Seusai pesta bisnis itu, Reynov mengantar Odi pulang, lalu mengantar Amara.
"Jangan lupa pintu pagar, pintu rumah, jendela semua dikunci, ya!" kata Reynov mengingatkan begitu mereka sampai di depan rumah Amara. Ia ikut turun dari mobil.
"Kenapa... kenapa kamu perhatian banget sama saya?" tanya Amara setelah mengumpulkan keberaniannya.
"Ya karena kamu pernah diculik."
"Kenapa peduli?"
"Ya karena kamu karyawan saya. Kalau kamu ada apa-apa, saya repot cari karyawan baru."
"Terus kenapa tadi kamu mau mencium saya? Karena saya karyawan kamu?!"
Kali ini Reynov tidak bisa menjawab. "Kamu ... marah?"
Amara berdecak. Bisa-bisanya Reynov bertanya dia marah atau tidak. "Kamu jangan berani-berani nyium saya lagi, ya! Dasar cowok genit!" protesnya kesal.
"Genit?! Saya?!" Reynov kaget.
"Iya. Apa lagi namanya kalau bukan genit? Ganjen?! Mata keranjang?!"
Reynov benci sekali dengan terminologi itu. Susah payah ia menjaga citra dirinya sebagai cowok cool, malah dibilang genit. "Eh, kalau diinget-inget, kamu tadi juga diem aja! Kalau nggak terima harusnya kamu nampar saya, kek! Protes, kek! Kamu juga mau, kan, kalau saya cium! Sok-sok-an marah!" protesnya.
Pipi Amara memerah. Malu. Tadi dia memang diam saja, sih. Ya siapa yang menolak dicium laki-laki sesempurna Reynov. Tapi Amara harus menjaga gengsinya. Ia membela diri.
"Kamu bukannya minta maaf malah balik protes! Ini bisa masuk pelecehan seksual! Saya laporin, ya, ke polisi! Hukumannya bisa sampai sembilan tahun! Keluar penjara kamu udah tua! Brewokan, ubanan! Jelek!"
"Ya udah laporin aja. Bikin surat pengaduan sana. Bawa KTP sama data diri ke polisi!" Reynov tidak takut, ia yakin saat mendengar harus menunjukkan KTP asli Amara akan mundur.
Dan benar. Mendengarnya Amara tak berkutik. Ia jelas tidak mungkin menunjukkan KTP palsunya. Sebagai pelampiasannya kalah berdebat dengan Reynov, ia jewer kuping Reynov. "Dasar cowok genit! Kurang ajaaaar!" katanya.
"Aduh! Saya ini bos kamu, ya! Kamu berani-beraninya main jewer aja! Emangnya saya anak TK murid kamu di sekolah apa?! Saya bos kamu! Heh, berhenti jewerin kuping saya!"
"Terserah! Hari ini, tuh, nggak dihitung kerja! Jadi kamu bukan bos saya sekarang. Kamu bahkan nggak transfer gaji saya hari ini!"
"Oh... masalah transfer? Jadi dari tadi kamu uring-uringan cuma karena nggak saya transfer gajinya?! Oke ini saya transfer sekarang juga!"
"Hiiih! Dasar cowok nggak pekaaa!" Amara melepas sepatu hak tingginya untuk memukuli Reynov.
"Aduh... Amara! Stop! Kamu ngambeknya, kok, serem, sih?! Eh... berhenti!"
Keduanya bertengkar seperti Tom and Jerry. Reynov berusaha menghindari pukulan Amara, dan refleks ia mengeluarkan ilmu bela dirinya. Ia memelintir tangan Amara, sampai Amara berteriak kesakitan. "Aaaaa sakiiiit!"
"Sori, sori, nggak sengaja! Beneran saya nggak sengaja!" Reynov tampak panik. Ia betul-betul tidak sengaja. Ia berusaha melihat kondisi tangan Amara, tapi ditangkis oleh Amara.
"Kasar banget, sih, sama cewek! Tangan saya kesleo, nih!" Amara memijit lengannya. Ia berteriak keras-keras. Biarin! Ia bukan hanya kesal karena sakit di lengannya, melainkan juga di hatinya. Satu-satunya yang ia miliki hanyalah harga dirinya. Sekarang ia cuma karyawan rendahan, bukan putri pejabat kaya lagi. Mentang-mentang dia dibuang ayahnya, lantas Reynov bisa seenaknya sendiri menciumnya? Mempermainkannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiasco Kafe (END lengkap)
Teen FictionAmara, mahasiswi drop out yang sekarang menjadi barista di Fiasco Kafe. Ia senang bisa bekerja di sana. Tapi, Reynov si pemilik Kafe mulai mencurigai Amara karena Amara bisa berbahasa Belanda, tahu nama senjata, dan tahu hal-hal medis. Siapa Amara...