Erik benar-benar ingin menang dari Reynov di misi kali ini. Oleh karenanya, ia tidak bisa bekerja sendiri. Ia butuh orang lain yang sama-sama ingin misi ini cepat selesai. Cassie.
"Hai, sexy!" Erik datang ke klinik Cassie. "Cassie, lo mau misi ini cepet selesai, kan? Ini misi terakhir. Gue bahkan udah beli villa di luar pulau. Kita bisa tinggal di sana setelah ini. Jadi, ayo kita selesein misi ini segera."
"Ngapain lo ngajak gue tinggal di villa lo? Gue punya rumah sendiri!" Cassie berdecak. "Udahlah lo kerjain aja misi ini sendiri!" katanya. Ia tidak suka bekerja sama dengan Erik yang impulsif.
Melihat Cassie tidak tertarik, ia kembali membujuk, "Lo mau Reynov bisa segera jauh-jauh dari anaknya Ali Sandi itu? Kalau lo mau bantu gue, misi ini bisa selesai hari ini juga."
Cassie menatap Erik. Ia mulai tertarik. "Oke!"
"Good!" Erik pun menjabarkan idenya. Ia hanya perlu membuat Amara sendirian, lalu ia bisa menculiknya. Maka, Cassie bertugas memancing Reynov supaya meninggalkan kafe. Hari itu, Cassie menelepon Reynov untuk cabut jahitan, yang sebenarnya masih dilakukan tiga hari lagi. Hanya itu satu-satunya alasan yang bisa membuat laki-laki itu datang. Reynov sudah sangat tidak peduli padanya.
"Bukannya cabut jahitan masih tiga hari lagi, ya?" Reynov ingat jadwalnya.
"Lo punya imun yang bisa recovery lebih cepet. Jadi, sekarang pun udah bisa. Lagian Bos minta gue temenin ke luar kota besok. Gula darahnya nggak stabil. Jadi gue harus ikut dia besok."
"Ke luar kota? Ke mana?"
"Ada undangan pesta bisnis dari kliennya." Cassie berbohong.
Cassie lalu segera melakukan tindakan cabut jahitan bekas tancapan pisau di tulang belikat Reynov. Sambil menahan sakit, Reynov mengingat-ingat siapa klien yang akan ditemui Robby.
"Kliennya itu politisi pemilik perkebunan sawit? Yang punya masalah limbah?"
"Iya," jawab Cassie. Ia sudah selesai mencabut semua jahitan di luka Reynov.
Reynov merasa ada yang aneh. Ia mengamati Cassie. Ia sudah hafal kebiasaan perempuan itu. "Cassie, lo kalau bohong pasti megangin telinga kiri lo!"
Cassie menurunkan tangannya dari mengurut telinga kirinya. Ia bahkan baru sadar kebiasaannya itu.
"Apa yang lo sembunyiin dari gue? Pesta bisnis itu bukan besok, tapi masih beberapa hari lagi. Bahkan jadwal cabut jahitan gue harusnya masih tiga hari lagi!" Reynov mencecar marah. Cassie tidak mau menjawab, tapi Reynov sudah tahu jawabannya. Erik menculik Amara. Reynov segera melesat ke kafe.
Sialnya, Erik sudah berhasil membawa kabur Amara. Dengan beberapa kali memukuli dan menodongkan pistol, Erik menggiringnya memasuki mobil. Erik memakai topi dan masker untuk penyamaran, tapi Amara ingat tato di leher Erik. Ia ingat Erik si laki-laki kurang ajar yang mencium pipinya di kafe waktu itu.
"Apa mau lo sebenernya? Lo yang nyulik gue waktu itu, kan? Lo juga pelaku di kasusnya Klarisa, kan?" tanya Amara. Ia yakin Erik adalah pelaku penculikannya dulu. Dan kali ini Erik pasti menjadikannya umpan memeras ayahnya lagi.
"Diem lo!" Erik memukulkan pistol ke kepala Amara hingga membentur dinding mobil.
Amara terus menangis ketakutan. Erik membawanya ke sebuah gedung perkantoran kosong. Hanya ada seorang satpam mengantuk di gedung tinggi itu. Mengendap-endap, Erik menggiring Amara sambil terus menodongkan pistol ke punggung Amara. "Kalau lo teriak minta tolong, lo mati!" ancam Erik.
Amara mengangguk menurut. Mereka menaiki lift ke lantai paling atas, lantai sepuluh. Gedung itu benar-benar sepi. Seperti gedung kantor yang sudah bangkrut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiasco Kafe (END lengkap)
Teen FictionAmara, mahasiswi drop out yang sekarang menjadi barista di Fiasco Kafe. Ia senang bisa bekerja di sana. Tapi, Reynov si pemilik Kafe mulai mencurigai Amara karena Amara bisa berbahasa Belanda, tahu nama senjata, dan tahu hal-hal medis. Siapa Amara...