Dan aku akhirnya, membawa Brendon ke apartemenku, apartemen yang kosong melompong dekat apartemen utamaku karena satu ini khusus aku sewakan. Kebetulan, penghuni lama sudah pergi dan belum ada yang baru, jadi kenapa tidak? Brendon bilang dia akan bayar meski hanya semalam dua malam.
Setidaknya tempat ini nyaman ditiduri.
Aku dan dia pun keluar mobil, tetapi saat Brendon keluar mobil, dia limbung. Andai tak aku pegangi, mungkin dia jatuh.
"Brendon, kamu baik-baik saja?"
"Entahlah, rasanya panas dingin." Aku rasa itu reaksi social anxiety-nya. Setidaknya itu yang aku pikirkan.
Badannya gemetaran, aku jadi khawatir, hingga segera membawanya masuk ke dalam pun menuju kamar. Tak mungkin aku meninggalkannya begitu saja di sana.
Lalu, saat aku ingin melepaskan bopongan dan membiarkan Brendon tidur tenang di apartemen ....
"Brendon, lepaskan aku." Brendon malah memegangiku erat, reaksi kecemasan berlebihnya?
Meski syukurlah, aku bisa melepaskan diri. Ada apa dengannya? Keadaannya cukup parah. "Kamu ... mau aku panggilkan dokter?" tanyaku khawatir.
"Uh ... bi-bisa kamu ambilkan permen, dalam saku celanaku, sebentar saja. Bukakan dan masukkan ke mulutku." Tanpa babibu, aku menuruti keinginan Brendon, mengambil permen di celananya, dan aku menemukan permen bola tanpa merk di sana, segera kuambil dan kubuka bungkus, kemudian memasukkan ke mulut Brendon.
Namun, tanpa aba-aba, tiba-tiba saja Brendon menarik, cukup keras hingga masuk ke pelukannya, dan tanpa aku duga dia ....
(Selengkapnya tersedia di karyakarsa dengan harga Rp. 2.000 saja)
Jadilah, saat ini, baru aku memikirkan ragam konsekuensi kecelakaan ini, aku sama sekali tak memakai KB atau hal sejenis, tak ada pengaman, dan Brendon melakukannya di dalam berkali-kali. Bagaimana ini? Haruskah aku abor*si jika akan jadi sesuatu?!
"Aaarghhh! What the hell?!" Aku menoleh ke samping, bukan, bukan aku yang berteriak.
Itu Brendon, yang berguling menjauh bersama selimutnya dariku yang tengah frustrasi dengan keadaan saat ini, terkena pemerkaosan dari superstar naik daun.
"Argh!" Dia kembali berteriak histeris layaknya perempuan, padahal aku pihak paling dirugikan di sini, dan saat aku sadar arah teriakkannya ....
"Argh! Serahkan selimut itu!" teriakku, karena aku jadi bak bayi karena si sialan itu menarik selimut untuk diri sendiri.
Aku tarik selimut darinya dan menyembunyikan diri, sedang Brendon berikutnya mengambil celananya yang sepertinya ada di lantai tadi. Mengenakannya dengan cepat meski tubuh lumayan kekarnya terekspos.
"Sarah, kamu menjebakku?!" teriaknya tanpa aku duga dia malah menuduhku dengan tudingan aneh.
Mataku melotot. "Apa maksudmu menjebakmu?!"
"Ini rencanamu, jelas, aku tahu isi kepala mesvm para fangirl soal idolanya. Mereka nekad dan--"
"Dude, kamu yang memperk00saku sialan! Itu karena obat perangsang yang sepertinya ada di minumanmu, bahkan di permen yang kamu makan tadi! Aku kena imbasnya!"
"Ya, kamu yang merencanakan itu semua! Aku akan menghubungi manajerku!" Brendon mengeluarkan ponselnya.
"Tidak, aku yang akan menghubungi kepolisian atas kasus ini, karena jelas bukan aku yang menjebakmu dan aku berani bertaruh soal itu! Siapa pun yang memberikanmu minuman itu dan permen itu, tahu sesuatu!" teriakku membela diri, dan Brendon kemudian terdiam. Kami diam selama beberapa saat sampai dia menunjuk kasur lagi.
"Tunggu, darah apa itu? Kamu terluka? Menstruasi?"
"Itu darah perawanku." Aku memutar bola mata malas dan Brendon terlihat syok berikutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby B [tamat]
Romance[21+] Skenario hidupnya benar-benar BAGONG! Niat hati Sarah Octavia masih jadi perawan ting ting di usia yang kata orang-orang matang menikah, hanya satu, dia wanita setia yang memegang teguh ucapan seseorang yang berjanji padanya di masa lalu. Namu...