Hai hai, selamat datang di universe JBlack untuk pertama kalinya disini. Siap berlayar bersama kisah haru Aaric dan Raya?
Sebelum itu, follow dulu akun wattpad JBlack_01.
Follow instagram @myname_jblack untuk berita tentang update Aaric dan Raya.
Jangan lupa tekan bintang, beri komentar dan share cerita ini yah.
Terima kasih dan selamat membaca.
***
Mungkin menurut sebagian manusia. Hidup di dunia ini adalah perjalanan yang panjang untuk mencari jati diri kita yang sebenarnya. Memiliki teman yang banyak untuk saling berbagi suka dan duka. Menghabiskan banyak waktu untuk pendidikan, bermain, dan mengejar impian yang selama ini berputar di ingatan kita. Namun, definisi itu hanya untuk manusia yang hidupnya sehat dan damai.
Berbeda dengan manusia istimewa yang memiliki kelebihan dan kekurangan luar biasa. Saat diluar sana, banyak manusia yang bertarung dengan padatnya pekerjaan dan kesibukan. Ada sebagian manusia yang harus hidup di dalam ruangan bercat putih berbau obat-obatan. Bertemu dengan orang-orang yang memakai jas putih dan stetoskop yang menggantung di lehernya. Membiasakan diri dengan jarum yang harus menghunus kulitnya beberapa kali sampai berbekas.
Itulah Xandraya Brianna. Satu dari sebagian manusia istimewa yang hidupnya sangat amat berbeda dengan para remaja yang lain.
Ketika para temannya keluar bersama untuk berbelanja. Setiap pagi, berangkat sekolah dengan begitu bahagia. Dirinya hanya mampu menatap semua itu dari balik kaca rumahnya. Hidupnya berubah ketika dirinya didiagnosa sakit Paru Obstruktif Kronis ketika usianya 15 tahun.
Saat itu dimulai dengan Raya yang kesulitan bernafas. Orang tuanya langsung membawa dirinya ke rumah sakit karena gadis kecil itu terlihat begitu tersiksa.
"Dokter, tolong!" teriak Joy dengan seorang anak dalam gendongannya.
Tentu saja teriakan itu berhasil membuat para perawat datang dengan ranjang pasien. Raya segera diletakkan di atas brankar lalu segera dibawa ke ruang IGD.
Saat Raya berusaha bernafas. Matanya hanya menatap ke arah orang tuanya yang berjalan disamping dirinya dengan ikut mendorong brankar yang membawa tubuh lemahnya. Sampai saat dia hendak masuk ke ruangan. Geya, memegang kedua pipi Raya dengan air mata yang menetes.
"Bertahanlah, Sayang. Jangan tinggalkan Mama dan Papa!"
Perkataan itulah yang masih dia dengar sebelum matanya mulai tertutup dan Raya berpikir jika ini adalah akhir dari hidupnya.
Namun, ternyata dugaannya salah.
Matanya mulai terbuka lebar dengan masker oksigen yang menutupi sebagian wajahnya. Mata yang mulai berkedip itu mampu menatap di sudut dekat pintu masuk, kedua orang tuanya yang sedang berbicara dengan seorang dokter. Pembicaraan yang mampu didengar dengan jelas menggunakan kedua telinganya.
"Anak kalian menderita penyakit paru Obstruktif kronis stadium tiga," kata dokter dengan raut wajah yang begitu pasrah pada orang tua Raya.
"Apa yang harus kami lakukan, Dokter? Bagaimana agar putri kami bisa sembuh?" tanya Joy dengan raut wajah berharap.
Terlihat dokter beberapa kali menarik nafasnya begitu dalam. Raya yang saat itu berusia lima belas tahun hanya diam menunggu apa yang akan dikatakan oleh wanita berjas putih itu lagi.
"Raya harus memakai kanul kemanapun. Dia akan bernafas dengan alat itu dan tabung oksigen kecil yang akan dibawa olehnya!"
Hanya penjelasan itu yang mulai membuat Raya tak mendengarkan perkataan dokter lagi. Dirinya mulai takut, bayangan saat dirinya tak bisa bernafas berputar dalam kepalanya.
Sampai matanya mulai kembali fokus pada orang tuanya dan dokter sudah tak ada disana. Raya hanya melihat, Joy dan Geya yang saling berpelukan dengan air mata berderai.
"Mama!" panggil Raya pelan yang membuat pelukan itu terlepas.
Sepasang suami istri itu lekas menghapus air matanya dan menghampiri Raya yang menatap mereka dengan lekat.
"Hai, Princess Papa," panggil Joy dengan pelan dan mengusap kepala Raya.
"Bagaimana kabar putri, Mama? Ada yang sakit?"
Raya masih diam. Otak kecilnya masih memutar penjelasan perkataan dokter yang terus mengganggu dirinya. Hingga sebuah pertanyaan akhirnya keluar dari bibirnya yang pucat.
"Apa Raya akan meninggal, Ma?"
Geya menggeleng. Ibu satu anak itu meneteskan air mata lalu segera mencium dahi putrinya dengan pelan.
"Raya akan disini. Mama dan Papa akan berjuang agar Raya bisa sembuh!"
Gimana sama prolognya?
Lanjut bab 1 gak? Yuk spam komen disini biar aku bisa lanjut!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
250 Days Remaining
RomanceXandraya Brianna seorang gadis berusia 19 tahun yang menderita penyakit Paru Obstruktif Kronis dan membuatnya harus menggunakan kanula di antara dua lubang hidungnya. Tabung gas kecil yang selalu dia bawa ke mana pun bak sahabat sejati, yang tak per...