Bagian 1 : Awal

1 1 0
                                    

Awal dan akhir kehidupan tiada seorang pun yang bisa menerkanya. Baik dukun ataupun orang pintar sekalipun, tidak pernah tau kehidupan selanjutnya. Tiada yang bisa meramalkan apa yang akan terjadi kedepan, tiada yang tahu pasti apa yang tengah menantinya di seberang sana, dan tiada yang tahu langit atau awankah yang akan melindunginya.

Sebuah kisah berawal dari seorang perempuan desa, anak petani yang kurang beruntung dalam pekerjaannya, selalu ada hal buruk yang menimpa, namun selalu diterima dengan hati yang lapang. Petani itu berfikir, tiada yang berarti baginya melainkan melihat puteri kecilnya nan manis dan elok bisa sukses di kehidupannya kelak.

Mungkin untuk awal cerita, cerita ini terdengar seperti cerita yang membosankan, tapi ingatlah dibalik cover yang romantis, ada satu perjalanan yang berlika liku, yang harus dihadapi puteri pak petani demi mendapatkan hidup yang baik dan menemukan sosok pria yang romantis.

1 detik awal dan 1 detik akhir yang menjadi penentu awal kisah ini.

-------------------------------
"Puti, apa hal yang kamu inginkan untuk kehidupanmu kelak?" Hasan, Bapak si Puti bertanya kepada anaknya yang sibuk dengan mainan bebek di tangannya. Ia memperhatikan puterinya yang berbeda dengan anak-anak disekitarnya. Pendiam dan selalu melontarkan kata-kata yang aneh, yang membuat orang bingung, pikiran seperti apa yang selalu ada di dalam otak puti.

"Hal yang aku inginkan, apakah hidupku akan seperti berlian di perut bumi atau seperti tanah yang bebas terbentang di bumi" jawab Puti, tetap fokus dengan mainan di tangannya. Hasan yang tau arti dari perkataan puterinya, mengangguk tersenyum mengelus rambut hitam legam puterinya.

"Kamu tahu Nak, Bapak tidak pernah mengira akan memiliki seorang anak perempuan yang cantik sepertimu. Kalaupun orang sekitar menganggap dirimu aneh yang selalu melontarkan kata-kata yang sulit untuk mereka mengerti, namun Bapak tahu maksud mu seperti itu" dia tetap terus memperhatikan anak perempuannya itu, mengulurkan tangannya meraih tangan sang anak.

"Tiada yang bisa mengganggu anakku, selagi Aku, Hasan Bustaman berada disisinya" Puti terkejut mendengar perkataan bapaknya dan tawa meledak di tengah-tengah perbincangan mereka.

----------------------------------
"Rey, Lo tahu nggak bulan depan sekolah kita bakalan ngadain kegiatan sosial di Kampung Alam?" Adam yang membawa cilok di tangannya tersentak kaget melihat Rey membalik kaget kearahnya.

"Coba Lo ulang lagi, kita mau kemana?"

"KITA BAKALAN KE KAMPUNG ALAM BUDEEK" Teriak Adam ke arah Rey yang terbelalak kaget mendengar nama kampung yang disebutkan Adam barusan. What? Kampung Alam? Rey ga salah dengar kan? Kampung yang katanya merupakan kampung terpencil dan minim penduduk, hasil tanamannya yang semakin hari semakin memburuk, akses jalan yang susah dan berada di ujung bukit duri, Rey tidak bisa membayangkan kehidupan seperti apa yang menunggunya disana.

"Kok lo shock gitu? Woleess aja kali. Lagian kita disana cuma dua hari doang. Satu hari habis di perjalanan, satu hari lagi buat kegiatan sosial. Abis itu kita bisa cabut pulang deh" Rey menghembuskan nafas lega, setidaknya dari penuturan Adam tadi, perasaannya jadi lega.

"Kira-kira disana ada cewek cantik ga ya bro? Biasanya perkampungan gitu stock cewek cantiknya banyak. hehe" Adam dengan tampang tidak berdosanya seketika membuat Rey ingin menoyornya saat itu juga.

"Lo kira kita bakalan pergi ke kampung melati yang banyak cewek cantiknya? ENGGAA EGEEEE. KITA BAKALAN PERGI KE KAMPUNG ALAM, BANYAK HANTUNYA" Kesal Rey meninggalkan Adam yang tertawa cekikikan melihat tampang kesal Rey.

Setibanya di kelas, Rey melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah dua siang, itu artinya Rey harus cepat-cepat mengemasi barangnya dan diam-diam cabut dari kelas. Sementara Adam yang tahu akan gerak gerik Rey, berdehem pelan dan mengamati sekitar.

"Lo gila ege? Mau cabut lagi Lo? Mau ye kena jewer jari lentiknya miss ika?" Tanya Adam kepada Rey. Melihat Rey yang mengangguk mantap kearah Adam, membuat Adam angkat tangan dengan tingkah Rey yang ga bisa di hentikan.

"Serah Lo aja deh, yang penting gue ga ikutan" Adam berlalu dan duduk di kursinya, bersiap-siap dengan pelajaran selanjutnya.

Dalam perjalanan keluar dari sekolahnya, Rey selalu waspada dan memperhatikan sekitar. Dia takut sewaktu-waktu ada guru bepe yang tiba-tiba nongol atau satpam yang ga jadi tidur. Maklum, jam segini tuh jam rawat satpam jaga siang. Dirasa mantap dan aman, Rey kemudian bergegas lari meninggalkan sekolahnya dan naik angkot yang nantinya akan membawa dia ke suatu tempat.

---------------------------
Tempat yang sunyi dan damai, tempat favorit Rey ketika ia merasa gelisah dan tidak tenang, apalagi ketika ia mendengar nama Kampung Alam. Ada memori yang ga bisa dia lupakan dari Kampung itu, kejadian tujuh tahun silam yang membuat senyum yang selalu terukir di bibir Rey, seketika hilang.

Banyak sekali hal-hal yang dia rasa menyenangkan, akhirnya perlahan-lahan membuat dia merasakan sakit yang teramat sangat. Damai yang baru sebentar ia rasakan, kini berganti dengan sesak yang teramat sangat.

"Andai waktu itu gue ga kesana, mungkin hal ini ga bakalan terjadi, mungkin gue ga bakalan kehilangan sosok dia. Gue capek, kenapa ketika gue udah merasa sembuh, tiba-tiba dalam beberapa hari lagi, sembuh itu berubah jadi sakit" Dia merenung dan menengadah menghadap ke langit, seolah mengadu kenapa kehidupannya selalu berputar di satu titik.

"Gue ga nyesal kalau harus kembali ke kampung itu lagi, tapi gue kecewa, kenapa kesana? Kenapa harus kesana?"

"Mungkin hidup gue udah ditakdirin kek gini kali ya? Cuma berhenti di satu titik yang gue ga bakalan bisa lari dari titik itu"

Ia memperhatikan awan yang bergerak mengikuti arahan angin, tidak pernah melawan apalagi marah, kenapa selalu harus menuruti kata angin.

"Harusnya kamu ga nyerah Rey, nyerah itu ga ada di kamus hidupnya Reyhan Aditama. Awan aja selalu ngikutin arah angin, karena mereka tau angin bakalan ngebawa mereka kemana, angin pasti tau akhir yang baik untuk mereka. Begitupun dengan kamu, percaya aja, tuhan pasti punya rencana yang terbaik, kita ga bisa nebak akhirannya akan baik atau tidak, tapi kita bisa berusaha menjadikan itu baik untuk kita". Rey menoleh ke asal suara, dia memperhatikan langkah seseorang yang mendekat ke arahnya, dan mengulurkan tangannya ke arah Rey.

"Puti Hasan, perempuan pendiam dari Kampung Alam, Kampung Rusak dengan sejuta kenangan, termasuk kenangan Rey yang masih tertinggal disana" dia tersenyum kaku ke arah Rey yang termangu diam, menatap tak percaya dengan apa yang dia lihat di depan

1 detik alasan Rey ingin berbalik saat itu juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

1 DetikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang