"Harsa, ayo kita pulang. Sudah malam," ucap Marcel setelah melihat jam di ponselnya.
Harsa masih sibuk dengan camilannya. Tak mengindahkan perkataan Marcel dan terus makan.
Marcel tertawa pelan ketika melihat pipi gembul Harsa yang penuh dengan makanan. Begitu menggemaskan di matanya.
Tangan Marcel terulur untuk mengusap puncak kepala Harasa yang dibalas senyuman manis oleh pemuda itu.
"Nanti ya kak Marcel, gue habisin ini dulu biar nanti pas nyampe rumah perut gue udah kenyang," ujar Harsa dengan cengiran lebarnya.
Marcel mengangguk ringan seraya tersenyum lembut. Untuk sesaat netranya tidak lepas dari Harsa, hingga akhirnya Marcel mengalihkan pandangannya pada langit malam.
Entah apa yang lelaki itu pikirkan. Namun, tatapannya seolah berkelana jauh. Marcel tersentak saat Harsa menepuk pundaknya, dan ia langsung berbalik menghadap Harsa.
"Tadi ngajak pulang, sekarang ngelamun." Harsa mengusap bahu Marcel dan tersenyum manis. "Kenapa, Kak? Ada masalah? Mau cerita? Gue siap jadi pendengar yang baik."
Marcel membalas perlakuan Harsa dengan senyuman lembut. "Gue baik-baik aja kok, makasih udah khawatir sama gue."
"Kak, gue tahu lo lagi gak baik-baik aja. Kita udah hampir dua tahun bareng, jadi kakak gak bisa bohongin gue. Bukan maksud gue buat maksa lo cerita, tapi sebagai pacar kakak, seenggaknya gue bisa bantu ringanin beban kakak."
Marcel menatap manik mata Harsa, ada keraguan di sana. Namun, anggukan kecil Harsa mampu membuat Marcel mengembuskan napas panjang.
Mark menghela napasnya sebelum akhirnya membuka suara. "Renjani," ucap Marcel seraya menunduk tanpa mengetahui perubahan raut wajah Harsa.
Ah, ternyata karena dia.
Perasaan Harsa seketika sesak, hatinya mendadak nyeri, tapi Harsa tidak ingin menunjukkan itu di hadapan Marcel. Sebisa mungkin ia menyembunyikannya dari Marcel.
Karena bagaimanapun Renjani adalah sahabat dekat dari kekasihnya. Mereka lebih dulu kenal dan menjalin ikatan sebagai sahabat.
Tidak seharusnya ia merasa cemburu pada sahabat dari kekasihnya itu.
Meskipun Harsa ingin, tetapi ia tetap tidak bisa.
"Renjani? Kalian bertengkar lagi?" tanya Harsa selembut mungkin agar membuat Marcel lebih tenang.
Lagi?
Ya, bukan sekali dua kali mereka bertengkar karena hal yang menurut Harsa adalah masalah sepele.
Jika seperti ini maka dirinya lah yang akan menjadi penasihat dari Marcel. Agar keduanya berbaikan. Harsa akan memberikan pandangnya dan memberikan Marcel saran.
Marcel hanya mengangguk lemah dan lagi-lagi menghembuskan napas beratnya. Seakan-akan masalah yang tengah dihadapinya merupakan masalah yang besar.
Harsa kembali mengusap bahu Marcel. "Kali ini kalian ribut karena apa?"
"Renjani, dia ketahuan makan ice cream, padahal udah gue larang buat jangan makan es cream dulu karena baru aja sembuh. Emang anaknya ngeyel banget kalau dikasih tahu ...." Marcel terus saja mengomel, menumpahkan semua kekesalan serta keluh kesahnya.
Sedangkan Harsa hanya memandang wajah kesal Marcel dengan perasaan yang campur aduk. Hingga terbersit di pikirannya.
Apa sebegitu berharganya kah Renjani bagi Marcel?
Lalu jika dibandingkan dengannya, siapa yang lebih berharga untuk Marcel?
Dirinya atau Renjani?
Harsa menggeleng, membuang pemikiran itu jauh-jauh dari benaknya.
"Sa?"
"Ah, iya kak kenapa?" balas Harsa setengah sadar.
"Menurut lo, gue harus gimana?"
Harsa diam sejenak, memikirkan jawaban yang pas agar Marcel tidak curiga jika dirinya tidak mendengar semua masalah yang lelaki itu tuturkan, dan malah terdistorsi dengan pikirannya sendiri yang melantur entah ke mana.
"Menurut gue, lo omongin aja baik-baik sama Renjani kenapa lo ngelarang dia buat ngelakuin ini itu. Lo bisa ungkapin kekhawatiran lo ke dia, biar dia juga tahu gimana khawatirnya lo sama dia. Jadi, dia bisa ngerti alasan kenapa lo ngelakuin itu, karena semata-mata lo khawatir dan ... sayang sama dia sebagai sahabat yang baik." Suara Harsa memelan ketika mengucapkan kalimat terakhirnya.
Menyembunyikan suaranya yang hampir bergetar karena menahan sesak.
Di sisi lain Marcel terlihat sedang berpikir, merenungkan kembali apa yang Harsa ucapkan. Lelaki itu begitu sibuk dengan pemikirannya sehingga tidak menyadari suara Harsa yang sedikit bergetar di akhir kalimatnya.
Padahal Harsa sudah berusaha menyembunyikannya nada suaranya, agar tidak bergetar. Jika saja Marcel lebih memperhatikan ketika Harsa menyampaikan sarannya, mungkin Marcel akan menyadari itu. Namun, sayangnya Marcel tidak melakukannya.
Tiba-tiba suara dering telepon genggam berbunyi. Marcel sedikit menjauh dari Harsa untuk mengangkat panggilan itu.
Bisa Harsa lihat bagaimana perubahan wajah Marcel. Dari yang suram perlahan berseri-seri. Harsa sudah menduga siapa penelpon itu.
Renjani.
Siapa lagi yang bisa membuat Marcel tersenyum semringah seperti itu. Bahkan dirinya saja belum pernah membuat Marcel sampai berseri-seri seperti itu.
Lagi, Harsa merasa kalah.
Marcel menghampiri Harsa begitu ia menyelesaikan panggilannya. Dia kembali dengan senyuman yang lebar.
"Tebak?" ujar Marcel dengan masih tersenyum lebar.
"Apa?" balas Harsa pura-pura tidak tahu.
"Gue udah baikan sama Renjani," ungkap Marcel dengan wajah berseri.
Harsa ikut tersenyum bahagia. "Udah gue tebak, kalian pasti gak bakal berantem lama-lama."
Marcel memandang Haechan dengan senyuman lembutnya seperti biasa, lalu mengusap surai hitam kecoklatan Harsa. "Makasih ya, lo udah bantuin gue. Udah mau jadi pendengar dan beri gue saran. Lo emang pacar gue yang paling terbaik."
Kalimat terakhir yang Marcel ucapkan mampu membuat perasaan Harsa membaik, hati Harsa menghangat.
Setidaknya Marcel masih mengakui dirinya sebagai pacarnya. Meskipun begitu, itu sudah cukup bagi Harsa.
Setelahnya mereka berdua pergi meninggalkan alun-alun kota yang mulai sepi ditinggal pengunjung.
TBC..
Hallo guys, ini cerita ke-dua gue. kalian bisa baca dulu note gue di deskripsi cerita ya guys..
Kali ini gue mau menegaskan lagi kalau ini cuma fanfic yaa dan ga ada hubungan dengan kehidupan real mereka, kalau ada yg ngerasa kurang nyaman, kalian bisa skip ya..Oke semoga gue bisa nyelesain cerita ini dengan baik.
See u di chapter selanjutnya 💚
Minggu, 02 Jul 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
[NEVER] WIN | Revisi
Fanfiction"Kak, kalau nanti hati kakak udah bukan buat aku, atau memang dari awal memang bukan untukku. Kaka bilang ya? Supaya aku punya alasan buat pergi. Aku sayang kakak, tapi seekor burung gak bisa terbang dengan hanya menggunakan satu sayap." -Harsa Gema...