Hari itu, Amara menunggu Reynov di kafe dengan cemas. Setelah identitasnya terungkap, ia takut Reynov akan memecatnya. Walaupun ia anak pejabat, tapi ia sudah dibuang. Ia butuh pekerjaan ini.
"Reynov!" Amara langsung mencegat Reynov saat laki-laki itu tiba di kafe. "Saya... saya masih bisa kerja di sini, kan?" tanyanya. "Saya nggak bermaksud nipu dengan pakai identitas fiktif. Saya ganti nama karena saya benci dengan ayah saya, saya kabur dari rumah, dan karena banyak lawan politik Ayah yang mau mencelakai saya."
Reynov mengamati Amara. Ia masih tidak berkomentar.
"Jadi, saya tetep bisa kerja di sini?" tanya Amara penuh harap.
Reynov tertegun. Ternyata itu yang Amara takutkan kalau identitasnya terungkap; kehilangan pekerjaan. Padahal ada hal lebih urgent daripada itu; keselamatannya.
"Amara, ayahmu masih peduli sama kamu. Kamu harus pulang!" perintah Reynov. Ali Sandi bahkan ternyata selalu mengirim orang untuk mencari anaknya. Amara akan aman jika tinggal di rumah Ali Sandi.
"Nggak, ayah saya nggak peduli. Bahkan, saya pernah diculik sampai mau dibunuh, tapi dia nggak peduli! Lagian, ayah saya udah punya keluarga baru. Saya nggak mau serumah sama mereka!" Amara kecewa mengingat hal itu. "Jadi... saya masih bisa kerja di sini?"
Reynov berdecak. "Emang saya pernah bilang mau mecat kamu? Iya-iya kamu tetap kerja di sini!" katanya membuat Amara tersenyum lega.
"Makasih, ya!" Amara meraih tangan Reynov dan menggenggamnya.
Reynov terkejut. Seingatnya, ini kali kedua Amara menyentuhnya, dan sentuhan ini membuatnya tiba-tiba gugup. Padahal saat Cassie menciumnya dulu ia malah tidak merasakan apa-apa. Ia segera menarik tangannya, takut ia jadi serakah dan ingin lebih dari sekedar genggaman tangan. Ia ingin perempuan ini memeluknya. "Saya pergi dulu!" pamitnya, menyembunyikan rasa gugupnya.
*****
Sorenya, laki-laki bertato itu mendatangi Fiasco Kafe dan langsung memesan minuman. Di kafe mungil itu hanya ada satu pelayan, Amara.
"Saya pesen Americano satu, ya!" kata orang itu.
"Oh ya. Tunggu sebentar!" Amara tersenyum dan segera membuatkan pesanan. Tak perlu waktu lama, ia segera memberikan pesanan itu. "Ini Americano Coffee."
"Thanks." Orang itu menerimanya seraya memberikan sejumlah uang. Lalu ia lihat gelas plastik kopi itu. "Kok, nggak dikasih nama? Biasanya kafe lain suka nulisin nama di gelasnya."
"Oh... mau ditulisin nama? Bisa." Amara tersenyum.
"Iya, dong. Tulisin nama biar keren!" kata orang itu. Ia menyerahkan lagi gelas plastik kopi itu pada Amara. "Tolong tulis nama gue. ERIK. E-R-I-K!"
"Oh... oke." Amara menulis dengan patuh. "Ini, ya, Mas Erik!" katanya.
"Mas Erik? Wow ... I love the way you call me, baby!" Erik tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. Menggoda Amara.
Amara jadi agak risih. Tapi ia tetap tersenyum profesional. Sialnya, Erik tidak kunjung pergi. Laki-laki itu meminum kopinya santai sambil terus menatap Amara, bikin Amara makin risih. "Maaf, ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Amara.
"Oh iya ada, dong!" sahut Erik. Ia mencari-cari apa yang bisa ia jadikan alasan untuk menggoda Amara. Ia lalu mengambil satu sachet kopi di dekat mesin kasir. "Ini, tolong, dong, jelasin instruksinya. Gue nggak paham! Sini, coba kamu baca!"
"Itu instruksinya pakai Bahasa Indonesia, kok. Pasti Mas paham."
"Tapi yang ini, nih, coba, deh. Kamu cek. Sini. Apa maksudnya?" Erik menunjuk kalimat di sachet kopi itu. "Ini, sini lihat!" Ia memaksa Amara mendekat.
Amara sadar ia sedang dikerjai, tapi ia turuti saja perintah Erik supaya Erik cepat pergi. Ia mendekat melihat apa yang Erik tunjuk, tapi kemudian tiba-tiba Erik mencium pipi Amara dan merekamnya dengan ponsel, untuk memancing Reynov.
"Eh, Mas, kurang ajar banget, sih!" Amara menjauh, merapat ke meja. Ia ambil gunting dan ia sembunyikan di balik punggung, berjaga-jaga.
Erik tertawa. "Slow down, baby!" Ia mengedipkan sebelah mata, menggoda Amara lagi. Ia lalu pergi meninggalkan kafe dengan santai.
Amara masih trauma dengan penculikan, lalu sekarang muncul laki-laki kurang ajar di kafenya. Ia curiga. Jangan-jangan pelaku penculikannya adalah Erik ini. Erik dan orang yang menculiknya dulu itu punya postur tubuh yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiasco Kafe (END lengkap)
Teen FictionAmara, mahasiswi drop out yang sekarang menjadi barista di Fiasco Kafe. Ia senang bisa bekerja di sana. Tapi, Reynov si pemilik Kafe mulai mencurigai Amara karena Amara bisa berbahasa Belanda, tahu nama senjata, dan tahu hal-hal medis. Siapa Amara...