bagian satu

261 28 3
                                    

Langit telah gelap, membawa serta udara dingin yang tajam menyapa kulit, rintik hujan terdengar jelas di luar sana, sesekali gemuruh juga terdengar di sertai kilat yang menyala dari balik jendela.

Kamar itu kecil, dengan jendela kaca yang besar gorden jendela melambai tergoda angin, Satang tau malam mungkin hampir larut, di luar sana hujan deras mengamuk pada semesta yang mungkin telah berubah.

Ia menghirup wangi coklat panas dalam mug yang didekapnya. Kamar minimalis  remang, hanya lampu tidur saja yang di biarkan menyala menemaninya menunggu hujan mereda dari amarahnya.

Di sesap nya sedikit demi sedikit, sambil menikmati waktunya sendiri. Meskipun selama ini ia memang selalu merasa sendirian.

Perhatian teralihkan ketika telinganya mendengar deru motor yang menghancurkan kesenyapan tengah malam indahnya itu, diliriknya dari balik jendela, matanya menemukan sosok berdiri di depan pagar tetangga depan rumahnya.

Pria tinggi dengan jaket kulit, Satang sering melihatnya, anak laki laki itu, mereka tumbuh beriringan tanpa pernah bersinggungan. Satang mengambil posisi lebih nyaman untuk memperhatikan bagaimana hujan deras turun membasahinya, seolah itu bukan masalah lelaki itu membuka kunci pagar dengan santai, kemudian mendorong motornya masuk kedalam rumahnya sebelum kembali menguncinya dari dalam.

Namanya Winny, satang pernah satu sekolah dengannya saat SMP, tapi tidak pada kelas yang sama.

Keluarganya cukup terkenal seantero komplek, bukan karena hal baik sebenarnya.

Wanita yang tinggal di sana adalah salah satu wanita simpanan, pria tua yang mana adalah ayah Winny punya lebih dari enam wanita simpanan sementara istri sah nya di rantai di rumah sakit jiwa, setidaknya hal itu yang ramai jadi topik pembicaraan di kompeknya saat itu, entah benar atau tidak, satang tidak pernah tahu.

Ketika ia kecil Satang tidak mengerti mengapa ibunya selalu melarangnya untuk sekedar menyapa anak itu, bahkan hanya untuk tersenyum, ibunya melarang keras.

Sampai Satang sendiri yang memaksanya memberi tahu alasannya.

"Jangan dekati anak itu, ayahnya bisa memukulinya nanti, ibu pernah liat seseorang mengajaknya berbicara kemudian anak itu di seret ayahnya masuk ke rumah, besoknya tubuhnya penuh lebam." Satang kecil menatap takut setelah ibunya berkata begitu, tapi jauh dalam hatinya ia merasakan penasaran yang meluap meski ia tidak pernah punya cukup keberanian untuk membuktikannya.





Hari ini tanggal Dua Desember, satu Minggu lebih tepatnya terakhir kali Satang melihat tetangganya itu masuk di malam hujan deras, tidak pernah lagi ia melihat lelaki itu keluar dari rumahnya.

Jarinya mengetuk meja sambil berpikir, bukankah ia harusnya kuliah? Tapi kemudian ia menghela nafas, terkadang Satang sendiri merutuki sifat penasaran tak tahu malunya ini.

Ia meneguk susu coklat miliknya sambil menatap rumah tetangganya dari jendela, jaga jaga saja, siapa tahu ia menemukan anak itu.

Satang terbatuk hampir menyemburkan susunya kala melihat jendela kaca di rumah depan itu terbuka lebar, kemudian lelaki itu terlihat berdiri di sana dengan wajah berkerut karena pancaran sinar matahari pagi ini menyoroti tepat wajahnya.

Satang menahan nafasnya sesaat menyaksikan pemandangan indah itu.

Tapi terlepas dari perasaan kagumnya yang membuatnya lebih terkejut adalah fakta bahwa Satang tidak pernah melihat jendela itu terbuka seumur hidupnya. Tapi hari ini jendela yang menghadap tepat di depan jendelanya itu terbuka lebar, hanya beberapa detik lelaki di sebrang sana menatapnya tanpa ekspresi apapun sebelum kemudian pergi begitu saja.

After Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang