Halo, para pembaca!
Terima kasih sudah membaca cerita ini.
Semoga suka💛Terhitung tiga hari dari tragedi ajakan Pitaloka untuk menggunakan adat Jawa pada Arash. Untung Pitaloka bisa mengelak. Dia bilang, adat Jawa untuk salam perpisahan mereka. Alias menangkupkan kedua tangan di depan dada dan menundukkan sedikit kepala. Arash mengikuti saja walaupun baginya ini jelas terasa absurd.
Pitaloka memastikan dirinya tampil rapi, segar, dan baik terkhusus untuk hari ini. Anggap saja pembalasannya atas penampilan tidak terhormatnya tempo lalu.
"Pengangguran mau kemana, sih? Banyak banget acaranya." tanya Kembang Amarilis, ibu Pitaloka.
Sebenarnya panggilan dia itu 'Kim'-seperti yang Pitaloka pernah bilang. Kim sendiri yang menetapkan begitu. Soalnya namanya ini nanggung sekali. Kalau dipanggil 'Kem', kan aneh. Dikira 'Bekem' kali namanya. Apalagi dipanggil 'Bang'. Bisa saja, sih. Tapi kebetulan dia tidak berjualan bakso.
"Bukan pengangguran, Bu. Tapi kelompok pencari kerja." Pitaloka menalikan tali sepatunya erat-erat. "Pergi sebentar, kok."
"Ke mana?"
"Ke situ." Pitaloka menggerakkan kepalanya ke kanan sedikit, bermaksud menunjukkan arah.
"Ke situ, tuh, ke mana, Pipit?" desak Kim.
"Ya, ke situ." Pitaloka menggerakkan tangannya acak. "Udah. Pergi dulu, Bu."
Pitaloka melihat lagi isi tas jinjingnya. Jaket, udah. Sandal, udah. Payung, udah. Tidak lupa dengan sekeranjang buah. Pitaloka ingin memberikan sesuatu untuk membalas kebaikan Arash, tapi dia bingung harus berbentuk apa. Kalau makanan, dia takut Arash punya selera yang rumit. Seperti bermacam reaksi alergi atau barangkali lebih menyukai citarasa makanan yang hambar. Jadi, dia memutuskan membawa buah-buahan saja.
"Permisi, Sus." salam Pitaloka pada staf resepsionis yang juga perawat hewan, Puri.
"Mbak Pita, silakan masuk. Kebetulan Dokter Arash baru selesai konsultasi dengan pemilik pasien lain."
Pita melihat-lihat isi klinik yang belum sempat dia perhatikan dengan jelas saat pertama berkunjung. Banyak pernak-pernik, makanan, obat-obatan, vitamin, kandang, dan segala hal yang berhubungan dengan hewan. Tempatnya juga cukup luas.
"Dokter," sapa Pitaloka ketika melihat Arash yang sedang menulis sesuatu di mejanya.
"Pita," Arash membereskan kertas-kertas di atas meja. "Baru sampai?"
"Iya, Dok." Pita menyerahkan tas jinjing yang berisi barang-barang Arash dan keranjang buahnya.
Arash menerimanya walau kebingungan juga. Sesekali dia lihat ke dalam isi tas jinjingan yang dibawa Pitaloka. "Apa ini?"
"Yang di tas, barang-barang yang dipinjemin Dokter kemarin. Nah, yang itu buah-buahan."
Arash juga bisa melihat dengan jelas sebuah keranjang berisi bermacam buah ini. Hanya saja, kenapa Pitaloka memberinya ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Predator Loves Its Prey
RomantikPitaloka baru saja lulus kuliah. Dalam perjalanannya memulai kehidupan sebagai pencari kerja, dia bertemu dengan Arash. Arash adalah seorang dokter hewan yang sangat memikat. Pitaloka termasuk salah satu yang terjerat. Ketika pemangsa jatuh cinta pa...