Teror pertama

3 0 0
                                    

Aku terusik karena sinar mentari itu menusuk mataku yang menyelinap dari balik gorden. Sebelum kesadaranku penuh, pikiranku berkelana. Tentang liburan akhir semester yang telah tiba, setelah berjuang untuk ujian kenaikan kelas akhirnya bisa liburan tiga minggu, aku menunggu saat ini dari dulu. Nilaiku pun memuaskan, aku mengalami peningkatan pesat, bunda dan ayah merasa senang karena aku sudah mulai mampu memegang tanggung jawabku sebagai siswa.

Besok kami sekeluarga akan pulang ke kampung halaman ayah, setelah meninggalnya nenek delapan tahun lalu, aku sudah tidak pernah kembali kesana. Rumah nenek pun dijadikan penginapan oleh ayah karena dia tidak bisa meninggalkan pekerjaanya di Kota.

Aku begitu bersemangat, liburanku akan diisi dengan pemandangan pedesaan yang asri, udara yang begitu sejuk, dan tentu jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

Ketukan pintu terdengar, itu adalah Bunda. Dia membuka pintu, kemudian aku melihatnya menatapku dengan kesal dengan tangannya membawa sapu lidi, aku langsung terduduk.

" Juragan sudah bangun? cepat bantu adikmu persiapkan pakaian buat besok. Punya anak bujang haduh bikin capek hati. " Omel bunda, dia menyindirku karena bangun siang dan melihatku masih belum sepenuhnya sadar saat ini.

" Rama bangun atuh ih, udah jam sembilan kamu mau sampai kapan tidur terus? mentang mentang liburan bangun siang. Gak ada kayak gitu, mandi atuh geura." Celoteh bunda tak henti.

" Iya Bunda, udah atuh gak baik pagi-pagi udah ngomel. " Balasku tak mau kalah tetapi segera beranjak dari kasur dan mandi, melihat wajah kesal bunda membuatku bergidik ngeri. Meskipun begitu, aku paham kalau bunda sedang lelah. Dia dari subuh tak henti bekerja, lalu mencuci pakaian kemudian memasak. Sebenarnya ayah ingin menyewa pembantu, tapi bunda menolak karena akan membuang uang, selagi ia mampu mengapa harus pakai tenaga orang lain. Dia itu benar-benar Supermom!

Kini aku sedang di kamar adikku yang menyiapkan pakaian ke dalam koper, ini cukup banyak karena kami akan menginap selama dua minggu lebih. Sebenarnya yang paling banyak adalah bunda dan Caca, adikku yang kini sedang misuh harus membawa pakaian apa saja. Dia ingin terlihat trendy di sana. Telingaku panas karena harus mendengar celotehan si kloning Bunda.

" Ca, bawa baju yang bisa dipakai kemana aja. Jangan yang terlalu over, kamu bakal kelihatan banget noraknya. Abang aja cuman bawa delapan pasang baju. " Saranku yang mulai jengah sembari memainkan ponsel. Pekerjaanku sudah selesai, memang benar kata Ayah, wanita itu ribet.

Aca mendelik tak suka, " abang enak karena lelaki bisa pakai apa aja juga cocok, kalau Aca kan ribet, bang. Tau sendiri Aca gak suka kalau warnanya gak nyambung. "

" Terserah kamu deh, Ca. Abang mau makan, aduh laper mana masakan bunda harumnya sampai kesini."

" Ya sudah sana, ayam Aca awas! Aca yang dada!"

Aku mendengarnya terkekeh, " Abang mah gak masalah dada atau paha, abang sukanya personality. "

" Abang ngomong apa? Intinya jangan habisin ayam Aca, kalau habisin-"

" Kalau habisin kenapa?" Aku memotong ucapannya Aca, dia menatapku nyolot. Benar-benar tidak mencerminkan seorang adik.

" Bunda, abang suka nonton Film biru!"

" Aca! "

=

Kami sampai tepat pukul dua dini hari. Suasana di sini sangat sunyi, penerangan minim menambah suasana terasa mencekam. Aku tidak bisa tidur di perjalanan karena menemani ayah menyetir, meskipun kantukku tak tertahan lagi.

Ibu dan ayah sudah masuk ke kamar, adikku pun begitu. Kata ayah, aku akan tidur di kamar bekasnya waktu masih remaja. Terlihat jelas dari dekorasi dindingnya, terdapat poster Band Queen yang masih tertempel erat di sana. Ada juga foto ayah bersama teman-temannya semasa SMA.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Who Ask SatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang