Erik tampak melamun menatap gedung-gedung tinggi di luar sana. Penembak jitu itu khawatir ia kalah dari Reynov lagi. Ia selalu iri dengan Reynov. Kali ini, ia harus menang menangani kasus Ali Sandi.
"Erik, kok, tiba-tiba diem. Kenapa, sayang? Banyak kerjaan?" Seorang wanita—yang baru Erik temui semalam di club—bertanya sambil mengelus dagu Erik yang kasar baru saja dicukur.
"Nggak apa-apa. Aku ke kantor dulu, ya!" Erik meletakkan gelas wine-nya. Laki-laki bertato itu bangkit berdiri melepaskan pelukan wanita itu dari tubuhnya dan bersiap pergi.
"Erik, besok mampir lagi ke sini, kan?" tanya wanita itu penuh harap. "Hubungan kita... bukan cuma one night stand aja, kan?"
Erik menatap wanita itu kasihan. "Kamu cantik, sayang. Tapi, kamu tahu, kan, siapa aku? Aku nggak pernah stay di satu tempat." Ia tersenyum santai dan pergi begitu saja. Dia benar-benar seorang Don Juan.
Erik memakai kaca mata hitamnya. Ia harus segera menemukan cara membuat Ali Sandi mengaku. Ia berusaha menculik Ali Sandi, tapi penjagaan di rumah itu sangat ketat. Seperti ada rahasia besar yang disembunyikan, penjagaan di rumah itu sudah selevel Alcatraz.
"A*****! Reynov udah sejauh apa, ya?" Erik memukul setir mobilnya. Ia takut kalah bersaing dengan Reynov. Saat Reynov masih kuliah di Amerika, Erik yang mengerjakan mayoritas misi. Sedangkan Reynov hanya mengerjakan misi yang kliennya ada di Amerika. Lalu sekarang sejak Reynov sudah kembali, semua misi besar diserahkan pada Reynov lagi, sedangkan Erik hanya diberi tugas-tugas ringan bertarif murah dengan klien-klien rewel. Menyebalkan!
Erik ingin membuntuti Reynov, supaya tahu sejauh mana Reynov sudah bergerak. Tapi, masalahnya sekarang Reynov tidak pernah ke kantor lagi. Odi, adik kecil yang selalu mengekori Reynov itu juga tidak pernah ke kantor. Erik menyuruh orang untuk diam-diam ke apartemen Reynov, tapi Reynov tidak pernah ada di sana. Demikian pula di apartemen Odi. Di kantor tidak ada, di apartemen juga tidak ada.
"Mereka kerja dari mana?" gumam Erik kesal. Ia jadi tidak bisa membaca taktik Reynov.
Erik memarkir mobilnya di depan kantor Robby Consultant. Ia segera menuju ruangan Robby.
"Erik! Have a seat!" Robby si veteran perang pendiri firma detektif swasta berkedok kantor konsultan bisnis itu menyuruh Erik duduk. "Sejauh mana progressmu mengerjakan misi?"
"Emm..." Erik menggaruk tengkuknya. Bingung. Tidak banyak perkembangan yang ia peroleh. "Saya masih mencari cara supaya bisa menculik Ali Sandi, Bos."
"Masih mencari cara?!" Robby menatap Erik tidak percaya. "Lambat sekali kamu! Lalu selama ini apa yang kamu kerjakan? Clubbing? Main perempuan? Dasar pemalas!" Ia mengambil tongkat golf-nya dan memukuli Erik keras-keras hingga Erik terjerembab di lantai.
"Dia itu penjabat tinggi, Bos. Anak dan istrinya juga artis terkenal! Susah masuk ke rumahnya!"
"Alasan!"
Erik terus dipukuli dengan tongkat golf, hingga ia berteriak, "Saya sudah menemukan anak kandung Ali Sandi, Bos!" teriaknya. "Arina Rosalin. Dia dokter. Dia tinggal di luar kota. Ikut kerabatnya."
Robby berhenti memukuli Erik. "Kamu bilang kamu berhasil menemukan anak kandung Ali Sandi?"
"Iya, bos!" Erik mengangguk. "Dia dokter. Tinggal dengan kerabatnya di luar kota."
"Oke. Kirimkan saya data diri anak Ali Sandi itu," kata Robby. "Ingat, plan A adalah kita culik Ali Sandi dan suruh dia mengaku bersalah atas kasus pembunuhan regu pasukan khusus 20 tahun lalu itu. Kita buat dia masuk penjara. Plan B, kita culik anak kandungnya dan ancam Ali Sandi supaya mau mengakui pembunuhan itu."
"Baik, Bos!" Erik menunduk patuh. Ia berkata lagi, "Erik janji, Erik bisa mengalahkan Reynov, Pah!"
"Jangan berani-berani kamu panggil saya Papah!" bentak Robby marah. "Kalahkan dulu Reynov di misi ini, baru kamu bisa panggil saya dengan sebutan Papah!"
Erik mengangguk cepat dan tangannya mengepal kuat. Ia tidak mau kalah dari Reynov. Ia akan buktikan jika dirinyalah yang lebih layak memanggil Robby dengan sebutan Papah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiasco Kafe (END lengkap)
Teen FictionAmara, mahasiswi drop out yang sekarang menjadi barista di Fiasco Kafe. Ia senang bisa bekerja di sana. Tapi, Reynov si pemilik Kafe mulai mencurigai Amara karena Amara bisa berbahasa Belanda, tahu nama senjata, dan tahu hal-hal medis. Siapa Amara...