Prolog

6 0 0
                                    

Tak pernah Nasya duga sebelumnya. Marvin, kekasihnya sosok yang amat ia cintai sepenuh hati mengkhianatinya?

Nasya mulai berjalan keluar perumahan untuk menunggu di halte. Sekolahnya, SMA Wirabrata terletak di dalam perumahan. Setelah sampai halte bus, ia mengeluarkan kartu dari dalam dompetnya.

"Ck! Gue lupa bawa kartu!" runtuk nasya karena tidak didapati kartu di dompetnya. Pilihan terakhir, ia berjalan kaki. Dengan menempuh jarak yang tentunya sangat jauh.

Bisa saja memesan gojek atau gocar. Akan tetapi ia tidak berani karena tidak pernah melakukannya dan tidak diizinkan orangtuanya.

Merasa lelah berjalan, Nasya memutuskan untuk istirahat sementara waktu. Tepat sekali disebrang sana ada taman. Nasya mulai menyebrang memasuki taman yang terlihat cukup ramai di bagian peralatan main anak-anak.

Namun Nasya memilih duduk di tepi danau kecil yang tidak jauh dari keramaian anak-anak itu. Di temani oleh beberapa bebek, yang baginya tidak mengganggu justru menemani.

Nasya duduk di atas rumput, lalu melepas tas ranselnya dan diletakkan tepat disampingnya. Menatap danau dihadapannya seraya mengumpulkan bunga kering yang berserakan.

"Nga, nasib lo sama kayak gue. Ga dipeduliin, kasian." ucapnya tertawa miris.

Wek! Wek! Wek!

"Gue lagi ngomong sama bunga, bukan sama lo bebek jelek!" Nasya menoleh ke arah bebek yang tidak jauh darinya.

"WAAHHHH ADA BEBEK KAK!!!" pekik seseorang terdengar dari arah belakang Nasya. Namun gadis itu tidak menoleh, apalagi menghiraukannya.

Pandangannya teralihkan saat kumpulan bunga kering dihadapannya tiba-tiba berterbangan.

"HUAAAAA!!!!" kini pekikan histeris itu berasal dari mulut Nasya. Bagaimana tidak histeris? Bebek yang semula adem tentram nan damai di sampingnya, tiba-tiba naik ke atas pahanya yang sedang duduk sila. Itu berarti dengan dengan wajahnya bukan?

Wek! Wek! Wek! Parau bebek seraya mengepakkan sayapnya.

"HUAAA MAMAAAAA!!!" teriak Nasya berdiri, dan si bebek pun terjatuh lalu melarikan diri.

"Yahhh bebeknya pergi." ucap bocah perempuan di belakangnya. Nasya sontak berbalik, menghadap bocah yang beraut wajah sedih itu.

Nasya berjongkok, karena bocah itu menunduk. "Cantik banget gila!"

"Kakak yang gila! Huaaa kak Rakhaaaaa!!!" seketika nasya panik, karena sepertinya bocah itu memanggil seseorang.

"Celi! Astagfirullah kamu di sini?" ucap pria tinggi yang baru saja datang mengampiri itu. Berpakaian kaos hitam polos dan celana panjang chino berwarna yang sama.

Sontak Nasya bangkit, dan tanpa sengaja memandang wajah pria itu. Nasya mendengar nada bicara pria dihadapannya seperti sedang panik? Tapi kenapa berbeda dengan wajahnya? Yang terlihat adem kayak ubin masjid.

Lamunannya terbubarkan, saat bocah yang tadi berada didekatnya berpindah disamping pria itu.

"Kak! Dia jahat hikss!!" ngadunya menangis. Pria itu berjongkok lalu menghapus air mata si bocah.

Seraya tersenyum, "Jahat kenapa? Bilang sama kakak."

Sedangkan Nasya, hanya diam memandang pemandangan dihadapannya. Si pria setinggi tiang, dengan si bocah ingusan. Eh, maksudnya nangisan!

"Dia ngatain celi gilaaa kak!!! Tapi, gila itu apa ya?"

"HAHAHAHA!!!" Nasya tak kuasa menahan tawanya. Bocah itu menangis dikatakan gila, tapi gatau arti gila? Bagus deh.

"Eh maaf ga sengaja." ucap Nasya datat seraya menutup mulutnya.

"Gue tuh puji dia karena cantik banget."

"Iya tapi ada gilanya!" sarkas bocah itu.

Nasya cukup terheran. Sedari tadi hanya bocah itu saja yang menatapnya, sedangkan pria dihadapan bocah itu tidak menatapnya. Melainkan hanya menatap lurus ke ke depan, yaitu si bocah.

"Cantik banget gila." Nasya mengulang ucapannya tadi.

"Lain kali jika mau memuji orang, usahakan pakai masyaAllah." ujar pria itu tanpa menatapnya.

"Eh iyaa!!! MasyaAllah cantii banget gi-"

"MasyaAllah cantik banget aja, gitu." Nasya membenarkan perkataannya sendiri.

"Celi mau naik mainan yang ada di sini kan? Itu mainannya di sana, kita ke sana yuk!" ajak pria itu berdiri seraya mengenggam tangan bocah dihadapannya.

Dia bener bener ga mau natap gue? -Batin Nasya.

"Ayooo!! Tapi kakaknya ikut!"

"Iya kakak ikut."

"Bukan kak Rakhaaa!!" rengek bocah.

"Bukan kak Rakha? Terus, kakak yang celi maksud siapa."

"Kakak gila."

Sialan!

"Jangan mengucapkan kata itu lagi ya celi? Kakak ga suka."

"Kak Rakha ga suka ya celi ngomong gila? Ya udah berarti kakak cantik kita main mainan yang di sana yuk!" ajak bocah bernama Celi itu. Mengenggam Nasya dan membawa ke area mainan anak-anak di sana.

"Ehh?!!" Nasya hampir terjatuh karena tanah yang sedikit menanjak. Untungnya, hal memalukan itu tidak terjadi.

"Celi!" ucap pria bernama Rakha. Adiknya itu berlari riang seraya membawa perempuan yang tidak dikenalnya itu.

Kuatkanlah imanku, dan bantulah aku menjaga pandangan dari sepasang mata indah miliknya ya Rabb. -Batin Rakha sebelum menyusul mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love in SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang