Prolog

41 8 9
                                    

Keringat dingin membasahi tubuhnya. 

Dia harus cepat mencari temannya itu. Hanya itu satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah ini. Hanya temannya itu yang tahu bagaimana caranya untuk terbebas dari Leash The Beast. Hanya Rizki, si peminjam Leash The Beast pertama yang dapat melunasi pembayaran pinjaman tanpa berkorban apa pun, yang bisa menyelamatkannya.

"Ki! Tulung bukan patona!" teriaknya dari luar rumah. Tangannya menggedor-gedor kontrakan petakan tempat Rizki tinggal. "Ki! Saya teh tahu maneh di dalam, buka pintuna, Ki! Riski!"

Sekonyong-konyong, dari dalam dia mendengar suara geradakan yang menghambur menuju pintu. 

"Ujang! Tolong saya, Jang, tulung!"

Kening Ujang berkernyit. Pintu belum dibuka, tapi dia sudah mendengar teriakan penuh ketakutan dari dalam. Ingatan tadi pagi, saat ibunya meneriakkan hal yang sama dari kamar mandi kontrakan membuatnya bergidik. 

Dengan tubuh gemetar dan serangan kepanikan, Ujang segera menghambur ke pintu dan berusaha mendobrak. "Aya naon, Riski! Maneh kenapa?"

"Ujang, tulungin, Jang! Hapena punya tangan, Jang! Tulung!"

Perasaan Ujang semakin tidak enak. Sekuat tenaga dia berusaha mendobrak pintu triplek itu. 

Bram! 

Pintu itu hancur! 

Ujang melihat ke seluruh ruangan berukuran 5x5 meter. Dia tidak melihat ponsel yang punya tangan, tapi dia melihat Riski yang duduk ketakutan tepat di samping pintu.

"Riski, kamu enggak apa-apa?" Ujang tidak pernah melihat Riski seperti ini. Tangannya mengepal gemetar di depan dada. Matanya sembap dan pipinya basah karena air mata bercampur keringat. Rambutnya yang panjang setelinga terlihat seperti baru habis cuci rambut.

Riski menggeleng. "Tulung abdi, Jang. Saya salah, saya pikir teh, kalau udah abis bayar utang, saya udah bebas. Saya udah enggak perlu ketakutan lagi. Tapi saya salah, Ujang .... Saya salah ...."

Sekarang tubuh Ujang ikut gemetar. "Heh, Riski! Apa maksud maneh?"

Tubuh Riski semakin gemetar, giginya bahkan kini terdengar gemerutuknya. "Ampun, salah salah, tulung, ampuni saya ...."

Melihat reaksi Riski yang seperti itu, Ujang semakin kalang kabut. Dengan kedua tangannya, dia menarik kerah Riski, berusaha menyadarkan Riski dari apa pun yang tengah menakutinya, sekaligus menghilangkan rasa takutnya sendiri. 

"RISKI! Sadar! Maneh kenapa?"

"Dia di sini, Ujang ...." Mata Riski nyalang melirik ke kanan ke kiri. Seolah-olah sedang awas mencari sesuatu yang bisa muncul kapan saja darimana saja.

"Heh! Siapa Riski, siapa yang di sini?" Ujang mencoba menggoncang-goncangkan tubuh Riski agar teman seprofesinya itu segara kembali kewarasannya, karena kini Ujang pun sudah mulai ketakutan. "Maneh jangan bercanda! Saya enggak suka!"

Tiba-tiba, mata Riski membelalak menatap sesuatu yang ada di belakang Ujang. Dengan satu sentakan, Riski mendorong Ujang ke kanan. Ujang tersentak, siap marah kepada Riski. Namun apa yang dilihatnya kemudian membuatnya membisu. 

Tepat sebelum sebuah tangan berwarna hitam berukuran dua kali lebih besar daripada kepala manusia mencengkeram kepala Riski, Ujang melihat bibir Riski bergerak mengatakan, "La ... ri .... Ujang!" dan dalam sekejap saja, darah dan daging menciprat ke seluruh ruangan. 

Ujang gelagapan. Tubuhnya membeku. Dia menatap ke tangan yang baru saja menghancurkan kepala Riski semudah menghancurkan tahu. "Ri ... Ri ...  Riski ...."

Tangan itu kemudian bergerak ke arahnya. Ujang ingin melarikan diri, tapi tubuhnya tidak bisa diajak berkompromi. Suara gesekan antara lantai kasar dengan ponsel berwarna hitam, menambah kepelikan yang dirasakan Ujang kini. 

"Ampun ... tulung, ampun ...."

Tangan itu kemudian mengecil hingga seukuran tangan manusia. Seperti melemparkan bola pingpong, si tangan hitam yang masih meneteskan darah itu melemparkan bola mata yang langsung dikenali Ujang sebagai mata Riski ke arahnya. 

Lalu, dalam sekejap mata, tangan itu menghilang masuk ke layar ponsel menghitam. 

Tulisan berwarna hijau yang muncul di layar, membuat mata Ujang melirik.

[BAYAR UTANGMU]

[KALAU TIDAK ....]

[YOU ARE NEXT!]

----



Pinjol TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang