Bab 4 Malaikat Perang

6 0 0
                                    


"Kalian ga kan percaya apa yang aku lihat!" Suara Meta lantang terdengar dari arah pintu yang dibukanya penuh semangat. Dilemparkannya dua kantong plastik besar berisi kertas Mading di dekat pintu dengan sembarang. Andra berjalan mengikuti di belakangnya.

Dua orang yang sedang berbicara serius di dekat jendela sontak melihat ke arah mereka. Seorang perempuan berambut panjang terurai memberikan tanda menyimpan telunjuknya di mulut.

Meta segera menutup mulut dengan kedua tangannya lalu mempercepat langkahnya menghampiri perempuan itu. Langkahnya dipercepat menyusuri rak buku yang berjajar rapi.

"Sejak kapan kalian berteriak di dalam perpustakaan?" tanya perempuan itu dengan nada kesal.

"Maaf, April. Tapi Lo harus liat sendiri! Dia balik lagi ke sekolah kita!" kata Meta memelankan suaranya.

"Dia siapa?" tanya yang seorang lagi. Lelaki yang wajahnya tampak kesal karena suara lantang Meta semakin tampak mengkerut bertambah tidak suka. Tapi  sorot tajam yang tampak dari matanya itu menambah aura tampan si pemilik wajah.

"Coba tebak...!" Meta meluncurkan teka-teki berharap suasana akan menjadi tegang.

"Hentikan! Gue ga suka misteri!" Laki-laki itu menolak ikut dalam permainan.

Andra yang berdiri di samping Meta segera menyadari suasana keruh yang mungkin terjadi. "Gita. Kita ngeliat cewek yang mirip banget sama Gita!" Andra membatalkan permainan Meta.

"Lo jangan main-main!" Kata Farel dengan nada kesal. Dia bangkit dari tempat duduknya dan hendak maju mendekati Andra. April segera ikut bangkit menghalangi Farel.

"Farel, sabar!" kata April tegas. "Lo marah sama kata-kata gue, bukan mereka!" katanya lagi.

"Lo ga bisa ngatur gue!" Farel memaksa melangkah maju.

"Urusan Belladonna bakal tambah kacau!" April menekan suaranya.

Meta melangkah mundur melihat ketegangan di antara April dan Farel.

"Urusan apa?" tanya Andra penasaran.

Farel mengarahkan pandangannya ke Andra, matanya nampak nanar menahan amarah. Kata-kata April terngiang di telinganya memutar otaknya yang buntu. "Hah!!! Siaaal!!" Farel berbalik dan menghantam meja di depannya dengan kepalan tangannya sekuat tenaga. Wajah tampan itu kini tampak frustasi.

April mendengus kesal memejamkan matanya. Dia tak mampu melihat kenyataan emosi Farel yang meledak. Terlebih, suara gebrakan meja itu merusak suasana hening di perpustakaan.

Andra semakin penasaran dengan pembicaraan mereka. Dia yakin ada sesuatu yang disembunyikan. "Ada rahasia apa?"

"Ga ada. Gue cuma minta Farel untuk ngejaga emosinya di semester ini." April berusaha tenang.

"Gue rasa lebih dari itu. Pril, lo sendiri bilang ga ada rahasia-rahasiaan. Jujur! Ada apa?" Andra balik tidak sabar.

April menarik napas dalam. "Isu soal racun dan santet itu masih kuat."

"Udah lewat liburan, loh," kata Meta menanggapi.

Farel mengepalkan tangannya makin kuat di atas meja.

"Cuma isu! Ga perlu lo tanggepin." kata Andra tenang.

Farel menahan kepalannya.

"Gue pengennya begitu. Tapi, lo tahu? Bau kemenyanya nyampe di grup orang tua, Ayah Farel ada di sini sekarang." Ketenangan April goyah.

"Apa maksudnya, Rel?" Andra mendekati Farel yang memunggunginya. "Kamu bikin ulah apa lagi sekarang?" serangnya.

Farel menghantamkan kepalannya ke meja. Dia berbalik menghadapi Andra, sang penantang. Tampak wajah merah padamnya menahan amarah.

The Nightshade: Toxic RelieverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang