27. Love is Now or Never

6.9K 659 13
                                    

Cassie memarkir motor Ducatinya di depan Fiasco kafe. Ia melepas helm, dan mengibaskan rambut pirang indahnya. Tak lama, mobil Reynov sampai, tapi di dalam mobil itu ada juga Amara. Melihatnya, Cassie langsung berdecak. Kenapa Amara selalu menempel pada Reynov? Bahkan berangkat ke kafe bersama. Memangnya mereka satu rumah?

Cassie menghampiri Reynov yang sudah keluar mobil. Sedangkan Amara, ia memilih meninggalkan mereka dan sibuk di dalam kafe. Ia tidak mau tahu.

"Kalian kenapa berangkat bareng? Lo itu bukan sopirnya, Ren!" protes Cassie.

Reynov sebal Cassie selalu ingin tahu tentang hidupnya. "Lo ada keperluan apa ke sini?"

Cassie melihat Reynov sepertinya tidak berganti baju sejak pesta bisnis kemarin. Cowok itu masih memakai kemeja yang sama, hanya jasnya saja dilepas.

"Lo nggak pulang semalem? Lo nginep di tempatnya cewek itu? Lo tidur sama dia? You had sex with her?" Cassie semakin terbakar cemburu.

Reynov merasa pertanyaan Cassie kian kurang ajar. Ia mulai ambil sikap. "Lo gila, Cassie. Lo makin kurang ajar, ya, mikirnya. Kami nggak ada apa-apa, jadi lo jaga cara ngomong lo. Dan tolong jangan ikut campur urusan pribadi gue, oke? Gue juga nggak pernah ikut campur urusan lo, kan?"

Cassie yang terkenal tomboy dan kuat, tiba-tiba ingin menangis. Ya, Reynov tidak pernah ikut campur urusan pribadinya karena Reynov tidak peduli padanya.

"Kenapa lo lebih milih dia dari pada gue, Ren?" tanya Cassie to the point. "Gue lebih lama kenal lo. Kita tinggal di kamp bareng, kuliah bareng. Apa karena gue terlalu ngatur? Terlalu dominan? Terlalu agresif kayak yang lo selalu bilang? Lo sukanya yang kalem, cengeng, kayak dia? Oke. Gue bisa jadi kayak gitu."

"Cassie! Justru itu yang bikin kita nggak mungkin jadian! Lo cuma terobsesi!" kata Reynov. "Dan ada terlalu banyak hal yang harus kita ubah. Lo nggak bisa jadi diri lo sendiri, dan gue nggak bisa jadi diri gue sendiri."

"Bullshit! Alesan lo basi!" teriak Cassie. Ia tersenyum kecut. "Emangnya dia tahu lo siapa? Emangnya dia bisa nerima lo kalau tahu lo siapa? Dia bahkan nusuk lo biar dia bisa kabur dari penculikan. Dia nggak akan loyal sama lo. Dia akan berubah pikiran setelah tahu lo siapa. Inget, Ren, dunia kita beda dengan dunia orang pada umumnya." Cassie mendekatkan diri, berbisik, "Kita dilatih untuk jadi pembunuh!"

Cassie pergi dengan langkah-langkah jengkel, memakai helm, dan menaiki motornya dengan kecepatan tinggi. Reynov memasuki kafe. Raut wajahnya sedikit redup. Kalimat terakhir Cassie seakan membangunkannya dari mimpi indahnya. Ya, ia dilatih untuk menjadi pembunuh. Ia punya dunia yang berbeda dengan orang pada umumnya. Bahkan ia ditugaskan untuk mencelakai ayahnya Amara.

Di dalam kafe, ia bertemu pandang dengan Amara yang hanya berdiri menatapnya dari balik meja pantry.

Amara, apa saya boleh jatuh cinta sama kamu, padahal saya harus mencelakai ayah kamu? batin Reynov.

Amara bisa melihat adegan Reynov dan Cassie tadi itu, walau ia tidak bisa mendengar percakapan mereka. Ia tahu Reynov mencampakkan Cassie. Melihatnya, tumbuh sebuah harapan di hati Amara. Apa itu berarti kamu lebih memilih saya daripada Cassie? batin Amara penuh harap.

Reynov segera masuk ruang kerjanya. Setumpuk berkas data-data klien yang menjadi misinya kali ini menunggu untuk ia analisis. Tapi ia benar-benar tidak berminat sekarang. Ia lantas mandi di kamar mandi ruang kerjanya. Ia basahi kepalanya supaya bisa berpikir jernih. Ia lihat pantulan dirinya di kaca. Ada berbagai bekas luka di badannya. Bahkan ada luka yang Amara tusukkan menggunakan pisau di dekat jantungnya. Ia benar-benar didesain sebagai pembunuh. Ia bahkan sudah membunuh anak berusia 5 tahun.

Susah payah Reynov berusaha mengalihkan pikirannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Susah payah Reynov berusaha mengalihkan pikirannya. Ia bacai lagi data-data kasus pengusaha berlian yang sekarang ia tangani. Tapi ia benar-benar tidak bisa fokus. Ia tidak tahan. Ia keluar dari ruang kerjanya.

"Amara!" panggilnya.

"Ya?"

Reynov tidak tahu harus berkata apa. Bahkan bicara dengan hakim di pengadilan lebih mudah daripada bicara dengan Amara.

"Amara, saya..." Reynov mempertimbangkan kata-katanya. Tapi ia pusing sendiri. "Saya... boleh jatuh cinta sama kamu, nggak?"

Amara bengong. Mau menjawab, takut salah dengar karena saking tidak percayanya. Ia diam saja. Beberapa menit berlalu tanpa ada jawaban dari Amara.

Reynov menunggu, dan Amara masih diam. "Oh... oke. Fine. Saya ditolak!" Ia menyimpulkan. Ia malu setengah mati dan berbalik pergi.

"Eh, tunggu!" teriak Amara. Katakan sekarang atau tidak sama sekali. Now or never. "Saya ..." Amara melihat langit-langit kafe. Sebelah kakinya menghentak-hentak, kayak orang kebelet pipis. Grogi bukan main. "Saya juga jatuh cinta sama kamu, kok!" katanya singkat.

Lalu saat keduanya bertatapan, Amara semakin malu. Ia langsung berjongkok menyembunyikan muka, seperti kura-kura masuk ke dalam tempurungnya.

Reynov masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Tapi melihat Amara tampak begitu malu, ia jadi tertawa. "It's okay! Hey, kenapa kamu sembunyi?" Ia menghampiri Amara, ikut berjongkok dan berusaha mengangkat wajah Amara. "Hey, Amara!" panggil Reynov. Ia heran, kenapa Amara punya kebiasaan berjongkok kalau takut atau malu begini.

"Nggak mau! Malu!" Amara bersikeras menyembunyikan mukanya.

Reynov gemas sekali. Amara seperti anak SMA yang menyatakan cinta dengan pipi kemerahan. Sangat imut! Reynov kemudian mencium puncak kepala perempuan itu. Ia sangat lega. Walaupun ia tahu, Amara mau menerimanya karena hanya sebagian fakta yang ia sampaikan. Ia tidak berani membayangkan reaksi Amara jika tahu ialah si penculik dan semua pelaku kejadian mengerikan itu. Ia tidak mau peduli. Ia hanya ingin merayakan kebahagiaannya sekarang.

Fiasco Kafe (END lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang