Pertemuan dengan takdir?

3 2 0
                                    

Dear Diary, 

Hari ini menjadi hari yang luar biasa mengejutkan bagiku. Oh ya dia pernah memberikan sebuah pesan padaku. "Setiap hal yang datang padamu, dapat juga pergi darimu. Maka sebab itu, jangan terlalu terikat pada apa yang kamu dapat, jangan terlalu terbeban dengan apa yang kamu lepas". 

Pesan itu masih terngiang dalam pikiranku saat aku duduk termenung di kamarku, memegang pena di tangan dan memandangi halaman kosong di depanku. Pikiranku melayang ke masa lalu, ke kenangan-kenangan manis yang aku bagikan bersamanya. 

Kami bertemu saat kami berada di kelas 3 SMA. Awalnya, aku merasa tidak nyaman ditempatkan dalam satu kelompok dengannya. Bagaimana tidak? dia terlihat pendiam, sombong, dan sering kali mengeluarkan kata-kata yang tidak jelas dan menyebalkan. Oh btw, namanya Herman. 

Pertemuan kami bermula dari sebuah kerja kelompok di sekolah. Kami ditugaskan untuk menyelesaikan sebuah proyek besar dalam waktu sebulan. Saat itu, kami tidak saling mengenal dengan baik. Kami hanyalah sekumpulan siswa yang dipertemukan oleh keadaan. Awalnya, interaksi kami terbatas pada pembagian tugas dan diskusi terkait proyek tersebut. 

Namun, hari demi hari berlalu, kami mulai merasa lebih nyaman satu sama lain. Kami terus bekerja bersama, berdiskusi, dan bertukar pikiran. Dalam perjalanan mengerjakan proyek tersebut, kami menghabiskan banyak waktu bersama, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Kami belajar tentang kekuatan dan kelemahan masing-masing, serta bagaimana kami bisa saling melengkapi dalam mencapai tujuan bersama.

Tak hanya berbicara tentang proyek, kami juga membagi cerita-cerita pribadi dan impian kami. Kami saling mendengarkan dan memberi dukungan satu sama lain. Dari pembicaraanpembicaraan ringan tentang film dan musik favorit, hingga percakapan yang lebih mendalam tentang cita-cita dan harapan masa depan, kami semakin memahami satu sama lain. Kami menemukan banyak kesamaan dan perbedaan di antara kami, yang membuat hubungan kami semakin kuat.

Setelah proyek itu selesai, hubungan kami tetap erat dan bahkan semakin mendalam. Hampir setiap hari, kami makan malam bersama dan melakukan hal-hal yang menyenangkan. Kami mengeksplorasi kota bersama, pergi ke air mancur, dan menikmati momen kecil yang berharga.

Kamu ingat Herman? Saat itu kita duduk dipinggiran kolam ikan di dalam rumah makan di pusat kota, hanya berdua. Membincangkan hal-hal yang tidak penting. Aku ingat waktu itu kita membahas tentang bagaimana dinosaurus tidur, apakah mereka berdiri atau tidak. Atau apakah lebih banyak bintang di langit dibandingkan pohon dibumi?. Walaupun hal-hal itu tidak jelas, namun waktu yang kulalui bersamanya tetap terasa cepat dan menyenangkan. 

Aku mulai melihat sisi-sisi lain dari Herman yang tidak banyak orang ketahui. Dia adalah teman sejati yang tak tergantikan. 

Namun, di satu waktu sebelum kami lulus SMA, perasaan cinta tumbuh di dalam hatiku. Aku mencoba mengungkapkannya dengan cara yang paling sederhana, yaitu dengan menembak Herman. Namun, jawabannya membuatku terdiam dan merasa sedih. Dia menolak secara lembut dan dengan bijaksana menjelaskan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk memulai hubungan romantis. 

Herman menjelaskan bahwa pacaran di masa SMA hanyalah seperti permainan dan cinta monyet. Dia ingin kita merasakan manis dan pahitnya hidup, menjalani pengalaman yang membentuk kita sebelum terlibat dalam hubungan yang serius. Aku menanyakan apakah dia tidak mau bersamaku, dan dia dengan tulus mengakui perasaannya padaku. 

 "Bukannya aku menolak kamu. Begini saja. 10 tahun dari sekarang. Kita berjumpa kembali di tempat ini pada tanggal yang sama, waktu yang sama. Jika kamu masih belum menikah pada saat itu, aku akan menikahi mu saat itu juga, tapi jika kamu telah menikah, kamu ceritakan segala manis pahit kehidupan yang kamu rasain selama 10 tahun itu.", Itulah kata-kata yang diucapkan Herman pada saat itu. Dibawah kilauan bintang, aku menanamkan janji itu jauh dalam diriku. Menyetujui janji tersebut merupakan satu-satunya opsi yang bisa ku pilih saat itu.


- Bersambung -

Sebuah Janji Dibawah BintangWhere stories live. Discover now