Dingin.
Suara dari pikiran ku yang tersadar dinginnya malam itu. Gelap, Mataku tak melihat apapun badanku juga tidak bergerak, mataku terbuka tapi yang kulihat hanya gelap. Badanku kaku dan tak bisa kurasakan aliran darah sedikitpum di tubuhku rasanya."Suntikan lebih banyak, aku gak mau di lepas dari genggaman kita lagi"
Suara serak wanita ntah dari mana datang, syukurlah kuping bodohku ini bekerja. Mulutku mulai bergeming dan ingin rasanya bertanya "Apa yang terjadi sebenarnya"Suara gemetar diriku hanya mengeluarkan suara serak dan rasa terbakar di seluruh tenggorokan ku membuat diriku berhenti dan tak mampu bicara.
Aku tak ingat apapun, yang kuingat nama yang dikasih lelaki yang kupanggil ayah.
Namaku? Namaku terukir jelas Aria ferelith. Ya, aku ingat sekali saat waktu kecil Ayah dan Ibu memanggiku Ari, terkadang Ria. Aku tersenyum mengingat hari - hari itu."Wanita gila? dia tersenyum tanpa sebab"
suara wanita lainnya muncul, aku merasakan hangatnya tangan seseorang di pipiku, kasar? apakah di beneran wanita? tangannya menggambarkan kejamnya kehidupan yang dia alami.
Walau begitu, hangat tangannya membantuku di dinginnya malam ini.
ku pejamkan mataku yang tak bisa melihat apapun, aku memilih kabur dari cekam nya malam ini dengan tidur."Dia tidur? dasar gila"
.Author Pov
40 menit lalu....
Di desa kecil sudut kota London ada gereja yang cukup besar berisi anak-anak terlantar maupun itu ditinggal mati orang tuanya, anak yang dibuang, anak hasil hubungan terlarang, begitu banyak yang terkumpul ditempat tersebut yang terkadang mereka para suster dan pendeta kewalahan mencari dana untuk anak-anak tersebut.
"Ria pergi tidur atau kau akan dapat hukuman mencari lebih banyak kayu bakar di hutan pagi buta nanti!"
Suster Theresa berteriak dari kejahuan ketika melihat Aria masih asik bermain dengan Yuna,di jam setengah sepuluh malam mereka masih berlarian di altar gereja.Yuna anak berbangsa Korea bercampur Ireland entah dari mana yang dicampakan di depan gereja sekitar 10 tahun lalu saat dia masih berusia 6 tahun saat itu. Aria anak perempuan yang baru 2 tahun di gereja dan berdarah Rusia-Eropa. Saat pertama kali dia ke gereja ini dia sungguh kacau, bekas luka pukulan serta benda tajam tersebar di seluruh tubuhnya dan membuat semua anak gereja di situ ketakutan. Dia datang sendirian malam itu, saat sampai dia hanya berwajah datar, tatapannya kosong, air mata yang mengalir tidak begitu menggambarkan apapun saat itu, setelah itu dia jatuh pingsan di depan pintu gereja dan para suster mengangkatnya.
Saat itu Aria tidak sadarkan diri 3 hari, begitu sadar dia hanya diam dan bahkan tidak ada anak-anak yang mendekatinya.
Tapi bagi Yuna dia menarik dan dia lah anak yang pertama kali menghampiri Aria hari itu."Halo! namaku Yuna, kau?"
tanyanya dengan senyuman serta tangan terulur ke arah Aria yang sedang duduk di ranjangnya.Anak-anak yang lain hanya mengintip dari kejauhan.
"Aria....Aria ferelith"
jawabnya sambil menjabat tangan Yuna."WOW. kau bisa bicara ternyata"
Yuna merasa senang melihat Aria yang mau bicara kepadanya."Tentu."
senyum kecil dan matanya ikut tersenyum saat itu, anak-anak yang mengintip tersipu serta kaget melihat mayat hidup itu tersenyum setelah 2 hari hanya berdiam diri memandang kosong dengan kulitnya yang penuh luka."Hei! kemari kalian, dia anak yang sama seperti kita kok, jangan takut,"
Anak-anak itu berlari menghampiri mereka dan sejak saat itu mereka berteman baik, walau Aria tidak begitu mau membahas kenapa tubuhnya penuh luka malam itu.2 tahun berlalu cepat, malam ini Yuna berlarian bahagia bersama Aria di gereja dan datanglah si pengacau Eliot. Dia abangan Aria dan Yuna usia mereka saat itu 16 tahun sedangkam eliot 18 tahun.
Dia menangkap Aria dan menggendong seperti karung gandum.
"Lepas! hei!"
Aria terus memukul tubuh kekar eliot saat itu, Yuna melihat lari bersembunyi karena dia bakal jadi target berikutnya."Yuna! jangan lari, dan kau diam!"
Dia menepuk bokong Aria yang terus memberontak dan lanjut mengejar Yuna.Eliot sudah 6 tahun di gereja dan dia yang bekerja sebagai buruh mencari uang tambahan untuk anak-anak di gereja.
Eliot lelaki dengan tinggi 189cm, kulit nya coklat muda yang hangat, rambut coklat tua, bola matanya juga memiliki warna coklat keemasan tubuh nya memiliki otot yang terlihat jelas menggambarkan keras nya pekerjaan buruh.
Dia lelaki yang ramah, banyak bicara, penuh dengan senyuman hangat setiap kali seseorang berbicara kepadanya.Saat Eliot menggendong Aria bagai karung gandum dia merasa lelah dan menurunkannya, Yuna pun terlihat kelelahan dan menyerah atas permainan malam itu.
"Good girl, aku lelah mengejarkan kalian dan lebih baik kalian sikat gigi dan segera tidur sebelum aku menghukum kaliam mengambil air di sumur belakang gereja yang sangat gelap"
katanya sembari memegang pipi kedua wanita tersebut."IHH, oke siap boss!"
jawab Yuna, dan Aria masih berdiri depan Eliot sedangkan Yuna sudah bergegas pergi."Kenapa Aria?"
tanya nya penuh kelembutan."Thank you,"
jawab Aria sambil menatap Eliot."About what?"
tanyanya sambil memiringkan kepalanya."For being such a good brother to us, working hard so all of us can eat,"
jawabnya sambil tersenyum.
bagai angin segar musim panas yang menerpa Eliot melihat senyuman tulus seperti itu, hatinya berdegup sangat kencang bagai mau meledak."Sure, thanks for being this kind to me too,"
Eliot meletakan telapak tanganya di rambut Aria dan mengelus pelan kepala Aria.Wanita berambut coklat muda dengan tinggi 167cm itu langsung pergi, dan Eliot merasa aneh atas apa yang di rasakannya barusan.
"Dude, dia adikmu..."
Aria berjalan ke toilet dan listrik tiba-tiba mati, dan ia ingat ini hari sabtu dimana subsidi listrik untuk desa mereka hanya sampai jam 10 malam saja. Dia melangkahkan kaki nya mencari korek yang biasa ada di laci di kabinet depan toilet.
"There you are,"
Segera ia nyalakan lalu lanju menyalakan lampu obor di dinding agar pencahayaan gereja tetap ada.klang...
Suara bahan metal terjatuh di lantai,
di lorong terlihat gelap Aria tak melihat apapun."Yuna? apakah itu kau? ben? Eliot?siapa disana?"
suasana nya mencekam, biasanya semua anak-anak menjawab panggilan Aria, lalu siapa itu tadi? suara orang berjalan terasa dekat namun dia tidak menjawab, Aria memgambil pisau cukur Eliot yang ada di toilet."jawab! jangan hanya berjalan, atau kau hanya terluka jika sampai mendekatiku!"
Sekelompok orang dengan topeng aneh menyergapku dan aku melawan dan melukai tangan salah satu dari mereka.
"lepaskan aku bajingan, SIAPA KALIAN?"
mereka bergumam dalam bahasa asing yang tak aku pahami dan orang yang terluka terlihat marah dan dia menancapkan suntikan ke leherku. Sakit sekali rasanya, kepalaku hampir pecah dan aku melihat kedaan sekitar menjadi gelap.Aku terbagun dan rasanya sangat Dingin, dan penuh rasa sakit di sekujur tubuh ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The price for being sane
Mystery / Thriller"Aku butuh pil itu, those red pil, red pil, red pil, red pil!" Gema suara di pikirannya bertambah, memori samar menyakitkan itu muncul lagi dan lagi. Semua orang melihatnya menatap takut, jijik, menyudutkan dirinya di stasiun kereta hari itu. Tidak...