BAB I

42 8 1
                                    


Haii Temans....Terimakasih sudah mampir di ceritaku...jangan lupa vote dan komentarnya yaaa....

***

Berita kematian Astrid, mahasiswi semester empat salah satu perguruan tinggi ternama di Ibu Kota menghebohkan seluruh penjuru kota dan jagad maya. Dia ditemukan jatuh dari lantai enam kampus tempat dia kuliah dengan cara yang tidak wajar. Foto-foto yang beredar mempertontonkan secara vulgar bagaimana kondisi korban saat ditemukan. Darah menggenang di sekitar kepala yang sudah tak berbentuk membuat bergidik dan mual orang yang melihatnya. Luka sayatan di sekujur tubuh mematahkan dugaan bunuh diri seperti rumor yang beredar.

Kasus ini ternyata bukan yang pertama terjadi di kampus ini. Sebulan sebelumnya, Handaru, yang tak lain adalah pacar dari Astrid ditemukan tewas di toilet kampus dengan banyak luka sayatan di sekujur tubuh. Kampus baru saja dibuka setelah hampir sebulan diliburkan karena kasus ini. Keresahan dan ketakutan tampak menyelimuti para penghuni kampus dari obrolan-obrolan mereka di kantin maupun di pojok-pojok kampus.

"Fix, ini pasti ada kaitannya dengan Reno, mantan pacar Astrid" ujar Vino sambil menyeruput kopi hitam yang ada di depannya. "Woi...Bre, Lo denger ndak apa yang gue omongin tadi?"

"Eh..Sorry? ngomong apa tadi Vin?" Ujar Brian, laki-laki berkacamata dengan rambut lurus yang sedari tadi sibuk menekuri buku yang ada di depannya. Dia tampak tak peduli dengan obrolan Vino tentang kasus yang sedang berkembang.

"Auu..ah, gelap..Loe nggak asyik, sih Bre, diajak diskusi nggak nyambung.Makan tuh huruf di buku-bukumu! Sejenak suasana hening, Vino kembali menyesap kopinya yang tinggal setengah dan Brian kembali menekuri buku di tangannya sambil sesekali membetulkan letak kacamanya.

"Bre..." rupanya Vino tak kapok mengganggu keasyikan Brian.

"Hmmm.." kali ini Brian menutup bukunya, dan mencoba menanggapi Vino.

"Coba deh, sekarang Lo pikir, ada yang aneh nggak sih dengan kematian Ndaru dan Astrid? Mereka meninggal dengan cara yang tak wajar hanya selisih beberapa saat, dan Reno sampai sekarang juga masih bebas berkeliaran, padahal menurutku dan cerita teman-teman, Reno punya Alibi yang kuat. Seminggu sebelum Handaru tewas, dia sempat berantem dengan Reno gara-gara beberapa kali Ndaru datang ke kos Astrid. Trus, karena ndak mau rahasianya terbongkar, mungkin saja Reno juga memutuskan untuk menghabisi Astrid" Vino tampak bersemangat membuat analisa bak seorang detektif yang mencoba memecahkan kasus.

"Polisi juga ndak mungkin gegabah menangkap orang yang belum ada bukti kuat terlibat, kan Vin?" timpal Brian.

"Apa mungkin karena Reno anak seorang pejabat, sehingga kasus ini terkesan ditutup-tutupi?"

"Ah.sudahlah, Vin..jangan menerka-nerka apa yang kita sendiri ndak tahu sendiri kebenarannya. Sebenarnya gampang, jika ditemukan luka yang polanya sama antara Ndaru dan Astrid, bisa saja memang pelakunya satu orang, tapi aku yakin kalau pelakunya bukan Reno."

"Punya bukti apa Bre, sebegitu yakinnya kalau Reno ndak terlibat?"

"yaa..nggak tahu..perasaanku saja mengatakan begitu, lagian sampai sekarang Reno ndak ditangkap Polisi kan,?, Sudahlah Vin..aku ada kelas sebentar lagi, pamit dulu ya!" Brian bergegas memasukkan buku ke dalam ranselnya.

"Ok, ntar gue nyusul".

Kelas tampak ramai saat Brian masuk. Obrolan mereka masih seputar kasus dugaan pembunuhan Handaru dan Astrid karena terlibat cinta segitiga. Riuh kelas terhenti ketika Pak Anton, dosen filsafat memasuki ruang perkuliahan.

"Pak, apa ndak sebaiknya kampus diliburkan kembali ya Pak?" tiba-tiba Rio ketua kelas angkat bicara sebelum Pak Anton mulai mengajar.

"Iya Pak, setuju....kita merasa ndak nyaman Pak dengan suasana kampus saat ini. Alangkah bijaknya jika kampus diliburkan kembali sampai kasus ini terungkap." Timpal mahasiswa lainnya

"Setujuuuuuu!" sekelas kompak bagaikan paduan suara. Hanya Brian yang tampak tak mengeluarkan suara.

Brian Angga Kusuma, laki-laki usia 20 tahun, si kutu buku jelas tidak akan setuju jika perkuliahan diliburkan dalam waktu yang lama. Kampus dan perpustakaan sudah menjadi dunianya. Menghapus sepinya hidup sejak kedua orang tuanya meninggal. Dengan menenggelamkan diri dalam lautan buku dan perkuliahan, Brian merasa hidupnya sangat hidup. Namun, Brian tidak punya keberanian untuk mengungkapkan pendapatnya. Semua ide dan pemikirannya, selalu terhenti dan tertahan dalam pikiran.

"Harap tenang dulu, perkuliahan hari ini tetap kita lanjutkan sampai ada keputusan dari pihak rektorat!" Pak Anton memberikan arahan disambut dengan sorakan kecewa mahasiswa yang dengan terpaksa harus mengikuti kuliah Filsafat sampai selesai sambil berharap ada keputusan yang terbaik bagi mereka

***

Empat Belas Tahun Lalu....

"Dasar cemen, cupu...Beraninya sama cewek, rasakan sekarang!" ujar bocah laki-laki sambil melayangkan pukulannya ke muka bocah di depannya. Tak cukup sampai di situ, tendangannya tanpa ampun menyasar pada lawannya yang sudah tak berdaya, darah tampak mengucur deras dari bibir bocah itu.

"Hajar terus!jangan kasih ampun...biar kapok!" timpal bocah laki-laki satunya yang sedari tadi jadi kompor.

"Sudah..sudah....hentikan! sudah cukup dia mendapatkan balasannya, jangan sampai dia mati, bisa berabe nanti urusannya, ayo kita pulang!" Lerai cewek yang sedari tadi menonton perkelahian teman-temannya.

"Kaaa..liiaann...Jaahaatt...aku akan baaaaaaallaaaaas!" bocah kecil itu ambruk dan semuanya gelap.

****

Sambung besok lagi ya Temanss...he..he

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NEXT TARGETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang