Jika kalian bertanya-tanya bagaimana kita akhirnya bertemu, akupun sedikit sulit menjelaskannya, Atma orang yang absurd, tidak jelas. Kadang-kadang ia datang, lalu pergi tak tahu kemana.
Terkadang aku pun bingung dengan sikapnya yang sering kali menghilang disaat seharusnya ia tahu bahwa sebenarnya aku hanya ingin berada lebih lama disekitarnya. Yasudahlah, akan aku ceritakan sedikit awal mula aku bertemu dengannya.
Aku sedang mengayunkan kedua kakiku, menghitung seberapa lama lagi menunggu kedatangan karibku, Shanin. Ia tak kunjung datang juga, padahal sedari tadi sudah ku beritahu bahwa aku tak suka menunggu lama.
Kini pandanganku mencoba menelusuri jalanan sepi didepanku, berharap tiba-tiba Shanin datang. Tapi sial, ia tak datang juga. Andai daun yang jatuh dihadapanku tahu seberapa kesal aku menunggu, pasti ia pun meronta ingin segera bertemu.
'Aduh, berapa lama lagi?'-gumamku.
Sebenarnya, sudah kucoba beberapa kali untuk meneleponnya, tapi tetap tidak ada jawaban. Akupun sedikit khawatir, tapi semoga saja tidak ada sesuatu yang buruk terjadi pada Shanin.
"Boleh ikut duduk?." Tanya seorang lelaki dihadapanku, sepertinya usianya tak terpaut jauh dariku. Badannya tegak, tingginya kurang lebih dua jengkal diatasku. Akupun hanya mengangguk meng-iya-kan.
"Kenalin gue Atma, nama lo siapa?." Lelaki itu mengulurkan tangannya, ingin menjabat tanganku.
"Nama gue Haba, Haba Bestari." Akupun membalas uluran tangannya.
"Cantik, kaya nama lo." Aku hanya tersenyum miring menatapnya.
"Ngomong-ngomong lo lagi nunggu siapa?." Tanyanya.
"Pacar gue."
"Oh, pacar lo." Lelaki itu hanya tersenyum menatapku.
Namun sial, tak selang beberapa lama rehat dari percakapan itu, Shanin datang. Akupun sedikit canggung tak berani menatap lelaki itu kembali, tapi kurasa ia pasti tertawa melihatku.
"Haba!." Seru Shanin dari kejauhan. "Udah nunggu lama banget ya? Maaf tadi handphone gue jatuh kesenggol orang dijalan, jadi gue mampir sebentar ke counter handphone, maaf ya, ba."
Aku hanya tersenyum menanggapinya, lalu segera bergegas menarik lengan Shanin agar segera pergi dari tempat itu karena aku yang sudah kelewat malu berkata akan dijemput pacarku.
Semenjak kejadian itu, aku kerap kali dipertemukan dengannya, entah itu oleh pertemuan singkat seperti dihalaman kampus, sampai satu meja saat seminar internasional. Ya, hal yang tak terduga adalah ternyata kita satu univ.
Hingga akhirnya selalu ia yang menghampiriku lebih dulu, menyapaku, menanyakan kabar hingga berani mengajakku kerumahnya. Namun kuakui bahwa Atma memang lelaki yang baik, tak ada sedikit pun guratan jahat di wajahnya.
Namun, sebenarnya aku sedikit tak enak dengan tingkahnya yang selalu menutupi semua perihal keluarganya. Tapi memang aku sadar diri, aku bukan siapa-siapa dihidupnya, karna ia sama sekali belum pernah menyatakan akan perasaannya dengan serius.
Seringkali aku bimbang dan berfikir apa yang sebenarnya ada di lubuk hati Bahtera Atma.
Oh Tuhan, tolong beri aku petunjuk.
...
Senja sore hari membuyarkan lamunan Haba, diliriknya arloji putih di pergelangan tangan kirinya. Jam menunjukkan pukul 16.00 WIB.
Atma
'Sore ini lo kemana?'Haba
'Gue diflat, gamau kemana-mana.'
KAMU SEDANG MEMBACA
ATMA [ON GOING]
Teen Fiction[Publish on Monday and Thursday] Bahtera Atma x Haba Bestari Atma dalam bahasa sanskerta artinya jiwa. Seolah hidupnya hanya untuk mencari hakikat jiwa miliknya. Dan saat ini ia sudah paham filosofi jiwa sejati miliknya.