1. Hilangnya Rara.

7 0 0
                                    

Rumah Naura

"Abi teh ayeuna gaduh hiji boneka.
Teu kinten saena sareng lucuna …." Sayup terdengar nyanyian dari arah taman belakang. Terlihat seorang anak perempuan berusia 6 tahun sedang asik bermain ayunan sembari memangku boneka kesayangannya.

"Ra, yuk masuk! Udah sore. Nanti diculik Wewe Gombel, loh," ujar anak lelaki yang usianya lebih tua dari gadis kecil tersebut.

"Ih, A Rama mah nakutin terus. Lagian,mana ada Wewe Gombel. Aa suka bohong, nih," balas Naura.

Ya, gadis kecil itu bernama Naura Safeera. Anak gadis cantik dengan rambut lurus terurai sebahu dan berponi. Matanya bulat, seperti mata boneka yang kemana-mana selalu ia bawa. Bahkan dandanan mereka selalu sama. Naura mempunyai kakak yang bernama Rama Bagaskara. Umurnya 10 tahun. Mereka adalah anak dari Hanum dan Bagas.

Naura turun dari ayunan dan berlari kecil mengikuti langkah kaki sang kakak yang masuk kedalam rumah. Hanum sudah menyambut mereka didepan pintu. "Yuk, masuk! Sebentar lagi ayah pulang. Kalian cuci kaki dan tangan dulu, terus Ibu tunggu di meja makan."

Hari sudah mulai temaram berganti malam. Bagas yang baru pulang bekerja, terbiasa langsung makan malam bersama keluarga yang dicintainya. "Bu, besok ayah harus keluar kota. Tolong ibu siapkan keperluan Ayah untuk 3 hari. Setelah itu, kita liburan sama anak-anak."

"Hore, kita ke Kebun Binatang ya, Yah." Naura senang bukan kepalang, memikirkan akan pergin ke Kebun Binatang.

"Ah, Rama maunya berenang, Yah. Ngapain sih Dek, ke Kebun Binatang? Mau nyamain muka sama monyet ya, hahaha …," goda Rama.

"Ih, Aa. Yah, tuh Aa nyebelin terus." Naura memang masih kecil. Tapi, dia sangat cerewet dan sering berbicara tidak seperti umurnya. Ocehannya menjadikan suasana rumah selalu ramai. Apalagi kalau Rama sudah menggoda adiknya. Pertengkaran mereka menjadikan rumah tak pernah sepi.

"Ya udah, Ayah punya solusinya. Pagi kita ke Kebun Binatang, makan siang di restaurant yang kalian suka. Habis itu, kita lanjut berenang sampai kalian jadi putri duyung. Gimana?" Naura dan Rama mengangguk cepat seraya tersenyum lebar.

"Ayah mau kemana?" Hanum bertanya seraya menambahkan potongan daging keatas piring suaminya.

"Ke Palembang. Ibu ingat kan, pembangunan cluster baru disana. Pak Gunadi nyuruh ayah cek proyek disana." Pekerjaan Bagas memang sering membuatnya pergi ke berbagai tempat. Ia adalah tangan kana pemilik perusahaan yang bergerak dibidang Penyediaan Jasa Konstruksi yang sering kita kenal dengan kontraktor. Itu sebabnya, mereka adalah keluarga yang terbilang berada.

"Oh iya, Ibu ingat. Ya sudah, nanti ibu siapkan keperluan Ayah. Sekarang, kita makan dulu."

***

"A, suruh masuk Rara. Udah maghrib kok masih di luar. Ibu sebentar lagi nyiapin makan malam. Nanti, langsung ajak adikmu buat cuci kaki dan tangan, ya!"

"Iya, Bu." Rama pun keluar mencari Rara yang biasanya bermain ayunan di halaman belakang. Kebetulan, rumah mereka berada di area yang masih belum banyak perumahan. Daerahnya pun berada di perbukitan Bandung yang sejuk. Masih banyak lahan kebun atau hutan pinus. Bagas memang sengaja memilih area atas agar mendapat udara sejuk dan menjadikan rumahnya betul-betul untuk peristirahatan setelah bertemu kepenatan jalan raya besar yang macet atau udara panas di perkotaan.

"Ra, ayok masuk! Ibu udah mau selesai masaknya." Rama yang mencari sang adik, tak menemukan Rara di tempat favoritnya. Ayunannya kosong. Sekitarnya juga sunyi. "Kemana sih, anak itu?" Rama kembali mencoba mencari adiknya ke area depan rumah yang memang tak berpagar. Model perumahan mereka memang kuldesak. "Ra, jangan main petak umpet. Ini udah maghrb loh. Nanti diculik Wewe Gombel." Lagi-lagi Rama tak mendapat sahutan dari sang adik.

Hanum yang mendengar anak lelakinya terus memanggil Rara, kemudian keluar mencari kedua anaknya. "Rama, Rara, ayok masuk!"

Tiba-tiba, Rama berlari menghampirinya dengan wajah gusar. "Bu, Rara gak ada."

"Maksudnya, Rara hilang?" Hanum meyakinkan lagi ucapan anak lelakinya.

"Iya, Bu. Kayaknya, Rara diculik Wewe Gombel. Rama udah cari di belakang, di depan, gak ada." Rama terdengar frustasi mendapati dirinya tak bisa menemukan sang adik.

"Kita cari lagi. Rama cari dalam rumah, Ibu cari di luar. Adikmu kan senang sembunyi." Hanum berusaha untuk tidak panik dan berharap bahwa Naura hanya sedang bersembunyi.

Detik demi detik berlalu, hingga seja lebih mereka berdua mencari Rara. Tetap saja, Rara tak terlihat dimanapun. Kali ini, Hanum benar-benar panik. Ia gegas menyambar ponselnya yang berada diatas nakas da menelfon sang suami. "Yah, Rara hilang. Ibu dan Rama sudah cari Rara sejam lebih. Ayah udah bisa pulang?" Suaranya bergetar saat bercerita pada Bagas.

"Astagfirullah. Kok bisa, Bu? Ayah sudah gak ada penerbangan malam ini, besok pagi, Ayah pulang. Ibu ke rumah pak RT dan juga satpam. Minta semuanya ikutan cari Rara. Sekarang!" Bagas kini gusar di Palembang. Anak perempuan kesayangannya, kini dikabarkan hilang oleh sang istri. Raganya berada di Palembang ,tapi pikiran dan hatinya berada di Bandung. Ia ingin cepat pagi.

Sedangkan di Bandung, Hanum gegas menuju rumah pak RT. "Pak, Assalamualaikum," panggilnya sembari mengetuk pintu dengan tergesa-gesa. Ia datang bersama Rama. Tentu aja, ia tak ingin kehilangan anaknya lagi.

Pak Siman yang menjadi RT setempat, membuka pintu dengan wajah bingung melihat Hanum yang berkeringat dan gusar. "Ada apa, Bu Bagas?"

"Pak, anak saya hilang. Rara hilang, Pak. Bantu saya cari anak saya, Pak! Hiks …, hiks …." Hanum menangis tersedu-sedu dihadapan Pak Siman.

"Neng Rara hilang? Innalillahi. Ayok, kita ke satpam dulu dan nanti saya kabarkan ke warga, agar kita semua mencari Rara. Ibu sudah lapor polisi?" Hanum menggeleng. "Iya, memang terkadang, polisi mau menindaklanjuti kalau sudah 24 jam. Tapi, saya ada kenalan polisi. Biar nanti, saya laporkan lewat beliau. Sebentar ya, Bu. Saya ganti pakaian dulu." Pa Siman gegas masuk kedalam rumah dan berganti pakaian. Tak lupa, ia memberitahu sang istri keadaan darurat yang terjadi saat ini.

Tak menunggu lama, warga sudah berkumpul di aula komplek mereka untuk bersama-sama mencari Rara. Hanum hanya bisa menangis didampingi bu Imah, istri pak RT. Rama sendiri, tak mau berjauhan dengan sang ibu. Ia pun terlihat bingung. Dalam hatinya, walau Rara teman bertengkarnya dirumah, tapi dia sayang. Itu mengapa, ia pun cemas memikirkan kondisi Rara saat ini. "Ra, kamu dimana sih?" Rama bermonolog.

"Baik, Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Terima kasih, sudah dengan cepat tanggap dan berkumpul disini. Sekarang, kita bagi kelompok untuk mencari keberadaan Rara." Pak Siman berkoordinasi dengan satpam dan mulai berpencar dengan para warga untuk mencari Rara.

Seminggu telah berlalu, namun keberadaan Rara masih menjadi tanda tanya. Pihak kepolisian pun sudah dikerahkan untuk mencari Rara. Namun, Rara bak hilang ditelan bumi. Tak ada jejak satupun yang bisa menjadi petunjuk, kemana Rara menghilang. Hingga rumor pun beredar bahwa Rara diculik oleh makhluk ghaib penunggu hutan belakang. Ada juga yang menyebutkan, Rara diculik sosok wewe Gombel yang senang akan anak kecil.

"Ra, pulang, Sayang! Ibu rindu."





***

Rumah Rara.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang