06. Cinta itu...

361 34 12
                                    

“Dia hanya menghargai mu, bukan mencintaimu ”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia hanya menghargai mu, bukan mencintaimu ”

**

Zurich, Swiss
   Malam semakin gelap. Beberapa orang mulai memakai jaket mereka karena udara juga kian dingin, padahal ini masih bulan November, biasanya musim dingin di sini dimulai pada pertengahan bulan Desember. Ini lebih cepat dari perkiraan. Suasana pesta masih belum redup meski beberapa anak-anak mulai mengantuk. Mengapa pesta tak diadakan siang saja? Mungkin karena banyak dari wali murid yang bekerja pada siang hari. Pesta ini seperti pertemuan kolega bisnis saja.

"Jadi kau yang namanya Christopher?" Aksa berjongkok, menatap anak laki-laki yang sedang duduk di sebuah kursi kayu di depannya memakan biskuit coklat di tangan kanannya.

"Apa Arika sering menceritakanku Tuan Mahveen?" Christopher turun dari kursi, mendekatkan wajahnya ke arah Aksa, sedikit berbisik sembari melirik ke arah samping. Kearah Arika yang duduk di tikar belakang Aksa bersama Ammara.

Aksa mengangguk sebagai jawaban. Mata anak laki-laki itu berbinar.

"Benarkah? Apa yang Arika pernah katakan tentang aku Tuan Mahveen? Apa dia berkata bahwa aku sangat tampan?"

Aksa menenggakkan badannya, sedikit terkejut dengan serangan pertanyaan dari Christopher. Anak laki-laki itu kini menjauhkan tubuh dan menutup mulutnya, saat dirasa volume suaranya terlalu keras.

Benar saja, Arika tadinya duduk kini berdiri. Christopher terlalu antusias hingga tanpa sadar meninggikan volume suaranya.

"Berkacalah dahulu sebelum kau bicara Christopher, kau itu sangatlah jelek!" Arika berkata sembari melangkah mendekat dan mendorong pundak Christopher pelan.

"Arika, kau tak boleh seperti itu" Ammara melangkah cepat dan menarik Arika mundur beberapa langkah dari Christopher.

"Apa kau menyukai Arika Christopher?" Aksara bertanya sembari menaikan turunkan kedua alisnya, mengoda anak laki-laki itu.

"Never, will never!" Christopher menyilangkan kedua tangan di depan wajahnya. Aksa mengulum senyum, lucu sekali!

"Aku juga tak akan pernah menyukaimu Christopher!" Arika menyahut dari sana, gadis itu menyingkirkan tangan sang Mama dari bahunya, berjalan mendekat ke tengah-tengah Aksa dan Christopher.

"Sudah-sudah" Ammara mencoba melerai, mendekat ke arah Arika lagi.

"Kau kesini ingin bersenang-senang kan?"

Arika mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Ammara.

"Yasudah, mengapa malah bertengkar dengan Christopher" Ammara mengajak Arika menjauh dari Christopher, gadis kecil itu masih sempat menjulurkan lidahnya ke arah Christopher saat hendak melangkah mengikuti Ammara.

**

Menghabiskan waktu bermain bersama ternyata menguras banyak energi Arika, Gadis kecil itu kini terlihat tidur pulas di pangkuan sang Mama. Mereka memutuskan pulang meninggalkan pesta, karena Aksa juga mungkin kelelahan. Sehari dengan tumpukan berkasa bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

Setelah kurang lebih setengah jam di perjalanan, akhirnya mobil itu berhenti di bagasi sebuah rumah dengan gaya bangunan klasik yang sederhana.

"Biar Aku aja." Aksa mengambil alih Arika dari pangkuan Ammara, gadis itu terlihat sedikit mengeliat kecil saat Aksa mengangkat tubuhnya.

Mereka memasuki rumah. Aksa menidurkan Arika di kamarnya, lantas pria itu duduk di sofa panjang ruang tengah mengistirahatkan tubuhnya.

"Kamu udah makan Sa?" Ammara bertanya dari balik pintu kamar yang baru saja terbuka, gadis itu baru saja berganti pakaian terlihat keluar dengan baju yang lebih santai.

Tak ada jawaban dari Aksa.

"Mau aku masakin?" Aksa tetap diam, menyandarkan tubuhnya. Ammara memberanikan diri untuk mendekati pria itu, duduk di samping Aksa.

"Sa, Kamu lagi ada masalah?" Dengan sangat berhati-hati Ammara bertanya. Pria itu mengangkat kepalanya, menoleh kearah Ammara.

"Gak" Jawab Aksa, kembali mengalihkan pandangannya dari Ammara.

"Aku siap dengerin cerita kamu Sa. Aku istri kamu"

Aksa diam. Tak berniat membalas ucapan Ammara. Hanya terdengar helaan nafas dari pria itu.

"Aku mau kita perbaiki hubungan kita Sa, jangan berantakan kayak gini" Nada bicara Ammara melemah.

"Cintaku udah habis di Akira Am,"

Layaknya sebuah busur panah yang melesat kencang menembus hati Ammara. Sebuah luka yang nyaris kering kini kembali terbuka kembali, dan sampai saat ini Ammara masih belum menemukan obatnya.

"Sa.." Suara Ammara tercekat. Aksa lantas berdiri, hendak melangkah meninggalkan Ammara.

"Gue gak bisa Am, Maaf"

"Masih banyak yang harus kita lakukan Sa. Arika? Dia butuh kita, hidup masih berlanjut Sa, Lo harus bisa lupain masalalu Lo." Ammara berdiri dari duduknya. Aksa menghentikan langkah kakinya.

"Aku juga punya masa lalu Sa. Tapi Aku gak egois kayak kamu"

"Aku bingung hubungan kita mau lanjut entah kemana Sa. Sedangkan kita aja gak searah"

Aksa membalikkan badannya "Aku mau kita balik ke Jakarta Am. Apa yang Aku cari, gak ada disini" Ammara membuang wajahnya dari Aksa, air matanya luruh. Semua yang dia lakukan ternyata sia-sia, hati Aksa hanya akan kembali ke pemilik yang sesungguhnya. Impian memiliki sebuah keluarga sempurna, ternyata adalah hal yang mustahil bagi Ammara. Selama ini, Aksa hanya menghargainya, bukan mencintainya. Aksa hanya mencintai satu wanita dalam hidupnya, cinta itu— egois.

**

Tbc.
See you

AKSARAJASA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang