Bab 1 Tepat Jam Sepuluh Malam

36 8 2
                                    

Bab 1
Tepat Jam Sepuluh Malam

Tempo air yang menetes di wastafel seperti mengingatkan waktu yang berjalan sangat lambat. Beban air yang jatuh menimpa kerasnya marmer putih memercik ke segala arah. Percikannya mengganggu nyala lilin di balik gelas kaca hingga bayang-bayang tirai kamar mandi di dinding dibuatnya seolah tertiup angin.

Tak jauh dari wastafel tampak serpihan cangkir di lantai kamar mandi bergaya minimalis. Pemiliknya tampak sesikit tersembunyi di balik tirai kamar mandi yang tak sepenuhnya menutup. Tubuh indah perempuan itu bersandar pada sisi bath tub yang terisi air tak sampai seperempatnya. Kepalanya terkulai hingga rambut panjang dengan sedikit ikal di ujungnya menutupi wajahnya yang masih tampak sangat muda. Tubuh yang tersandar miring ke kiri itu tampak tak berdaya.

Permukaan air bath tub tampak tenang. Tak ada riak besar bekas gerakan penguasanya yang terkulai lemas. Dia juga membiarkan keran bath tub tertutup seperti tak berniat untuk memenuhi wahananya dengan air untuk berendam.

Tenangnya ruangan yang syahdu tak setenang pikiran gadis di dalam bath tub. Dari kelopak matanya yang sedikit terbuka tampak bola mata gelap melirik ke arah gawai di seberang tubuhnya yang semakin lemah. Pikirannya bekerja keras untuk bisa menggapai gawai itu. Dia tahu tak punya banyak waktu. Gawai yang disimpan di seberang tubuhnya itu kini tampak berbayang dan memudar.

Dia membulatkan tekad. Tangan kanannya menarik pisau yang disembunyikan di balik badannya. Pisau itu tampak berkilat meski ruangan temaran. Dengan kepala yang masih tersandar, gadis di dalam bath tub menikmati kilaunya sebagai cahaya harapan. Dia menarik napas dalam dan berharap energinya bisa berlipat ganda.

"Maafin. Seharusnya... aku milih angka sembilan seperti biasa. Tapi rupanya... kini sepuluh adalah akhir yang sempurna buatku," lirih suaranya terdengar lemah.

Susah payah gadis itu berusaha mendekati gawai. Dia menggeser tubuhnya yang terasa berat beberapa kali lipat. Dia menumpukan sikunya untuk menahan tubuhnya tetap di atas air. Sisa kesadarannya difokuskan supaya pisau tak terlepas dari genggamannya. Sedikit demi sedikit dia beringsut. Rasanya sudah hampir seabad dia berusaha menggapainya tapi tak sampai jua. Energinya terkuras. Tubuhnya hampir menyerah.

"Sial!" Umpat gadis itu. Kali ini dia mendorong tubuhnya sekali lagi dengan siku dan kepalan tangan kanannya yang menggenggam pisau. Kaki menapak berusaha menyeret tubuh yang semakin berat.

Secercah harapan muncul. Ujung jari kakinya merasakan permukaan bath tub. Dia yakin jaraknya dengan gawai semakin dekat bahkan tidak jauh lagi. Gadis itu berusaha mengulurkan tangannya.

Sayang sekali, permukaan yang licin membuat dirinya malah kehilangan tumpuan. Gadis itu tak lagi mampu mempertahankan tubuhnya di atas air. Badannya ambruk hingga cipratan air tercipta dan mengganggu kedamain cahaya lilin di sisi lain pinggiran bath tub.

Semangatnya runtuh.  Hitam sejenak memenuhi kepalanya. Tubuh gadis itu kini ada di dalam bath tub sepenuhnya. Beruntung, permukaan air tak lebih tinggi dari kepalanya. Dia mencoba mencari cahaya, tapi gelap enggan pergi. Napasnya semakin berat. Perlahan tapi pasti rasa sakit perih menjalar di permukaan kulitnya. Pisau itu telah melukai tuannya. Sisi kiri tubuhnya terluka, gadis itu tak yakin pasti tapi sesuatu di otaknya bekerja. Tangannya perlahan meraba mencoba mencari luka itu.

Merah darah mewarnai air jernih bath tub. Lukanya cukup lebar. Rasa sakit membuat kesadarannya kembali awas. Air yang menarik darahnya keluar membuat tubuhnya mengindera kembali stimulus di sekitarnya. "Racunnya berkurang." Gadis itu berbisik dalam hati. Secercah harapan muncul di benaknya. Instingnya kembali bekerja mencari jalan menggapai gawai di atas sana.

Tangannya meraba mencari posisi pisau yang pastinya tak jauh dari luka. Gadis itu memiringkan tubuhnya ke kiri. Kini, perih lukanya makin terasa. Tangan kanannya mencari pisau lalu segera menggapai sisi bath tub. Siku kirinya kembali menjadi tumpuan tubuhnya yang masih terasa berat. Sedikit demi sedikit badannya beringsut sambil memeluk pinggiran bath tub.

Pandangannya masih kabur, tapi gadis itu tahu gawai tak jauh dari jangkauannya. Insting kembali menjadi andalannya. Dia memaksa badannya untuk sepenuhnya memeluk pinggiran bath tub. Pisau di alihkan ketangan kirinya, lalu berusaha mengulurkan tangan satunya lagi untuk meraih gawai. Tangannya perlahan meraba-raba sisi bath tub di dekat keran. Tak berapa lama inderanya perabanya merasa benda itu. Malang, tangannya mendorong ke arah sisi yang salah dan menjatuhkan gawai ke dalam bath tub. Suara cipratan air menutup harapannya. Matanya bisa menangkap layarnya yang nampak terang sekejap lalu meredup sesaat setelah menyentuh air dan berakhir gelap di dasar bath tub. Harapannya kini benar musnah.

Perih luka di sisi kiri tubuh gadis itu semakin menjadi. Gadis itu kini tak kuat lagi menopang beban tubuhnya. Pisau tertelepas dari genggamannya. Tubuhnya ambruk jatuh terkulai di dasar bath tub. Napasnya tersengal dengan tempo berat. Tenaga telah habis.

Derit pintu terdengar diikuti oleh langkah berat sepatu yang semakin mendekati gadis malang. Langkahnya perlahan seolah sang pemilik berusaha menyejajarkan dengan tempo tetesan air wastafel yang konsisten lambat, lalu berhenti untuk memungut pisau yang terlepas dari tangan sang gadis tadi.

Sosok berpakaian serba hitam itu  diam berdiri di sisi bath tub untuk beberapa lama. Matanya mengamati bagaimana gadis malang itu berjuang untuk bernapas. Selang berapa lama dia berjalan ke arah keran air. Tangannya yang bersarung hitam memutar keran hingga maksimal. Lalu dengan perlahan tapi pasti sosok gelap itu duduk di tepi bath tub dekat tubuh tak berdaya itu.

"Malaikat mautku, The Nightshade sungguh ampuh," ujar gadis yang terkulai menyadari kedatangan sosok gelap di sisinya. "Terakhir. Jam sepuluh... malam ini," pinta gadis itu lirih dari dasar bath tub.

Sosok itu menggelengkan kepalanya perlahan lalu meraih tangan sang gadis. Tangannya dengan perlahan membantu gadis itu menggenggam pisau itu kembali. Tak lama aliran darah mengalir di kulit putih si gadis malang. Sosok itu meletakkan tangan sang gadis ke dalam bath tub. Merah darah kini semakin pekat mewarnai arus air beriak di bath tub.

Sosok gelap itu merapikan rambut yang menutupi wajah sang gadis. Jarinya membelai perlahan wajah sang gadis tanpa peduli dengan bekas darah yang tertinggal di pipi yang pucat. Dia menyaksikan dengan syahdu mata sang gadis yang perlahan menutup sempurna. Kini tak tampak lagi bola mata indah gelap miliknya. Sosok itu terus mengamati kepergian gadis itu hingga seluruh tubuhnya terendam oleh warna merah darah.

Sosok itu pergi dengan langkah berat boot-nya. Langkahnya perlahan seolah dia bersembunyi dalam suara tetesan air yang menimpa marmer putih wastafel. Langkah yang bersembunyi dalam redupnya lilin juga hitamnya bayangan tirai di dinding. Sosok segelap malam itu berusaha sembunyi dari bayangannya sendiri.

Sumber Foto: Pinterest

The Nightshade: Toxic RelieverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang