BLAKE

6 1 0
                                    

Ketika Blake masih remaja, dia adalah anggota geng SMA yang terkenal kejam. Dia dikenal cepat marah dan suka menggunakan kekerasan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Dia sering membolos untuk bergaul dengan sesama anggota gengnya, dan dia sering berurusan dengan hukum karena tindakannya. Dia dipandang sebagai individu yang tangguh dan berbahaya, dan banyak orang yang takut padanya.

Namun, di balik semua gertakan dan omongannya yang keras, Blake adalah jiwa yang tersesat. Dia berasal dari keluarga yang berantakan, dan dia selalu merasa seperti orang luar. Dia sering menyerang orang-orang di sekitarnya karena dia terluka dan marah di dalam dirinya.

Terlepas dari semua kekurangannya, Blake juga seorang musisi yang berbakat. Dia memiliki pendengaran yang alami terhadap melodi dan suara yang kuat yang dapat dia gunakan untuk mengekspresikan dirinya. Kecintaannya pada musik menjadi cara baginya untuk melarikan diri dari kekacauan.

Blake selalu menjadi remaja yang pemarah, dan disiksa oleh ayahnya hanya memperburuk keadaan. Dia sering berselisih dengan teman-temannya, dan itu akan berubah menjadi perkelahian fisik. Emosinya sering kali menguasai dirinya, dan dia akan menyerang siapa pun yang melintasi jalannya.

Namun suatu hari, semuanya berubah. Dia terlibat perkelahian dengan geng saingan di sekolah menengahnya, dan mereka menyerangnya dengan amarah yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Mereka kalah jumlah, dan dengan cepat mengalahkannya. Dia dipukuli dengan sangat parah hingga hampir tidak bisa berjalan, tetapi dia menolak untuk mundur. Entah bagaimana, ia menemukan keberanian untuk melawan mereka, dan pada saat itu, ia menyadari bahwa ia telah selesai dengan kekerasan dan kemarahan yang selama ini menahannya.

Ketika dia tiba di rumah, dia disambut dengan lebih banyak caci maki dari ayahnya, yang melihat keadaannya dan menganggapnya sebagai tanda kelemahan.

"Darimana saja kau?"
Tanya sang ayah setengah mabuk.

"Sekolah..." Jawab blake.

Namun jawaban putranya itu hanya menyulut emosi sang ayah, karena melihat wajah blake yang dihiasi warna biru,merah dan hitam.

Ayah blake kemudian melempar blake kearah meja makan dan menghancurkan meja makan yang sudah lapuk itu, meskipun sang ayah telah melihat blake terkapar, ia malah menyerang blake secara membabi buta sehingga darah blake memenuhi kepalan tangan sang ayah bagaikan dua pasang sarung tangan merah.

Namun, alih-alih menyerah, Blake justru menemukan tekad baru di dalam dirinya. Dia tahu bahwa dia tidak bisa terus hidup seperti ini, dan dia tahu bahwa dia harus mencari jalan keluar.

Blake lahir dalam kehidupan yang penuh penderitaan dan rasa sakit. Sejak usia dini, dia tahu bahwa dia berbeda dari anak-anak lain. Dia terlahir dengan bakat alami dalam bidang musik, tetapi ayahnya tidak melihatnya. Sebaliknya, dia melihat Blake sebagai kekecewaan dan terus-menerus menyiksanya baik secara fisik maupun emosional.

Namun, Blake tidak tahan lagi dan memutuskan untuk kabur dari rumah. Dia tidak punya uang, makanan, dan tempat tinggal, tapi dia tidak peduli. Dia akhirnya bebas dari penyiksanya, bebas untuk menjalani hidupnya seperti yang dia inginkan.

Ia tidak menoleh sedikitpun meski ia mendengar suara sang ayah yang terus berseru namanya, ia tidak sedikitpun melihat kebelakang.

Blake terbaring di jalan, tubuhnya memar dan babak belur, nyaris tidak bisa bergerak. Udara malam yang dingin terasa seperti jarum di kulitnya, dan dia bisa merasakan nyawanya melayang. Dia tidak pernah merasa begitu kesepian dan tak berdaya dalam hidupnya.

Namun kemudian, entah dari mana, dia mendengar sebuah suara, suara yang hangat dan baik.

"Anak muda kau berlumuran darah!"
Ucap pria itu kemudian memapah blake kedalam restoran kecil miliknya.

Finding the RythmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang