Di kantor serba kaca berlantai marmer itu, Robby membuka brankasnya dan melihat kertas rekening korannya yang telah bertambah dua juta dolar. Ia tersenyum. Ternyata Erik bisa diandalkan juga. "Oke, well-done, Erik!"
Erik tampak senang mendapat pujian. Berbekal video Amara yang nyaris mati terbakar di gedung kosong itu, ia berhasil mendapat dua juta dolar dari memeras Ali Sandi.
"Tapi, Bos, kenapa kemarin Bos cuma nyuruh saya meminta tebusan?" tanya Erik. "Kenapa Bos nggak sekalian menyuruh saya membuat Ali Sandi mengakui pembunuhan itu? Kemarin itu kesempatan emas. Lain waktu mungkin saya nggak bisa lagi mendekati Ali Sandi."
"Karena klien kita baru mengirim seperempat biaya jasa. Next time kalau klien kita sudah melunasi semuanya, kita urus tuntas kasus Ali Sandi ini!" Robby tersenyum tenang. "Jangan bilang hal ini ke Reynov. Saya bilang begini ke kamu karena kamu sudah berhasil meminta tebusan dua juta dolar. It's your reward."
"Baik, Bos!" Erik merasa tersanjung bisa diberi reward berupa rahasia ini.
Tak lama, Robby mendapat telepon dari seorang pejabat, kliennya saat ini.
"Pak Robby, kapan Ali Sandi jatuh?" tanya pejabat itu.
Robby menghela napas. "Kalau Anda melunasi pembayaran, kami akan langsung eksekusi dia, dan jabatan Ali Sandi akan jadi milik Anda."
"Anda yakin? Ali Sandi pejabat yang cukup bersih. Simpati publik padanya sangat tinggi."
Robby membuka dokumennya. "Saya sudah siapkan bukti palsu instruksi pembunuhan dari Ali Sandi dua puluh tahun lalu. Anda tentu tidak meragukan keahlian kami memalsukan dokumen, kan?"
"Bukti palsu?"
"Ya. Dua puluh tahun lalu, ada regu pasukan khusus yang terbunuh secara misterius. Kita salahkan saja dia." Robby berkata santai lagi, "Jadi, kapan Anda melunasi pembayaran? The sooner, the better."
"Saya kirim minggu ini. Jabatan Ali Sandi harus jadi milik saya segera!"
Robby menutup teleponnya. Erik menatap Robby. Khawatir. Ia tahu jika sebenarnya Ali Sandi bukan pembunuh regu pasukan khusus itu. Robby sengaja membohongi Reynov, Cassie, dan Odi dengan berkata bahwa Ali Sandilah pembunuh ayah mereka, agar mereka punya loyalitas dan motivasi yang kuat menjalankan tiap misi. Tapi masalahnya, Reynov tidak bodoh.
Erik takut-takut berkata, "Bos harus hati-hati. Jangan sampai Reynov tahu kalau Ali Sandi bukan pembunuh ayahnya."
"Kamu tidak perlu mengajari saya! Pikirkan saja tugasmu!" kata Robby.
"Iya, Pah! Erik akan fokus ke tugas Erik, Pah!"
"Jangan panggil saya Papah, idiot!" Robby langsung menendang Erik.
Erik diam ketakutan. "Maaf... Bos!" katanya.
Robby benci sekali Erik memanggilnya Papah. Ia lebih suka Reynov yang memanggilnya Papah. Ia berdiri. "Tapi, kenapa sekarang kinerja Reynov terus menurun? Apa dia masih trauma pasca membunuh bocah itu?"
"Sepertinya... dia pacaran dengan anaknya Ali Sandi!" kata Erik memanas-manasi Robby.
"Pacaran? Dengan target kita?"
"Iya. Dia yang menyelamatkan anaknya Ali Sandi itu dari kebakaran. Reynov bahkan mendirikan kafe, dan anaknya Ali Sandi itu kerja di kafe itu, Bos!"
"Apa?!" Robby membanting gelasnya. "Yang paling pintar, selalu yang paling berpotensi berkhianat! Dan dia goyah cuma gara-gara perempuan. Rendah sekali!"
*****
Robby tidak bisa membiarkan Reynov si human capital terbaiknya itu lengah. Masih ada banyak misi bernilai milyaran rupiah yang harus mereka buru. Maka mendengar berita Reynov berpacaran dengan anaknya Ali Sandi, Robby segera mendatangi kafe Reynov. Hari itu, Amara sudah bekerja seperti biasa di kafe, walaupun di keningnya masih tampak sedikit memar-memar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiasco Kafe (END lengkap)
Teen FictionAmara, mahasiswi drop out yang sekarang menjadi barista di Fiasco Kafe. Ia senang bisa bekerja di sana. Tapi, Reynov si pemilik Kafe mulai mencurigai Amara karena Amara bisa berbahasa Belanda, tahu nama senjata, dan tahu hal-hal medis. Siapa Amara...