Laki-laki Pertama

6 4 0
                                    


    Mentari perlahan merangkak ke arah barat. Ia mulai bersembunyi di balik peraduan. Senja sedikit demi sedikit menyapa setiap penduduk bumi yang tersenyum padanya. Ia menyulap langit hingga warnanya semakin menawan, membuat setiap manusia yang menyaksikan keindahannya pasti akan jatuh cinta pada ciptaan Tuhan yang selalu muncul seusai aktivitas manusia setiap harinya.

    Sama halnya dengan Adelia Kharisma. Ia seorang perempuan penikmat senja. Jangan tanya mengenai orang tua akan mencarinya atau tidak, karena orang tuanya jarang ditemui di rumah. Tidak, ia bukan seorang anak dari konglomerat yang kedua orang tuanya bekerja hingga larut malam. Ia tidak pula seorang anak yang ditinggal orang tuanya ke luar negeri untuk mengurusi proyek mereka bersama koleganya. Dan ia bukan pula seorang yang ditinggal meninggal ayahnya, sehingga ibunya menjadi pekerja seks komersial. Bukan, kisah Adelia Kharisma ini bukan seperti kisah yang biasa mangkrak di media mana pun.

    Pada senja yang melukiskan wajahmu, eh, wajah siapa ya. Wajah cinta pertama anak seorang perempuan dalam rumah? Terlalu naif memang jika harus melukiskan wajahnya yang sudah tidak pernah merindu, bahkan saling merindu.

    Adelia Kharisma, seorang gadis yang dilahirkan di Bandung, Jawa Barat. Gadis berdarah sunda tersebut bisa dibilang seorang yang cukup dewasa dalam menyikapi persoalan yang hadir. Umurnya menginjak 20 tahun. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan di universitas ternama di kota kelahiran. Kecintaannya terhadap dunia gambar, membuatnya memasuki fakultas Arsitektur yang didambanya sejak ia tak betah berada di rumah. Ya, menggambar adalah salah satu media pengalih rasa kesepiannya selama ia bosan dengan suasana rumah yang amat tidak diinginkan.

    Drafting tube dan pencil untuk sketsa adalah peralatan wajib yang tak pernah absen dari tas ransel marun milik gadis yang biasa dipanggil Adel itu. Seperti saat ini, ia sedang menumpahkan pikirannya lewat gambar yang mulai terlihat di kertas putih lanskap itu. Di waktu senja seperti ini adalah waktu favoritnya. Hal yang paling ia suka pada senja adalah warnanya, sangat indah. Hal itu sayang dilewatkan oleh lensa kamera jenis apa pun.

    Kali ini Adel berada di kafe favoritnya selama berada di kawasan almamaternya. Memang menikmati senja, tetapi tidak seperti pada sore hari biasanya, karena hari ini langit agak terlihat mendung. Namun, keadaan tersebut tidak membuat Adel meninggalkan kegemarannya menikmati senja dengan ditemani secangkir cappuccino sambil memvisualisasikan hal yang terjadi hari ini.

    “Ini pesanannya, Teh Adel, silakan dinikmati,” ujar barista disertai senyuman manis andalannya.

    “Terima kasih.”

    “Dengan senang hati, Teh.”

    Dari arah pintu masuk terdengar suara seorang anak kecil yang sedang tertawa lepas melihat kejadian lucu bersama kedua orang tuanya.

    “Kapan aku bisa merasakan itu ya?” batin Adel.

    Tak lama adzan maghrib berkumandang, setalah adzan telah terdengar sempurna di telinganya, Adel mengangkat tangan kanannya untuk memesan spaghetti carbonara. Selang beberapa detik, Adel bangkit dari kursinya untuk melaksanakan sholat maghrib di musholah kafe. Setelah selesai melaksanakan kewajiban, ia kembali menghampiri mejanya yang terletak paling barat kafe tersebut. Belum sempurna langkahnya, seorang barista yang berambut ikal tak sengaja menabrak Adel yang tinggal beberapa langkah lagi sampai di mejanya, hingga kejadian tersebut membuat es coffee machiatto tumpah membasahi baju yang dikenakan oleh Adel.

    “Sorry, Teh, Sem nggak sengaja,” ujarnya sembari memohon dengan menggenggam tangan kanan Adel.

    “Aduh, kamu siapa, sih? Kamu barista baru, ya?” respons Adel dengan pertanyaan.

    “Muhun, Teh, Sem minta maaf ya, Sem nggak sengaja. Sem cuciin baju Teteh, ya, nanti,” celoteh lelaki yang memanggil darinya dengan sebutan Sem.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Serpihan KacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang