senandika

13 2 0
                                    

Satu hal yang Ye Xiu tahu dengan pasti adalah: perasaan dan logika adalah dua hal yang bertolak belakang, tapi akan ada kalanya dunia melemparkan sesuatu yang mengejutkan sebagai ujian.

Layaknya Ye Xiu yang sedang berkabung dalam larut duka, dia pun mengerti bahwa dirinya harus cepat pulih demi timnya. Sebagai kapten dari Excellent Era, mau tidak mau dia harus menjadi kuat—walau pada kenyataannya saat itu Ye Xiu hanyalah remaja berusia 18 tahun—anggota paling muda di antara kelima orang yang juga menjabat sebagai kapten atas pemilihan sebelumnya.

Belum lagi ditambah dengan kehadiran Su Mucheng di sana, Ye Xiu merasa seakan bahunya ditimpa oleh beban dunia. Namun, bagaimana pun juga, dia sudah berutang budi kepada Su Muqiu; dan Ye Xiu bukanlah orang yang suka mengingkari janji, jadi sudah tentu dirinya akan menjadi wali dari adik Su Muqiu tersebut. Bisa dibilang itu juga merupakan bentuk terima kasih kepada sang mendiang karena sudah membiarkannya tinggal dalam kediaman Su selama dua tahun belakangan.

Jika harus jujur, Ye Xiu sangat ingin marah. Penyesalan dan pengandaian yang terus berjalan dalam kepala menggerogoti tubuh terutama hati dan menginvasi otaknya, menyalahkan diri sekaligus mengeluarkan rasa pahit yang selalu dia tekan. Dia takut, suatu saat, perasaan negatifnya akan keluar—seperti kotak Pandora yang terbuka secara tidak sengaja—dan menyakiti orang di sekitar.

Di saat sang remaja sedang terbenam dalam pikiran, dirasakannya tarikan pelan pada bagian ujung bajunya. Dia mengerjap, tersadar dari lamunan dan pikirannya. Ye Xiu melirik ke samping, dan mendapati sang gadis yang sedang menunduk, seakan menolak untuk melihatnya. Hatinya terikat oleh belas kasihan dan rasa iba kepadanya, rasa malang terus melintas.

"Mucheng," panggilnya. Tangannya melepaskan genggaman sang gadis dari bajunya, lalu dia berputar dan mengarahkan pandangan sang gadis agar melihat matanya. Pandangan mata Su Mucheng yang sudah menjadi merah akibat air mata membuat ekspresi Ye Xiu semakin kalut, dia merasa bersalah sudah membiarkan emosi memengaruhi.

"Ye Xiu ...." Gumaman kecil yang keluar dari mulut langsung dibalas dengan pelukan dari Ye Xiu.

"Muqiu sudah berada di tempat yang lebih baik, Mucheng. Jadi, jangan terlalu sedih ya?" Ye Xiu melepas tautan keduanya. Jari berusaha menghapus bekas air mata yang berada pada wajah Su Mucheng perlahan, menunjukkan muka tegar kepada gadis di depannya. Sebagai yang tertua dari keduanya, dia tidak boleh menunjukkan kelemahan.

Entah bagaimana caranya, Ye Xiu berjanji dalam hati bahwa dia akan membesarkan Su Mucheng sebisanya tanpa meminta bantuan kepada keluarganya. Karena dengan menghubungi keluarga Ye, itu berarti dia akan berutang, dan dia tidak menginginkan itu. Lebih baik dia hidup dalam kesederhanaan dan mengawasi sang adik dengan mata kepalanya sendiri, daripada bergantung kepada orang tuanya dan meninggalkan Su Mucheng sendirian lagi. Dia rasa, sudah cukup gadis itu ditinggalkan dua kali oleh keluarganya, dia tidak ingin menjadi yang ketiga. Oleh karena itulah, dia akan berusaha sekuat mungkin untuk menjalankan karir menjadi gamer.

Senyuman kecut yang semula tampak pada wajahnya langsung berubah menjadi lebih tulus saat dirinya melihat Su Mucheng mengangguk dengan keras. Matanya terpejam—kemungkinan agar tangisnya tidak lagi keluar—tetapi bibirnya yang menggigil tidak dapat berbohong. Ye Xiu mengelus kepala sang gadis pelan, memberitahukan secara non-verbal bahwa mereka akan baik-baik saja.

Diembuskanlah napasnya dalam diam, lalu kepalanya kembali melihat batu nisan yang terletak pada tanah. Tangannya yang selalu dijaga agar tidak terkena kotor sekarang tidak dia pedulikan; karena mungkin itu terakhir kalinya Ye Xiu akan dapat melihat Su Muqiu secara langsung, bukan melalui kertas. Lututnya yang sedari tadi bersandar pada tanah diangkat, bersiap untuk berpisah dari tempat tidur temannya. Dia mengabaikan matanya yang mulai berkaca-kaca, dan hanya berfokus pada tulisan dan foto pada batu nisan di ujung makam.

Telah beristirahat dengan tenang.

Su Muqiu, 18 tahun.

Ye Xiu bukanlah orang yang emosional, tetapi dia rasa tidak ada salahnya jika dirinya bersedih hari itu. Hanya satu hari, pikirannya mencoba meyakinkan, hanya satu hari tidak akan menggangu apa pun. Untuk hari itu saja, dia akan membiarkan dirinya menunjukkan sisi lemahnya—dan besok, dia harus menjadi kuat. Untuk Su Mucheng, untuk Excellent Era, dan ... untuk dirinya sendiri.

Dia harap temannya benar-benar berpulang ke rumah Tuhan tanpa harus khawatir akan adiknya, Ye Xiu harap Su Muqiu dapat pergi dengan aman. Delapan belas tahun dia harus menjaga Su Mucheng dari dunia luar yang keji tanpa bantuan orang lain, sekarang Ye Xiu berjanji dalam hati bahwa dia akan menjadi wali yang baik dan dapat membuat temannya bangga. Dirinya bersumpah bahwa apa pun yang akan terjadi di masa depan, Su Mucheng akan selalu menjadi prioritas utamanya.

Dan dengan berat hati, Ye Xiu melepaskan kepergian Su Muqiu dengan lapang dada. Hari ini, dia belum siap menjadi kuat; tetapi besok, dia akan menjadi orang yang lebih baik. Kapten yang baik dan kakak yang baik.

Pada hari itu, Ye Xiu merasakan kehampaan dalam hati untuk pertama kali. Pelajaran dalam hidup yang hadir secara mendadak bukan berita bagus, tetapi itulah hidup.

Satu hal yang Ye Xiu tahu dengan pasti adalah: perasaan dan logika adalah dua hal yang bertolak belakang, tapi akan ada kalanya dunia melemparkan sesuatu yang mengejutkan sebagai ujian. Namun, bagaimana orang mengatasinya adalah hal yang paling penting.

senandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang