1. Bertemu di Rumah Bagas

1 1 0
                                    

Seruni duduk sendiri di teras rumah. Di sebuah bangku kayu yang mulai lapuk. Dia memandang jalanan sepi dusun. Beberapa orang berlalu lalang sambil membawa hasil kebun. Ada yang membawa rumput, ada ubi, ada yang membawa pisang, dan lainnya.

"Huft ...." Helaan napas terdengar. Seruni mulai menerawang ke masa-masa sekolahnya.

Beberapa bulan lalu, sebelum Seruni lulus sekolah dia harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mencapai sekolahnya. Dia pun bukan gadis yang tergolong bodoh, tapi juga tidak terlalu pintar.

"Harusnya aku lanjut ke SLTP supaya bisa jadi guru. Bapak dan ibu memang tidak bisa memahamiku," keluhnya.

Seruni harus menerima takdir tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) karena orang tuanya melarang seruni.

"Kamu bulan depan sudah harus menikah sama Bagas, Nduk. Mana bisa sekolah lagi kalau sudah menikah?"

Terngiang ucapan ibunya beberapa hari lalu saat Seruni menyampaikan keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke SLTP di kota. Perihal biaya ... sebenernya keluarga Seruni bukanlah keluarga yang miskin, bahkan termasuk keluarga terkaya di dusun setelah keluarga Warya, keluarga calon suaminya.

"Kamu kenapa, Nduk?" Tiba-tiba suara bapak Seruni mengejutkannya.

"Eh, Bapak? E-endak apa-apa, Pak. Cuma capek abis ngerumput tadi," elak Seruni.

"Halah, ora usah ngapusi, Nduk (i). Bapak sudah hafal tabiatmu, kamu pasti lagi mikirin sesuatu, 'kan?"

(i : tidak usah bohong, nak—panggilan khusus anak perempuan untuk orang Jawa)

"Anu, Pak ... Uni ... Uni tuh endak mau nikah muda gini sebenernya, Pak. Mosok Uni baru lulus sudah harus menikah?" Seruni menunduk menatap lantai teras yang sudah disemen.

"Uni, kamu itu sudah harus menikah. Ini sudah perjanjian ibu, bapak, dan pak Satyo. Kamu dan Bagas harus menikah saat usia kamu 17 tahun dan Bagas 23. Jangan buat keluarga kita berhutang janji, Nduk," ujar pak Narwin—bapak dari Seruni—.

Seruni hanya mengangguk pasrah. Pak Narwin pun tersenyum dan mengelus surai indah anaknya itu, tak lama ia beranjak dan masuk ke dalam rumah. Seruni akhirnya mengikuti langkah sang bapak masuk.

Tanpa mereka sadari, sesuatu yang menyeramkan mengintai mereka dari kejauhan.

Srek!

***

"Seruni!" Suara teriakan terdengar dari dapur.

"Iya, Bu!"

"Sini! Bawakan makanan ini ke rumah Bagas!" titah Indah—ibu Seruni—.

"Baik, Bu." Seruni mengambil rantang dari tangan ibunya dan segera melangkah menuju rumah keluarga Warya. Keluarga paling terpandang di dusun ini, mereka juga terkenal paling banyak memiliki tanah perkebunan di lereng gunung di bawah dusun.

Sampailah Seruni di sebuah rumah yang tergolong sederhana, tapi untuk warga dusun Lempuri ini adalah rumah terbagus.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamualaikum!" Seruni memanggil-manggil pemilik rumahnya.

"Waalaikumusalam!" Terdengar suara wanita menyahut dari dalam rumah.

Krek!

Pintu terbuka dan nampak wanita paruh baya dengan pakaian kebaya nan cantik meski sudah ada keriput-keriput halus pada kulit wajahnya.

"Eh? Seruni, kamu ke sini? Ngapain?" heran wanita itu.

"He ... iya, Bu. Seruni diminta nganterin makanan ini," ucap Seruni sambil menunjukan  rantang yang ia bawa.

Wanita di hadapan Seruni pun paham dan mempersilakan Seruni untuk masuk.

"Sini makanannya, biar Ibu yang wadahin. Nanti rantangnya kamu bawa pulang, ya, Ni. Oh, iya ...." Ibu si Bagas menjeda kalimatnya sambil mengarahkan pandangannya ke sebuah pintu kamar. " ... Bagas ada di kamar tuh, coba kamu ajak ngobrol sana! Dari pagi dia di kamar terus," lanjutnya.

Seruni nampak menimbang-nimbang dan akhirnya mengangguk. Masalahnya, selama ini dia dan calon suaminya itu justru seperti orang asing meski kerap bertemu di acara-acara dusun dan acara muda-mudi dusun mereka.

Seruni pun melangkah mendekati pintu itu dan mengetuk-ngetuk pintu. Saat pintu dibuka, sebuah wajah tampan dan tegas muncul di balik pintu.

"Seruni?"

"M-Mas Bagas, bisa ngobrol sama Uni?" tanya Seruni ragu-ragu.

Bagas nampak berfikir lalu akhirnya membuka pintu lebih lebar.

"Di kamar saja, aku malas kalau tiba-tiba ada tamu bapak yang datang ke rumah."

Seruni hanya manggut-manggut dan masuk kamar. Dia lalu duduk di tepi ranjang. Kamar Bagas termasuk mewah untuk taraf kehidupan dusun yang notabene terbelakang dan kuno.

"Kamu gak suka kamarku, ya?" tanya Bagas tiba-tiba sambil membawa secangkir teh.

"Loh? Mas, dapet teh dari mana?" tanya Seruni heran.

════════════════════════

Halo semuanya^_^

Jangan lupa follo & vote sebelum baca, kelanjutannya, ya^_^

Kali ini author mau kasih special Misteri Horors Story.
First time doang nulis horor. Insyaallah seru.

Happy reading, semoga suka, ya!
Jika ada krisar boleh banget disampaikan pada author melalui inbox.
Ayok kenalan sama author di-:
• nomor Whatsapp :
+62 813-7362-9008 / +62 877-8665-8304

KALAU KOMENNYA RAME LANJUT PART 2😔☝️

Seruni Lempuri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang