32. Peran

3.7K 297 13
                                    






"Soal apa?"

Refleks menolehkan kepala, Nada terkesiap shock menemukan Janu yang entah sejak kapan berdiri di dekat meja yang ia tempati. Pendar cemas yang berbaur dengan rasa ingin tahu, tersirat jelas di sepasang mata pria itu.

"Kenapa diem?"

Tidak ada yang menjawab.

Tatapan Janu tertancap pada sosok Nada. "Nad?"

"Soal apa pun yang menyangkut aku, kamu nggak perlu tahu!" tandas Nada, lalu bangkit dan berlalu begitu saja. Malam ini, sudah cukup. Sudah cukup ia menyalahkan diri sendiri. Sudah cukup ia hadapi permainan takdir yang seolah enggan berhenti. Waktunya ia menenangkan hati dan pikiran.

Wanita itu beranjak duduk di ruang tunggu, menyandarkan punggung ke tembok. Pandangannya lurus ke depan. Ada kehampaan di sana. Tapi hatinya tiada bosan melangitkan harap pada sang pemilik hidup agar anaknya tetap hidup. Sebab hanya Eila lah yang Nada punya. Sekalipun nanti dia tidak akan menikah lagi, setidaknya masih ada Eila yang menemani.

Menunduk membiarkan air matanya lolos, ia bergumam lirih. "Eila, mom is here for you."

***

Satu tahun yang lalu, Nada sudah menyiapkan pesta ulang tahun putrinya yang ke-3, meski tidak mengundang orang luar. Hanya kedua orang tua, adik, serta pacar Nara. Yogas. Wanita itu sengaja menyulap ruang makan menjadi restoran dadakan. Tidak mewah. Tapi memberi kesan tersendiri bagi Eila. Sayang, momen itu justru berubah menjadi duka bagi semua orang. Ketika Eila dengan semangat hendak tiup lilin, tiba-tiba kepalanya terasa pusing dan cairan merah kental mengalir dari lubang hidungnya.

Sang putri jatuh.

Menimbulkan pekik-pekik di sekeliling.

Dan di hari itulah, leukimia membersamainya.

Hingga detik ini.

Mengembuskan napas, fokus Nada tersulih ke arah si kecil yang masih lelap dalam tidurnya. Anak itu sudah dipindah ke ICU agar mendapat perawatan intensif. Dan di beberapa bagian tubuhnya terpasang alat-alat medis. Bibir Nada bergetar ketika mengatakan, "Lekas pulih, malaikat kecil Mama."

Ini kali kedua Eila drop setelah divonis mengidap leukimia. Yang pertama sekitar enam bulan silam. Waktu main ke rumah Anye dan Eila tiba-tiba mimisan, lalu jatuh pingsan. Bina panik, dihubunginya Nada. Nada sempat putus asa ketika melarikan sang putri ke rumah sakit, sebab rumah sakit yang ia datangi kala itu termasuk kelas bawah. Yang mana segalanya terbatas, termasuk ruang inapnya. Minta rujukan ke tempat lain pun sama saja. Bahkan Nada waktu itu harus menunggu sampai malam, baru anaknya kebagian tempat. Tak seperti hari ini. Janu punya power. Jadi Eila cepat mendapat penanganan tanpa perlu banyak drama.

Mendadak kepalanya tertunduk.

Dengan Janu, mungkin Eila punya akan mendapatkan apa yang tak bisa ia berikan. Tapi seburuk apa pun Nada, Nada tetap lah seorang ibu yang akan mengupayakan apa pun demi kesejahteraan anaknya. Sekalipun nyawa yang jadi taruhannya.

Nada mengangkat wajah, menatap putrinya lagi. Ia usap pergelangan tangan Eila dengan lembut. "Eila," gumamnya, lirih. "Mama tahu, Mama banyak kurangnya. Mama sadar, nggak selalu bisa nyenengin Eila. Tapi, Nak ..." Air matanya mengalir seiring dengan pundaknya yang bergetar hebat. "Mama akan mengusahakan apa pun demi kesembuhan Eila. Walaupun Mama tahu kemungkinan buruk bisa saja terjadi, tapi selama Mama masih sehat, kaki dan tangan Mama masih berfungsi, ayo kita berjuang sekali lagi."

Jeda, ia tatap wajah pucat putrinya. Mencipta sesak yang lagi-lagi memenuhi rongga dada. Andai bisa, ingin rasanya Nada menggantikan posisi Eila. Andai boleh, biar ia saja yang merasakan sakit itu. Andai, andai, dan andai. Semua perandaian itu seakan tidak ada habisnya. Berputar-putar tanpa jeda di kepala.

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang