What the actual f*ck?
Itulah isi kepalaku ketika bangun dari tidur, membulatkan mata sempurna dengan keadaan syok berat, ketika menemukan diri tanpa pakaian dan hanya dibalut selimut putih. Namun, sebenarnya bukan hanya itu, selain kebiasaan aku tak pernah tidur dalam keadaan begini, yang paling mencengangkan dari yang paling gila adalah satu hal ....
Keberadaan seonggok pria yang kupeluk erat, layaknya sebuah guling tanpa ragu, dan karena keadaan saling bersentuhan kulit ke kulit ini aku jadi tahu, keadaan kami sama--bak bayi baru lahir ke dunia. Bawah sana bahkan saling menyapa, dan harusnya aku bereaksi lebih agresif tetapi karena syok ini malah mendiamkanku tanpa suara kesulitan mencerna apa yang terjadi.
Aku yakin, sesuatu terjadi, dan itu bukan sekadar pelukan begini, maksudku dari keadaan kami saja sudah tampak jelas, bawah sana mulai terasa keram dan ada rasa-rasa ... you know.
Sialan ....
Mataku fokus menatap pria itu, si pria serba cokelat, aku katakan demikian karena rambutnya cokelat, kulitnya pun demikian, dan matanya aku yakini sewarna--aku ingat bagaimana wujud pria ini. Malam itu dia perform, sebagai penyanyi yang digilai anak muda, malam itu, ya malam itu.
Bagaimana bisa aku berakhir seranjang dengannya?! Sebenarnya apa yang terjadi?! Ingatanku terputus!
Aku memutar ingatan malam kemarin ....
Tyona mengambil cuti pulang kampung, jadi aku tak punya teman, meski demikian aku sedikit bosan hingga mengambil cuti juga sekitar tiga empat hari untuk healing, di rumah. Kemarin, hari keduaku cuti, Vivian si adik angkat Romansa merengek padaku minta ditemani ke konser idolanya karena katanya Romansa tak bisa menemani. Aku yang pada dasarnya tak punya wacana selain kemalasanku tanpa ada teman, akhirnya ikut-ikut saja, seat yang di-booking gadis tengil itu VIP plus meet and greet antar fans.
VIP, paling depan, tak banyak orang, tetapi dijaga lumayan ketat, aku bisa melihat pria ini, kalau tidak salah namanya Brando, Brendy, or whatever his name is, perform, hampir dua jam, menyanyi-nyanyi, karena lagu-lagu mereka bukan favoritku aku tak terlalu tahu meski menikmati saja, Vivian excited dengan itu.
Tak ada banyak hal terjadi, oke, tetapi apa berikutnya ....
Meet and greet.
Aku tak ikut, hanya Vivian, tetapi aku menunggu di sejenis waiting room mungkin, dekat sana, dan kemudian, oh benar, aku bertemu dia.
"Tunggu, kamu ... kenapa di area ini? Meet n greet bagian sana!" Pria itu menunjuk ke arah Vivian tadi, dia memegang sebuah gelas kertas, entah apa isinya.
Pria berpakaian ala rockstar, serba hitam, tetapi rambut, kulit, dan manik cokelat tajam, tampan, aku belum mengenalinya saat itu, ingatanku memang buruk.
"Ouh, maaf, aku kira ini ... ruang tunggu."
"It's not." Dia menuju ke pintu, mengambil sebuah tanda yang ada di sana, dan memperlihatkan padaku. "Oh it is. Aku kira ini ... tempatku, ouh."
Ini memang ruang tunggu, dia yang keliru ternyata dan menggaruk kepalanya canggung.
"Tunggu, apa kamu ... vokalis itu kan? Kenapa gak ke MnG?" tanyaku akhirnya.
"Kamu gak mengenaliku? Ouch ...."
"Not a fan, but, aku suka nyanyianmu tadi, lagumu bagus, bermakna, aku ke sini karena temen, dia antusias mau ketemu kamu."
"Sudah tadi, sebentar, aku izin karena capek dan berniat istirahat, aku sebenarnya punya social anxiety di kondisi tertentu." Dia menggedikan bahu dan aku mengangguk mengerti, social anxiety memang hal menakutkan, gestur Brendon pun terlihat kaku dan gugup, beda dengan saat dia di atas panggung, social anxiety di kondisi tertentu hm. "Dan sialnya aku tak tahu menahu soal gedung ini, ini kali pertama konser di sini."
"Ouh, begitu." Aku mengangguk.
"BTW, what's your name?"
"Sarah, kamu ...."
"You really don't know me?"
"Brandon?"
"Brendon, with E."
"Sorry." Aku menyengir kecil.
"Gak apa, beberapa misread Brenden, Berden, dan yah sejenis. Oh ya Sarah, apa kamu membawa mobil?" tanya Brendon.
"Iyap." Aku agak heran kala dia menanyakan hal tersebut.
"Ini ide buruk sebenarnya, cuman ... orang-orang masih di luar, mereka tau mobilku, tapi enggak dengan mobil kamu. Apa kamu ... yah, mau membantuku, ke hotel X, kamarku sudah di-booking di sana. Dekat saja dari sini. Don't worry, aku akan membayar."
"Mm Bee, apa kamu yakin soal itu? Maksudku, ada banyak kemungkinan terjadi."
Brendon mengangkat kedua tangannya. "Aku gak akan macam-macam, sungguh, tidak akan."
"Bagaimana kalau sebaliknya?"
"That's on me, entahlah aku merasa tak akan terjadi apa-apa. Hanya tumpangan kecil, Sarah. Aku benar-benar capek dan ingin tidur." Brendon tampak menguap.
"Berapa lama MnG di sana? Kalau sesuai perhitungan mungkin aku bisa mengantarmu dan kembali ke sini karena kamu tau, aku gak sendirian ke sini, temanku ada di sini."
"Thanks, Sarah. Yah, masih banyak waktu, bassist-ku lumayan banyak penggemar juga jadi mereka betah saja tanpaku. Sebentar aku memakai penyamaran." Aku menghela napas dan mengangguk.
Brendon tak beranjak, dia hanya mengambil sesuatu dari sakunya, masker dan kacamata, kemudian melepaskan pakaian menyisakan dalaman berupa kaos lengan pendek. Dia sekilas terlihat kurus, tetapi kali ini tampak otot menyembul di sana.
Kami pun menuju keluar diam-diam, mengendap-endap, dan benar tak ada yang tahu, memasuki mobil berdua.
"Huh, that was close." Brendon berujar.
"Yah. BTW, Vivian tampaknya bakalan kaget dan iri berat." Aku tertawa geli.
"Oh, jangan katakan pada siapa pun, jantungku merasa gak baik."
"Iya iya, aku mengerti." Mulailah aku menjalankan mobil dengan tenang keluar area sana.
Brendon tampak menghela napas. "Ah, jalanan bisa selegang ini."
"Mm-hm ...." Aku agak kaget melihat Brendon ternyata tak melepaskan minumannya. Dia mulai menyesap minuman tersebut.
"Rasanya terasa aneh," gumam Brendon.
"Apa itu bir?"
"Bukan, ini minuman soda, aku tak bisa minum begituan."
"Ouh, Brendon, tampaknya kita punya problem."
Sangat bermasalah, karena keberadaan kerumunan fans yang memenuhi hotel.
"Sa-Sarah, huh, huh ...." Dan kaget melihat Brendon terlihat ngos-ngosan, seakan kesulitan bernapas. "Ja-jalan terus, aku tak bisa begini."
"Kita akan ke mana?"
"Ke mana saja, tempat aku bisa beristirahat dengan tenang, it's really, not my night." Brendon memegang dadanya dan aku kembali menjalankan mobil jauh dari kerumunan.
"Brendon, tarik embuskan napasmu pelan tetapi pasti, santai saja."
"Yah, aku ... ini agak memalukan."
"Nah, Brendon, aku ngerti perasaanmu." Aku berusaha menenangkannya. "Apa hal begini sering terjadi?"
"Yah, sering, jujur saja ini tempat konser terpayah, mereka gak menyediakan lokasi dengan baik, kemudian gampang terbongkar fans seakan ada oknum nakal membuka jalurnya, jujur saja ini akan jadi lokasi yang aku banned dari tour. Sial sekali, beruntung ada dirimu, Sarah." Brendon menarikembuskan napasnya berusaha menenangkan diri.
Oke, ke mana harus kubawa pria ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby B [tamat]
Romance[21+] Skenario hidupnya benar-benar BAGONG! Niat hati Sarah Octavia masih jadi perawan ting ting di usia yang kata orang-orang matang menikah, hanya satu, dia wanita setia yang memegang teguh ucapan seseorang yang berjanji padanya di masa lalu. Namu...