IS-01

2 1 0
                                    

Asiany, gadis bermata bulat itu kini tengah menatap lapangan basket yang terisi belasan pemuda. Matanya fokus pada sosok yang paling menonjol diantara mereka, Adrean. Sosok cassanova diangkatannya, cowok dengan tubuh tegap dengan kulit memerah karena terkena paparan matahari itu mencuri perhatiannya.

"Woy! Kesambet baru tau rasa lo," suara menggelegar membuat Asia terjengkit kaget.

"Ish, lo ganggu!" Sembur Asia.

Gadis yang terkena semburan Asia hanya terkekeh geli, "Heran gue! lo udah dua tahun pantau dia, tapi tetep aja gak ada satupun kemajuan."

"Gimana mau ada kemajuan,Syana. Ngedeket aja gue ngerasa kebanting. Dia itu terlalu toilet duduk buat gue yang toilet jongkok," Asia memberengut setelah menyelesaikan kalimatnya.

"Cewek sinting! Dimana-mana kalo ngasi perandaian tuh yang keren. Lah ini malah disamain sama toilet, udah bener lo gak deket sama dia. Stress dia yang ada."

Syana meninggalkan Asia dengan segala rasa kesalnya, ia merasa gila jika terus berdebat dengan Asia. Meski ia tau sahabtnya itu butuh sedikit dorongan agar bisa mendekati pujaan hatinya.

"SYANA! TUNGGUIN ISH!!" Teriak Asia yang tak ditanggapi oleh gadis bertubuh semampai itu.

¤¤¤

Disisi lain Adrean atau sering dipanggil Rean, sedikit terusik dengan teriakan seorang gadis di ujung lantai dua, matanya memindai mencari sumber suara.

Gadis itu. Batinnya berbisik.

Rean tau jika gadis dengan rambut sebahu itu selalu menatapnya kala ia tengah bermain, entah siapa namanya. Sedikit berbangga karena nyatanya hampir seisi gadis disekolahnya tak dapat menolak ketampanannya.

"Kantin."

Mendengar interupsi Rean dengan segera kedua sahabatnya mengikutinya. Sahabat? Rean sedikit geli dengan kata itu, hanya saja merekalah yang selalu mengganggu kesendiriannya dengan celotehan aneh tak bermutu. Dan Rean bersyukur akan itu.

"Tumben banget lo ke kantin?"

Revan sedikit heran dengan kelakuan Rean hari ini, biasanya ia lebih memilih untuk pergi ke warung belakang sekolahnya, untuk pertama kalinya Rean menginjakkan kakinya di kantin.

"Namanya juga manusia, terserah dia,lah. Dongo!" Sahut Davi gemas. Tak ada satu hari kata akur untuk mereka berdua.

"Ya Selow aja, Babi! Gak usah pake ngatain gue dongo. Kata emak, gue anak paling pinter!"

"Alah, itu alesan biar lo gak tambah stress aja. Kasian gue sama Bubun lo," ujar Davi pihatin.

"Babi!" umpat Revan sebal. Rean hanya diam sesekali menggeleng mendengar percekcokan kedua anak manusia itu.

Langkah Rean sedikit tersendat kala matanya tak sengaja bertubrukan dengan gadis yang tengah terpaku menatapnya.

Gadis itu, lagi.

Diputuskan tatapannya, Rean tak ingin tenggelam di bola mata gadis yang tidak dikenalnya, meski jujur dia cukup manis.

TBC

MAAF JIKA ADA KEKURANGAN, KARENA PENULIS SEDANG DALAM TAHAP PENGEMBANGAN DIRI. BERI SEMANGAT DENGAN KLIK TOMBOL VOTE N KOMMENT UNTUK SARAN YANG MEMBANGUN!! TERIMAKASIH...

IMPOSTOR SINDROMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang