang udah kaya burung hantu, clueless abis. Ya gimana enggak, soalnya di antara mereka, baru Bokuto Koutaro yang udah nikah. Gorengan sama kopi yang lagi mereka nikmati sekarang aja itu dibikinin sama pasangannya Bokuto.

'MAS' | Dai•SugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang