"Lagi liat apaan?"
"Hm? Oh ini lho, aku kayaknya bakalan punya waifu baru lagi."
"Uh... Aku gak terlalu ngerti soal gituan. Waifu itu sama kayak istri kan?"
"Begitulah. Mereka itu tipe gadis yang masih suci dan perawan. Gak kayak kam-"
"..."
Mungkin itu adalah kata-kata terakhir yang bisa laki-laki berambut klimis itu katakan kepada teman bicaranya (mungkin itu pacarnya). Karena dari apa yang bisa kulihat, tatapan si wanita seperti sedang melihat seonggok sampah ditengah-tengah ruang tamu yang datangnya entah dari mana.
Dengan berat hati, aku mengalihkan pandanganku dari pasangan sejoli itu menuju pada langit senja.
"Waifu itu apa?" Tanya seorang gadis yang ada di sampingku.
"Aku yakin itu kayak pacar dari dunia lain. Biasanya itu karakter cewek yang ada di dalam animasi buatan Jepang."
Aku mencoba merangkai jawabanku sedemikian rupa agar gadis yang ada di sampingku tidak mencap teman pulang sekolahnya ini sebagai seorang wibu akut.
Untuk alasan yang tidak diketahui dalam tiga hari ini, ketika kegiatan ekskul yang ku ikuti selesai dan berniat untuk pulang, aku selalu melihat seorang gadis yang mempunyai postur yang bisa dibilang cukup tinggi dari rata-rata gadis SMA di negara ini tengah berdiri di dekat gerbang sekolah.
Pada dua hari pertama, aku hanya melihatnya dengan sekilas lalu berjalan melewatinya. Toh, jalan keluar dari sekolah cuman ada satu. Lupakan tentang hal-hal seperti melompati pagar sekolah, aku tidak ingin berada di ruangan konseling keesokan harinya karena hal konyol seperti melompati pagar sekolah hanya karena ingin terlihat keren.
Kemudian pada hari ketiga, ketika aku melakukan kebiasaan baruku seperti dua hari sebelumnya, yaitu melihat si gadis yang ada di dekat pintu gerbang sekolah. Tiba-tiba saja, gadis yang sudah kuanggap seperti penjaga gerbang itu mulai melakukan hal yang tidak pernah kupikirkan.
Dia melihatku yang berjalan mendekatinya, tersenyum dan mulai melambaikan tangannya ke arahku.
Seharusnya aku melompati pagar untuk keluar dari area sekolah hari ini.
Karena sudah terlanjur melihat dia menyapa, aku setidaknya harus membalas sapaannya. Dengan berpikiran seperti itu, aku memutuskan untuk mengatakan sesuatu.
"Sore." Kataku singkat sambil menatapnya.
"Hm. Sore."
Senyuman yang terpampang pada wajah si gadis penjaga gerbang ini membuatku mau tidak mau berhenti tepat di hadapannya.
Bangke! Ternyata nih cewek cantik...
"Pengen pulang ya?" Tanyaku.
Kenapa aku nanyain pertanyaan bodoh kek gitu?! Ya iyalah pasti mau pulang! Ya kali dia mau masuk sekolah jam setengah enam sore.
"Iya nih."
Walaupun yang tadi itu pertanyaan bodoh, ternyata gadis yang ada di hadapanku ini masih bermurah hari untuk menjawabnya. Syukurlah dia tidak menjawab dengan kata-kata seperti "diliat kan udah tau" atau seperti "kamu nenya?". Jika dia menjawab seperti itu, poin kecantikannya yang barusan kuberi nilai 90 akan dengan cepat ku ubah menjadi -30.
"Hmm..." Aku melihat sekeliling. "Lagi nunggu teman?"
"Nggak. Nunggu jemputan." Sambil masih tersenyum, dia melanjutkan. "Yah, padahal rumahku gak jauh juga sih. Tapi gara-gara udah jam segini, pulang sendiri itu rada gimana gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen
Short StorySebuah cerita pendek yang entah kenapa idenya selalu tiba-tiba muncul secara random di kepala sang penulis.