18. Reynov VS Robby

8.4K 765 27
                                    

Pagi itu Robby memanggil semua prajuritnya untuk datang ke kantor. Reynov tiba dan langsung mencecar Cassie yang masih sendirian di ruang meeting.

"Sejak kapan lo tahu kalau Amara itu Arina Rosalin?" Reynov mencecar Cassie. Ini pertama kalinya ia begitu marah pada Cassie.

"Sejak lo kena luka pisau itu. Lo nggak mungkin kalah cuma sama cewek. Lo pasti sengaja ngalah!"

"Terus, lo kenapa kemarin bawa Amara ketemu Klarisa?! Lo sengaja, kan?"

"Lo sendiri kenapa nyembunyiin dia? Gue cuma menjalankan misi aja. Lo udah tahu keberadaan anaknya Ali Sandi, tapi lo diem aja. Ya berarti gue yang harus bilang ke Bos."

"Tapi bukan dengan cara bawa Amara ke rumahnya Ali Sandi! Lo cuma bikin dia trauma karena ketemu Klarisa dan ibu tirinya!" bentak Reynov.

"Lo kenapa peduli banget sama dia, sih, Ren? Lo suka sama dia?" tuduh Cassie.

Reynov benar-benar tidak mood membahas masalah percintaan sialan ini.

"Lo peduli banget sama dia kenapa? Karena dia nggak punya siapa-siapa?" tanya Cassie lagi. "Gue juga kehilangan orang tua gue sejak kecil. Tapi lo nggak pernah peduli sama gue!"

"Gue peduli sama lo. As a friend. Gue nggak pernah janjiin lo apa pun, Cassie. Gue nggak pernah ngasih lo harapan apa pun! Be profesional!"

"Be profesional? Elo yang nggak profesional! Lo sembunyiin anaknya Ali Sandi, target misi kita. Bokapnya dia udah bunuh ayah kita. Tapi lo diem aja. Kenapa? Karena lo naksir dia, kan? Siapa yang nggak profesional di sini?! Lo jadi lemah cuma gara-gara perempuan itu!"

"CASSIE, ENOUGH!" teriak Reynov. Ia tidak ingin memarahi Cassie.

Suasana lalu menghening. Reynov tidak mau bicara, demikian pula Cassie. Keheningan itu baru pecah ketika Robby, Erik, serta Odi datang. Reynov dan Cassie buru-buru berdiri tegap.

"Bos kelihatan marah banget tadi, Bang!" Odi berbisik dan berdiri di sebelah kiri Reynov. Ia tampak memelas "Gua takut, Bang! Jangan bilang kalau gua juga udah tahu Amara itu anaknya Ali Sandi, ya!"

Reynov menghela napas, bersiap kena hajar Robby.

"Jadi, kamu sudah tahu keberadaan anaknya Ali Sandi?" selidik Robby.

Reynov tidak menjawab, menatap Robby pun tidak.

"Bodoh! Tolol!" Robby memukul kepala Reynov dengan satu hantaman kuat. "Kamu sudah tahu di mana anaknya Ali Sandi, tapi sampai saat ini kamu masih belum menjalankan rencana penculikan kita terhadap anak itu. Buang-buang waktu saja. Kamu gagal!"

"Saya sudah menculik anaknya Ali Sandi itu, Pah. Tapi Ali Sandi nggak peduli dengan anak kandungnya. Jadi buat apa kita menculik dan menyiksa anak kandungnya sebagai umpan supaya Ali Sandi mengaku? Kita harus cari cara lain."

"No! Kamu salah! Ali Sandi masih peduli. Dia sengaja pura-pura tidak peduli supaya kita tidak mengganggu anaknya! Dia mengirim tiga orang agent dari perusahan kompetitor untuk mencari anaknya. Kamu tidak sadar kalau anak itu selalu diikuti tiga agent suruhan ayahnya?"

Reynov mengingat-ingat. Tiga agent? Apakah yang Robby maksud tiga orang laki-laki dengan setelan jas itu? Itu sebabnya Ali Sandi dengan santai mematikan video call, karena tiga orang berjas itu bahkan mengikuti Amara sampai ke gedung kosong lokasi penculikan. Jadi Ali Sandi masih peduli dengan Amara?

"Mulai sekarang, culik dan siksa anak kandung Ali Sandi itu, lalu peras Ali Sandi supaya membayar tebusan dua juta dolar atas anaknya!"

"Kita minta tebusan ke Ali Sandi?" Reynov kaget. "Bukannya tujuan kita adalah membuat Ali Sandi mengakui kesalahannya membunuh empat pasukan khusus? Kenapa kita menculik anaknya dan minta tebusan?"

"Kamu pikir menjalankan misi ini tidak butuh biaya? Banyak agen pemerintah sudah mulai curiga dengan kita. Kita butuh uang!"

"Tapi kita sudah dapat pemasukan dari kasus Klarisa kemarin, Pah. Saya juga bisa cari klien baru. Jadi, jangan uangkan nyawa anaknya Ali Sandi ini. Kita pikirkan cara lain untuk membuat Ali Sandi mengaku selain menculik anaknya!"

Robby menggebrak meja keras-keras. Semuanya tampak kaget. Bagaikan Kaisar Nero di zaman Romawi, ia berdiri dengan tatapan mengerikan. "Kalau kamu tidak bisa melakukannya, Papah bisa melakukannya dengan tangan Papah sendiri. Atau... Erik bisa melakukannya!"

Erik tampak begitu senang namanya disebut.

Reynov geram. Robby sudah menyalahi kesepakatan semula. "Ini nggak sesuai perjanjian kita semula, Pah!" kata Reynov. "SAYA NGGAK SETUJU DENGAN RENCANA KALI INI!" Ia tampak tidak takut menentang Robby. Ia meninggalkan ruang kerja Robby dan menendang guci di ruangan itu hingga pecah.

Fiasco Kafe (END lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang